ABRAM DAN NATAL

“…. Aku akan … memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. … dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” (Kejadian 12:2,3)

Lebih dari 4000 tahun lalu, Tuhan memilih Abram, orang Mesopotamia (KPR 7:2) untuk menjadi berkat bagi segala bangsa (Kej 12:3). Abram yang berarti ayah yang terpuji kemudian namanya berubah menjadi Abraham yang berarti ayah dari bangsa-bangsa (Kej 17:5,6). Kepadanya Tuhan memberikan janji berkat. Tiga kali janji berkat itu disampaikan kepadanya (Kej 12:1-3; 18:18; 22:15-18). Janji berkat ini diteruskan kepada Ishak, putra Abraham yang ditegaskan dua kali (Kej 17:19,21; 26:3,4). Kemudian janji berkat dilanjutkan kepada Yakub, cucu Abraham (Kej 28:14). Pewarisan janji berkat itu jelas tertulis dalam Kitab Kejadian. Abraham berlanjut pada keluarganya dipilih untuk menjadi berkat bagi segala bangsa. Ismael, putra Abraham yang lain sesuai dengan syafaat ayahnya dijadikan bangsa besar juga (Kej 17:20). Namun janji berkat diteruskan kepada Ishak, putranya dari Sarah, istri pertama Abraham (Kej 17:21). Janji ini selanjutnya terpelihara sepanjang sejarah suci yang tercatat dalam Alkitab, Kitab Suci itu. Pendeknya Abraham berlanjut kepada keturunannya dipisahkan dan disiapkan untuk kemudian menjadi berkat bagi segala bangsa. Yang sedikit dipilih untuk menjadi berkat bagi yang banyak; pars pro toto. Penggenapan dari janji berkat itu adalah seorang Pribadi yang secara manusia dilahirkan dari suku Yahuda putra Yakub). Raja Daud adalah raja pilihan Allah dari suku Yahuda yang menjadi bapak leluhur-Nya. Adalah kenyataan kerap Pribadi penggenap janji berkat itu disebut sebagai keturunan Daud (Yoh 7:42; Rom 1:3; Way 5:5; 22:16). Penggenap janji berkat itu adalah Tuhan Yesus.

Injil Matius menulis silsilah Tuhan Yesus ini hingga bapak Abraham. Dengan hal ini rasul Matius menegaskan bahwa kelahiran Tuhan Yesus tidak lain adalah penggenapan janji kepada Abraham yang disampaikan Tuhan kepadanya 2000 tahun sebelumnya. Dengan ilham Roh Kudus para tokoh Alkitab yang tercatat dalam Kitab Perjanjian Baru saat memberitakan hal Tuhan Yesus, menyebutnya sebagai penggenapan kepada janji Abraham itu. Saat rasul Petrus berkotbah di Serambi Salomo, Yerusalem, beliau menyinggung bahwa Tuhan Yesus itu penggenapan janji kepada Abraham itu (KPR 3:25). Rasul Paulus saat menulis surat kepada jemaat Galatia, dengan ilham Roh Kudus menegaskan bahwa janji berkat kepada Abraham genap dalam pribadi Kristus. Melalui Kristuslah segala bangsa diberkati (Gal 3:16). Demikian juga dengan penulis Surat Ibrani yang menyinggung hal Tuhan Yesus sebagai penggenapan janji kepada Abraham itu (6:13 dst). Peristiwa Natal yang pada umumnya dirayakan oleh Gereja Kristen pada bulan Desember ini adalah peristiwa yang dirancang jauh hari. Kelahiran Tuhan Yesus adalah penggenapan janji berkat kepada Abraham. Melalui Tuhan Yesuslah segala bangsa diberkat-Nya yaitu berkat pengampunan dosa dan keselamatan. Kini, masih banyak yang belum menikmatinya. Suatu tantangan bagi orang percaya untuk memberitakannya. (PurT)

No : 50. Edisi Minggu, 12 Desember 2021

JURUSELAMAT DIJANJIKAN

‘’…Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepadamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya’’ (Kejadian 3:15)

