11 Pertanyaan Praktis Seputar Persepuluhan

1. Pertanyaan Jemaat :

Seorang teman yang lama tidak bertemu memberikan saya sejumlah uang. Apakah dari pemberian itu saya harus mempersembahkan persepuluhan ?

Jawaban :

Tidak perlu! Kalaupun anda berikan maka itu persembahan sukarela. Sebab pertanyaan pokoknya adalah apakah pemberian itu adalah suatu upah ? Kan tidak ada yang dikerjakan anda ketika menerima uang itu, berapa yang anda persembahkan itu sukarela. Bahkan kalau dia berikan satu milyar pun, tidak ada kewajiban memberikan sepersepuluh daripadanya.

2. Pertanyaan Jemaat :

Saya punya penghasilan tetap. Tapi saya sering mendapat tip. Apakah dari tip itu perlu juga saya berikan persembahan persepuluhan ?

Jawaban :

Ya. Tip itu kan berhubungan dengan apa yang kita kerjakan. Tip sesungguhnya adalah upah juga; hanya karena tip maka jumlahnya tidak pernah pasti. Tapi karena berhubungan dengan pekerjaan sebagai bagian dari upah, maka daripadanya harus dipersembahkan persepuluhan.

3. Pertanyaan Jemaat :

Saya punya pekerjaan tetap. Tetapi sering juga ‘ngobyek’ di luar. Apakah dari hasil ngobyek ini perlu dipersembahkan persepuluhan.

Jawaban :

Ya, ngobyek kan usaha. Cuma usaha itu berbeda dari yang rutin. Ngobyek terkadang berhasil, terkadang tidak. Itu bukti bahwa ngobyek itu usaha jadi daripadanya perlu dipersembahkan persepuluhan.

4. Pertanyaan Jemaat :

Saya pensiunan. Jadi tidak bekerja lagi. Apakah uang dari pensiunan yang saya terima saya harus mempersembahkan persepuluhan ?

Jawaban :

Pensiun itu didapat karena bekerja; bukan soal dulu atau sekarang. Jadi para pensiunanpun mempersembahkan persepuluhan.

5. Pertanyaan Jemaat :

Persepuluhan yang saya persembahkan dari penghasilan termasuk pajak atau take home pay, karena tidak setiap perusahaan membayarkan pajak penghasilan kami ?

Jawaban :

Sebagai warga negara yang baik kitapun harus bayar pajak seperti yang Yesus katakan di Matius 22:21. Jika gaji anda Rp. 1.000.000,- berarti gaji anda sebenarnya adalah Rp. 900.000,- karena yang 10% adalah milik Tuhan maka persembahkanlah persepuluhan dari take home pay anda.

6. Pertanyaan Jemaat :

Saya menjual rumah, ingin pindah ke rumah yang lebih kecil. Sisanya akan saya pakai usaha atau mungkin akan disimpan di bank nanti saya hidup dari bunganya. Apakah saya harus mempersembahkan persepuluhan ?

Jawaban :

Tidak! Anda tidak harus mempersembahkan persepuluhan dari hasil menjual rumah. Kalau anda persembahkan, itu persembahan sukarela, dan tidah harus sepersepuluh. Lain halnya jika profesi anda ‘agen penjual rumah’. Hasil penjualan rumah itu statusnya ‘benih’ dan bukan ‘panen’. Jika anda pengembang perumahan, nah itu baru panen. Ada satu hal yang perlu dicatat, kalau anda menyimpan uang di bank, maka dari bunga depositonya haruslah anda persembahkan persepuluhan. Kenapa, karena anda menyuruh uang anda ‘bekerja’ ketika menyimpannya di bank. Kejujuran seperti ini diperlukan agar kita tidak salah kaprah.

7. Pertanyaan Jemaat :

Saya menyisihkan persepuluhan saya, delapan puluh persennya saya persembahkan menjadi persepuluhan dan sisanya saya membantu saudara saya yang susah, salahkah saya ?

Jawaban :

Ada tertulis “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku. Firman Tuhan semesta alam dst” Maleakhi 3:10, berarti jelas bahwa pengelolaan persepuluhan dilakukan oleh rumah Tuhan dan bukan oleh individu. Jadi sebaiknya serahkan kepada rumah Tuhan untuk mengelola persepuluhan anda.

8. Pertanyaan Jemaat :

Apakah uang hasil korupsi bias dipakai untuk persembahan ?

Jawaban :

Lho…! yang tahu itu hasil korupsi atau tidak bukan gereja, tetapi orang yang bersangkutan. Kalau yang bersangkutan mengatakan kepada fungsionaris pelayanan – khususnya pendeta – maka fungsionaris pelayanan harus menasihati untuk jangan korupsi, mengembalikan uang korupsi dan dengan sendirinya tidak perlu dipersembahkan. Jangan juga silau akan jumlah uang maka Gereja mengabaikan korupsi. Kalau ini yang terjadi maka tidak mustahil kalau kelak juga terjadi korupsi secara internal. Sulitnya belum pernah ada persembahan, baik itu persembahan syukur maupun persepuluhan yang diberikan dengan catatan khusus : “Ini hasil korupsi”. Lain hasil korupsi dengan hasil dagang. Kalau perdagangan ada hukum permintaan dan penawaran. Seorang pedagang yang menaikkan harga sepuluh kali lipat karena barang dagangannya langka, tidak sedang korupsi, dia sedang berdagang. Ini mesti jelas, kalau tidak semua pedagang kita bangkrut.