Dunia yang diciptakan Allah sebagaimana dilaporkan dalam Kitab Kejadian pasal 1 adalah dunia yang sempurna. Saat Allah mengevaluasinya pada hari keenam dinyatakan bahwa segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik (Kej 1:31). Namun kenyataan hari ini, dunia kita penuh dengan masalah dan kesulitan. Musibah silih berganti, dan mutasi wabah terus menggentarkan penduduk bumi ini. Kesempurnaan ciptaan Allah itu menghilang sejak nenek moyang manusia yang merupakan mahkota dari segala ciptaan Allah itu jatuh ke dalam dosa. Sejak saat itu manusia tidak bisa tidak harus berbuat dosa. Untuk jalani hidup pun menuntut pejuang yang terkadang teramat keras (Kej 3:17-19). Penyakit pun menyertainya sepanjang hidupnya. Namun Allah hakikatnya adalah kasih sebagimana kemudian hari dinyatakan oleh Rasul Yohanes (1 Yoh 4:8,16). Allah tidak membinasakan nenek moyang manusia yang jatuh ke dalam dosa itu. Allah justru merancang jalan keselamatan, jalan pemulihan. Inilah tindakan terutama Allah yaitu mengutus Juruselamat untuk memulihkan keadaan manusia. Di taman Eden itulah janji tentang Juruselamat itu disampaikan (Kej 3:15). Itu sebabnya janji itu disebut sebagai protevanggelion, Injil yang pertama. Sejak peristiwa pengusiran manusia dari taman Eden; Iblis senantiasa merongrong umat manusia keturunan sepasang manusia pertama itu. Namun Allah menyatakan saat masih di taman Eden itu bahwa keturunan perempuan itu yang akan meremukkan kepala Iblis (Kej 3:15). Inilah janji tentang Juruselamat itu. Janji itu diteguhkan sepanjang sejarah kudus dan tercatat rapih di dalam Alkitab, Kitab Suci itu. Janji itu terpelihara dan dinantikan penggenapannya oleh para saleh.

Para nabi yang diutus Allah selain untuk menegur, mendorong dan mengajak umat manusia untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah, para nabi itu mengingatkan juga secara langsung ataupun dengan gambaran kepada janji di taman Eden itu. Tindakan terutama Allah bukan mengutus para nabi melainkan mengutus Juruselamat. Hal ini dikarenakan sejak nenek moyang manusia jatuh ke dalam dosa, manusia tidak memiliki daya untuk menyelamatkan diri. Hal itu sudah tergambar sejak di taman Eden. Adam dan Hawa mencoba menutupi aibnya dengan merangkai daun-daun ara sebagai penutup ketelanjangannya (Kej 3:7). Namun di hadapan Tuhan hal itu tidak memadai, maka Tuhan Allah menggantinya dengan pakaian dari kulit binatang (Kej 3:21). Gambaran itu menyatakan adanya kurban untuk menghapus aib umat manusia. Juruselamat yang dijanjikan sebagai keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular itu harus alami penderitaan yaitu tumitnya diremukkan Iblis. Inilah gambaran penderitaan dan pengurbanan di atas salib itu. Juruselamat itu adalah Tuhan Yesus yang jadi juruselamat bagi segenap manusia. Injil Lukas menulis daftar leluhur Tuhan Yesus hingga Adam. Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan Yesuslah penggenap janji taman Eden itu. Selamat songsong Natal. (PurT)

No : 49. Edisi Minggu, 5 Desember 2021

FIRMAN YANG BERKUASA

... Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibrani 4:12).

Lebih dari setengah abad (696-641 SK) kerajaan Yehuda dirajai dua orang raja yang jahat di mata Tuhan. Mereka mengganti ibadah kepada Tuhan dengan ibadah kepada dewa dan dewi sesembahan para tetangganya. Itu adalah salah satu masa terkelam dalam sejarah bangsa Yehuda saat dirajai oleh Manasye dan Amon (2 Taw 33). Namun putra Amon yaitu Yosia yang menggantikannya dikenal sebagai raja yang baik, sebaik moyangnya yaitu raja Daud (2 Taw 34:1,2). Pada tahun kedelapan masa pemerintahannya, saat ia masih sangat muda ia mulai mencari Allah, dan empat tahun kemudian ia mengadakan pembaruan spiritual atas bangsanya. Ia mengembalikan bangsanya beribadah kepada Allah yang hidup. Pada tahun kedelapan belas masa pemerintahannya, Imam Hilkia menemukan Kitab Taurat (2 Taw 34:14) yang rupanya disembunyikan dalam peti persembahan umat pada masa kelam 2 raja sebelumnya. Saat kitab itu dibacakan di hadapan raja Yosia, hati raja tergoncang dan raja mengoyakkan pakaian tanda duka atas keberdosaan bangsanya selama ini, gerakan pembaruan pun mendapat dorongan yang lebih kuat. Pertobatan nasional yang ditandai dengan pembaruan janji setia kepada Tuhan yang dilakukan di Bait Allah; segenap bangsa dikembalikan imannya kepada Tuhan yang hidup. Seperti yang kemudian dinyatakan dalam kitab Ibrani bahwa Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibrani 4:12). Lebih setengah abad bangsa yang hidup menyimpang dari Firman Tuhan, bertobat dan perbarui imannya kepada Allah yang hidup.

Adalah seorang bapak yang saat itu tinggal di kampung Citepus, Kab Subang. Ia mantan jawara. Ia mendengar Injil kali pertama dari seorang pedagang tembakau yang dari waktu ke waktu datang ke kampungnya. Bahkan satu hari ia dipinjami Perjangjian Anyar (PB dalam bahasa Sunda). Saat bacaannya sampai pada kotbah di bukit (Mat 5: 38-42), ia merasa Kitab itu tidak patut disimak lebih jauh. Saat penjual tembakau itu datang kembali, ia kembalikan Kitab itu dengan ucapan bahwa buat apa kitab pecundang itu dibaca. Sebagai mantan jawara, sikap dalam ayat-ayat itu sebagai tanda orang lemah; sikap pecundang. Namun penjual tembakau itu merespon dengan bijak: “ Anda memang jagoan, tapi apakah Anda bahagia? Baca lagi!” Katanya. Pedagang tembakau tidak memilih untuk berkotbah, ia memilih untuk menyilakan Alkitab, Firman Tuhan itu yang berbicara kepada mantan jawara itu. Firman Tuhan itu memang berkuasa, kemudian menyentuh hati sang jagoan itu. Segala kebanggaan lamanya rontok dan ia putuskan untuk mengikut Kristus. Hidupnya diubah. Perubahannya begitu mengesankan; istrinya, tetangga, kerabat, dan temannya ikut beriman kepada Kristus. Mari kita beritakan Firman itu.

No : 48. Edisi Minggu, 28 November 2021

ALKITAB TURUN KEPADA IMAN

Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca Kitab Nabi Yesaya (KPR. 8:28)

Etiopia termasuk negara tua yang namanya tercatat sejak jaman Musa. Bahkan Bapak Musa yang memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir beristrikan orang dari Kusy, nama lain dari Etiopia (Bil 12:1). Namun wilayah Etiopia saat itu tidak persis sama dengan Etiopia di masa modern. Etiopia yang tertulis dalam Alkitab adalah negara di selatan Mesir. Etiopia pernah menyerbu kerajaan Yehuda dengan pasukan besar. Namun dengan pertolongan Tuhan, Raja Asa, raja Yehuda dengan pasukannya berhasil mengalahkan serbuan Etiopia itu (2 Taw 14:9-15). Dengan interaksi yang sudah sangat panjang itu tidaklah mengherankan bila ada seorang pejabat Etiopia yang menganut keyakinan Yahuda sebagaimana diajarkan oleh Bapak Musa. Hari itu bendahara ratu Etiopia itu dalam perjalanan pulang dari ziarah spiritualnya ke Yerusalem. Di atas kereta tunggangannya itu beliau membaca Kitab Nabi Yesaya (KPR 8:28). Rupanya bagian yang dibacanya itu adalah Yesaya 53:7,8 (KPR 8:32,33). Melalui ayat-ayat itu diaken Filipus membawanya kepada pengenalan akan Tuhan Yesus. Hari itu pejabat Etiopia itu memberi diri dibaptis (KPR 8:38). Adalah seorang pemilik warung kecil di satu kampung di daerah Kudus, Jawa Tengah. Satu sore saat ia menutup warungnya, ia dapati di bangku di serambi warungnya yang kemudian ia tahu bahwa itu adalah Alkitab. Ia menduga Alkitab itu milik salah seorang pembelinya yang tidak sengaja tertinggal di situ. ia simpan dan menunggu pemiliknya datang. Namun setelah beberapa bulan tidak ada yang datang, ia mulai buka buku itu dan membacanya. Dan ia temukan alamat dalam kitab itu. Saat ia ke kota untuk belanja ia mampir ke alamat itu ternyata alamat itu gedung gereja. Ia yang mulai tertarik dengan isi kitab itu, mendapat bimbingan. Selanjutnya ada kunjungan dari orang gereja itu ke kampungnya. Pendek kisah ia dan keluarganya memutuskan untuk beriman kepada Kristus. Kemudian hari di kampungnya itu terbentuk pos pelayanan.