9. Pertanyaan Jemaat :

Tidakkah persembahan persepuluhan ini sedang dilansir untuk kenaikan gaji pendeta ?

Jawaban :

Tidak sama sekali! Di GPIB ada peraturan gaji pendeta yang jelas. Sekalipun kas jemaatnya 10 milyar, kalau menurut peraturan gaji pendetanya 3 juta, ya tiga juta saja. Sekalipun saldo kas jemaat 500.000,- tapi gaji pendeta satu setengah juta ya satu setengah juta. Ada subsidi silang yang diatur oleh Majelis Sinode sebagai pimpinan organisasi. Dan uang yang disubsidi itu didapat dari persembahan jemaat ke Majelis Sinode. Kalau aturan internalnya mengatakan transport PHM sebulan lima puluh ribu, maka sekalipun saldo kas limapuluh juta dan rapat PHM sekali seminggu atau lima kali seminggu, ya tetap saja limapuluh ribu. Kalau transport rapat sidang Majelis Jemaat seorang sepuluh ribu, ya selesai rapat tandatangani presensi, dan menerima sepuluh ribu. Aturan GPIB sangat jelas tentang hal ini.

10. Pertanyaan Jemaat :

Berarti uang transport hasil pelayanan dan rapat juga harus dipersembahkan persepuluhan dong ?

Jawaban :

Ya betul, meski bernama transport itu adalah hasil kerja. Karena berhubungan dengan pekerjaan sebagai bagian dari upah, maka daripadanya harus dipersembahkan persepuluhan.

11. Pertanyaan Jemaat :

Kalau begitu selama ini kami salah, apa saran bapak untuk jemaat sekaligus fungsionaris pelayanan ?

Jawaban :

PERTAMA

Rasanya terlalu dini untuk kita mengatakan salah. Ini kan selama ini kita belum mengerti secara benar. Lha orang yang tidak mengerti itu diajar bukan disalahkan. Jadi jangan menyalahkan diri. Yang soal adalah sekarang kita sudah tahu, mari kita mulai melaksanakan. Kalau sudah tahu tidak melaksanakan, baru salah namanya. Ini bukan penghiburan palsu ini kejujuran dan ketulusan.

KEDUA

Persembahan persepuluhan dari hasil kerja adalah kewajiban Alkitabiah. Baik warga jemaat maupun fungsionaris pelayanan wajib memberlakukannya. Jangan karena menjadi fungsionaris pelayanan lalu tidak memberikan persepuluhan, apalagi Pendeta yang harus menjadi contoh.

KETIGA

Baik warga jemaat maupun fungsionaris pelayanan harus sungguh-sungguh mengerti persepuluhan. Supaya tidak ada persepuluhan-fobia dan tidak ada juga persepuluhan mania. Yang dimaksudkan dengan persepuluhan fobia adalah anti persepuluhan. Biasanya orang yang mencintai materi yang melakukan hal ini dengan berbagai alasan yang mengada-ada. Yang dimaksudkan dengan persepuluhan mania adalah dari apapun ditagih persembahan persepuluhan. Kalau ini yang terjadi maka persepuluhan merupakan pajak kekayaan dan bukan lagi persepuluhan. Orang yang tinggal di rumah dinas yang bagus dengan menggunakan kendaraan dinas yang bagus lalu daripadanya kita harapkan atau kita tagih persepuluhan yang ‘bagus’ kita melakukan kekeliruan. Yang wajar saja, kalau itu hasil usaha namanya persembahan persepuluhan. Kalau bukan dari hasil usaha, namanya persembahan syukur atau persembahan sukarela. Anak muda yang masih kuliah, dengan pembiayaan yang berkecukupan dari orang tuanya yang kaya, tidak usah mempersembahkan persepuluhan. Dia kan masih belum bekerja, kalau dia bekerja lain soalnya.

KEEMPAT

Saran yang agak administratif dalam rangka transparansi. Persembahan persepuluhan selalu dikhususkan. Karena itu warga yang mempersembahkannya perlu menyampaikannya secara khusus. Misalnya dalam amplop tertutup dengan inisial atau nama jelas dan jangan cuma NN. Majelis jemaat perlu mempersiapkan kotak khusus atau kantong khusus untuk persembahan persepuluhan. Mencampurnya dengan kolekte rutin sama dengan mencampur persembahan persepuluhan dengan persembahan sukarela. Ini tidak menolong transparansi pengumuman di Warta Jemaat.

KELIMA

Mari kita lakukan sekarang. Catatan-catatan berikut baru akan dibuat setelah kita selesai melakukannya. Sebab pembahasan berikut akan diberikan kalau disempurnakan oleh catatan demi catatan dari jemaat ke jemaat.

(Dirangkum oleh GV)

Narasumber : Pdt. (Emeritus) Samuel Theophils Kaihatu, MTh.

Ketua Umum Majelis Sinode XIX GPIB