Lain halnya dengan seorang bapak dari Ciater, Jawa Barat. Saat ada perkemahan pemuda gereja di kebun teh; ia dengan petugas kantor desa, lewati area perkemahan itu. Basa-basi ia bertanya, “Ini kepanduan Kristen ya? Ada yang jawab: “Iya”. Saat itu hujan menetes tipis. Ia bertanya lagi, “Punya Injil?” Seseorang menjawab, “Ada, mau bahasa Indonesia atau bahasa Sunda?” Kok ada Injil dalam bahasa Sunda, pikirnya. Ia asal jawab, “Bahasa Sunda.” Ia pun diberi Perjanjian Baru dalam bahasa Sunda. Rekannya yang petugas desa tidak suka, bapak itu membawa Alkitab ke rumah. Ia mulai mengisukan bahwa bapak itu mau jadi Kristen. Akhirnya isu itu sampai ke telinganya bahwa ia dituduh sudah jadi Kristen. Karena tuduhan itu, ia sengaja mulai baca Kitab Injil itu. Kemudian hari ia berjumpa lagi dengan pembina perkemahan pemuda gereja, yang mengunjungi seseorang di daerah itu. Rupanya itu kunjungan untuk belajar Alkitab. Ia ikuti pertemuan itu, setelah beberasa saat ia pun ambil keputusan untuk beriman kepada Kristus. Alkitab itu Firman Tuhan berkuasa menuntun orang untuk beriman kepada Kristus. Puji Tuhan. (PurT)

No : 47. Edisi Minggu, 21 November 2021

KESALAHAN JADI BERKAT

‘…dan apa yang dibisikan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah…’ (Matius 10:27)

Pdt. Alfred Thomas (alm) memakai penggalan ayat di atas sebagai motto untuk radio “Sejahtera” yang pernah didirikannya di Bandung banyak tahun yang lewat. Beliau yakin bahwa salah satu aplikasi dari penggalan ayat tersebut yaitu dengan memancarkan berita Injil melalui siaran radio. Jaman sekarang siaran radio memang tidaklah sepopuler di masa lalu. Pamornya sudah banyak terambil oleh siaran televisi. Bahkan keduanya yaitu siaran radio dan televisi tergerus banyak oleh youtube dan media sosial lainnya. Namun demikian siaran radio pernah, bahkan masih bisa menjadi berkat. Adalah seorang pria dewasa Sunda yang tinggal di Priangan Timur. Kala itu, ia kerap menyimak siaran radio berbahasa Sunda “Beja Kabungahan” (artinya Berita yang menyukakan) yang disiarkan lewat radio gelombang pendek oleh “Far East Broadcasting Company”. Kemudian simakannya itu membawanya kepada keingintahuan lebih jauh tentang pribadi yang mendatangkan sukacita itu yaitu Tuhan Yesus Kristus. Berdasarkan petunjuk dari setiap akhir siaran “Beja Kabungahan”, yaitu bagi yang ingin mengetahui lebih jauh dapat menghubungi alamat kotak Pos yang terdaftar di kantor pos Bandung. Dengan tekad kuat, ia bertolak ke Bandung dan bertanya kepada bagian pelanggan kotak pos, di Kantor Pos Bandung. Dan ia pun mendapatkan alamat penanggung jawab “Beja Kabungahan” itu. Seharusnya pihak kantor pos tidak boleh memberitahukan alamat pelanggan kotak posnya. Namun kesalahan itu justru menjadi berkat.

Tuhan ijinkan ia mendapatkan alamat itu yang kemudian membawanya ke alamat yang dicarinya itu. Menjelang siang hari itu, ia berjumpa dengan seseorang di sana. Ia menjelaskan kerinduannya untuk mengetahui Tuhan Yesus lebih banyak. Pendek kisah, ia mendapat bimbingan yang diharapkannya. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk beriman kepada Tuhan Yesus. Kemudian istrinya menyusul. Lain lagi kisah seorang dewasa muda Sunda lainnya yang saat berstatus mahasiswa pernah mengikuti training untuk menjadi seorang radikalis dalam keyakinan sebelumnya. Sekalipun ia diyakinkan bahwa yang disalibkan itu bukan Tuhan Yesus, ia mulai berfikir keras, setelah mendengar siaran Kristen dari salah satu stasiun radio yang jelas nyatakan bahwa Tuhan Yesuslah yang tersalib itu. Setelah berulang menyimak siaran itu, bahkan beberapa kali jumpa “darat” dengan pengisi acara siaran itu, ia mengambil keputusan untuk beriman kepada Kristus. Pemahaman yang salah telah membawanya kepada kebenaran. Ketika istrinya mengetahui keputusannya itu; istrinya malah senang. Rupanya ia pernah dengar bahwa salah seorang kerabat yang segenerasi dengan neneknya ada yang sudah menjadi pengikut Kristus. Secara ajaib mereka kemudian bisa jumpa. Dua contoh kesaksian dari yang mendengar Injil kali pertama melalui siaran radio. Dukung dan doakan kiranya lebih banyak lagi yang jumpa dengan Tuhan lewat siaran radio atau media komunikasi lainnya. (PurT)

No : 46. Edisi Minggu, 14 November 2021

INJIL UNTUK TEMAN

Kemudian berkatalah Yonatan kepada Daud: ”Pergilah dengan selamat; …” Setelah itu bangunlah Daud dan pergi; … (1 Samuel 20:42,43).

Penggalan ayat di atas adalah penggalan kisah Yonatan, putra Saul, raja bangsa Israel untuk selamatkan Daud, sahabatnya. Yonatan berupaya keras untuk menyelamatkan sahabatnya dari upaya ayahnya untuk membunuh sahabatnya itu. Saul sebagai raja pertama bagi bangsa Israel sudah tidak berkenan kepada Tuhan karena ketidaktaatannya, dan Tuhan sudah menetapkan Daud sebagai penggantinya (1 Sam 16). Ketika raja Saul mendengar bahwa Daud lebih dihargai kepahlawanannya dibanding dirinya, raja Saul sangat marah dan mulai mendengkinya (1 Sam 18:1-9). Saul pun berniat untuk membunuhnya. Namun Yonatan, putranya sangatlah setia kawan, ia berupaya untuk menyelamatkan sahabatnya itu. Kisah persahabatan Yonatan dengan Daud ini menjadi contoh kesetiaan dua orang yang bersahabat untuk saling melindungi sekalipun harus menanggung resiko. Yonatan tidak menghendaki sahabatnya celaka, sebaliknya ia berusaha agar sahabatnya itu selamat dan terhindar dari upaya jahat ayahnya. Setiap orang tentunya memiliki teman dalam ragam relasi. Bisa jadi keakrabannya tidaklah seperti keakraban persahabatan Yonatan dengan Daud. Namun sebagai teman tentunya berharap orang yang menjadi temannya itu selamat dan sehat. Bisa jadi orang itu memberi dukungan lewat doa, dan siap membantu sahabatnya bila dibutuhkan. Penulis Amsal menyatakan bahwa seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran (17:17). Juga dinyatakan bahwa seorang sahabat lebih karib dari pada seorang saudara (18:24).

Seorang pribadi yang telah menikmati perjumpaan pribadi dengan Kristus dan alami sukacita pembaruan hidup di dalam Kristus; wajar bila rindu agar temannya, apalagi sahabatnya untuk mengalami pengalaman serupa dengan dirinya. Tidaklah mengherankan bila banyak orang yang jumpa dengan Kristus lewat kesaksian temannya. Satu hari seorang siswa SMA memberikan selembar traktat kepada teman sebangkunya. Lembar traktat itu adalah bagian dari obrolan ringan dua orang yang berteman itu. Ringkas kisah temannya tertarik dan mulai banyak sediakan waktu untuk mempelajari tentang kasih Kristus. Akhirnya anak SMA itu ambil keputusan untuk mengikut Kristus, sekalipun sempat diusir oleh orang tuanya karena keputusannya itu. Lain waktu seorang mahasiswa mengundang teman kostnya untuk pergi ke gereja dengannya. Kemudian hari teman kostnya itu menyaksikan bahwa ia tidak miliki alasan untuk menolak undangan temannya saat itu, karena temannya itu sangat baik dan hidupnya saleh. Undangan temannya itu adalah awal ia melangkah yang kemudian membuatnya menjadi pengikut Kristus. Seorang pedagang kecil di pasar tradisional, Bandung Selatan, menjadi awal perjumpaan rekan pedagang kecil lainnya untuk jumpa dengan Kristus. Kisah-kisah ini akan terus bertambah- tambah dengan kesaksian teman Anda yang jumpa dengan Kristus melalui pertemanannya dengan Anda. Tuhan memberkati. (PurT)

No : 45. Edisi Minggu, 7 November 2021

INJIL UNTUK KERABAT

Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu (KPR.16:31)

Filipi adalah kota pertama di Eropa yang dijalani oleh Rasul Paulus dkk. Buah Injil pertamanya adalah seorang perempuan penjual kain ungu asal Tiatira. Perempuan pedagang ini kemudian mengajak seisi rumahnya untuk percaya kepada Tuhan Yesus dan memberi diri dibaptis (KPR 16:15). Hari lainnya tim kecil rasul Paulus ini berjumpa dengan seorang hamba perempuan yang dirasuki roh tenung yang dieksploitasi oleh para majikannya. Rasul Paulus dalam nama Tuhan Yesus mengusir roh yang merasuki perempuan itu keluar darinya. Namun peristiwa itu membawa rasul Paulus dan Silas alami hukuman dera dan dijebloskan ke dalam penjara karena dituduh telah mengacaukan kota (KPR 16:20). Tetapi malam itu terjadi gempa bumi, pintu-pintu penjara pun terbuka. Kepala penjara panik karena menyangka penghuni penjara telah kabur. Ia berniat untuk bunuh diri. Rasul Paulus mencegahnya. Pengalaman menyesakkan itu membuatnya terbuka untuk mendengar Injil. Rasul Paulus menyatakan percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan ia serta keluarganya akan selamat (KPR 16:31). Malam itu juga kepala penjara dan seisi rumahnya memberi diri dibaptiskan (KPR 16:33). Adalah seorang imam di Etiopia yang dilahirkan dalam keluarga yang militan. Ia mengorganisasikan kelompok kecil yang sengaja mencegat orang Kristen yang pergi untuk beribadah. Satu kali kelompok ini menghajar orang-orang Kristen yang akan beribadah itu dan Alkitab pun tercecer di tempat itu. Lain waktu ia sendiri menyerang orang Kristen dengan senjata tajam.

Tetapi satu malam ia dikejutkan oleh panggilan suara yang menyebut namanya dan mengajaknya untuk keluar dari lubuk kebenciannya. Ia yakin pengalaman supranaturalnya itu datang dari Tuhannya orang Kristen. Ia mengeraskan hatinya, suara itu datang lagi dan ia menilainya Tuhannya orang Kristen itu marah karena ia jatuh sakit dan seakan ditindih beban berat. Ia berobat ke beberapa rumah sakit, tapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya ia kunjungi rumah seorang misionaris. Misionaris itu menjelaskan Injil keselamatan dalam Tuhan Yesus. Singkat kisah walau ia takut kepada komunitasnya, memutuskan untuk beriman kepada Tuhan Yesus. Keajaiban terjadi hari itu juga bebannya terangkat, penyakitnya hilang; ia sembuh total. Keluarganya kumpul dan ia ceritakan pengalaman supranatural dan pemulihan kesehatannya serta keyakinan barunya dalam Kristus. Sebagian dari kerabatnya juga mengikut jejaknya beriman kepada Kristus. Ia sadar hidup masa lalunya yang kelam penuh kebencian bahkan menganiaya orang Kristen. Selanjutnya ia bersahabat dengan orang Kristen yang semula ia benci itu. Ia pun memberi diri bergabung dengan persekutuan pemberita Injil untuk menyebarkan Injil di seluruh Etiopia. Kekerabatan adalah jalur utama untuk pemberitaan Injil. Di antara orang Sunda 36% orang percaya, kali pertama dengar Injil dari kerabatnya. (PurT)

No : 44. Edisi Minggu, 31 Oktober 2021

INJIL UNTUK MITRA

Kemudian, Ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama Dia dan murid-murid-Nya (Matius 9:10)

Setelah direkrut Tuhan Yesus untuk menjadi murid-Nya, Matius mengadakan jamuan makan (Mat 9:10). Saya yakin sukacita pengenalan dengan Tuhan Yesus begitu meluap dalam Matius, sehingga ingin segera dibagikan kepada para mitranya. Matius mengundang rekan- rekannya sesama pemungut cukai tujuannya tentu agar mereka berjumpa dan mendengar berita pertobatan, sebab Kerajaan Surga sudah dekat (Mat 4:17). Matius adalah contoh seorang professional setelah jumpa dengan Tuhan rindu agar mitra-mitranya alami pengalaman yang sama dengan pengalaman dirinya. Adalah seorang bernama Khaled (Arab Saudi) dengan istrinya Rana (asal Siria) yang pergi ke Amerika Serikat untuk berbulan madu. Khaled begitu kagum akan Amerika Serikat. Ia tergoda untuk menetap di Amerika Serikat. Maka ia dan istrinya berkenalan dengan seorang pengacara yang bisa mengupayakan ijin tinggal dan pekerjaan di Amerika Serikat. Ia adalah seorang biolog yang bekerja dengan gajih bagus di negaranya. Karenanya ia dan istrinya putuskan tidak jadi pindah ke Amerika Serikat sebab gajih yang ia dapatkan di negaranya masih lebih bagus dari pada bila ia bekerja di Amerika Serikat. Saat di Amerika Serikat dengan ditemani pengacara itu ia dan istrinya mengunjungi gedung gereja. Ia ingin tahu, sebab di negaranya tidak ada gedung gereja satu pun. Saat itu terjadi percakapan tentang kekristenan. Rana, sebagai istri begitu kuatir karena suaminya menunjukkan minat untuk mengetahui kekristenan. Saat pengacara itu menawarkan diri untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Rana sengaja menulis pertanyaan-pertanyaannya di atas kertas tissue toilet dengan tujuan menghina. Tapi pengacara itu dengan sopan memberi respon dengan kata-kata: ”Yang penting kan jawabnya.” Rana terkesan dengan sikap pengacara itu. Pengacara itu menantang Khaled untuk mendoakan percakapan di gedung gereja itu. Ia berdoa namun tidak ada perasaan khusus.

Sekembalinya ke negaranya, ia begitu ingin membaca Alkitab, Kitab Suci orang Kristen. Di negaranya tidak ada yang menjual Alkitab. Maka ia mengunduhnya dari internet. Ia rajin membacanya, sampai jauh malam. Satu hari saat pembacaannya sampai kepada peristiwa penderitaan dan penyaliban Tuhan Yesus ia menangis. Istrinya kaget. Khaled begitu tersentuh atas kesediaan Tuhan Yesus menanggung penderitaan sehebat itu demi keselamatan dan pengampunan dosa umat manusia. Sekalipun dihalang-halangi istrinya, akhirnya ia memutuskan untuk beriman kepada Tuhan Yesus. Ia meyakini bahwa Alkitab itu benar, Firman Allah. Rana tahu bahwa suaminya orang baik namun ia menjadi lebih baik lagi. Suaminya begitu sabar sekalipun sering diejek dan dikecam olehnya. Karena ia tidak mau suaminya pindah keyakinan. Mengetahui hal itu, ibunda Rana menyuruh Rana untuk tinggalkan suaminya. Tapi tidak ia lakukan, sebaliknya ia terus berupaya agar Khaled kembali pada agama sebelumnya. Kemudian hari setelah mereka terancam dan melarikan diri dari negaranya, Rana pun ikut beriman kepada Kristus. Mereka mendengar Injil kali pertama dari mitranya, seorang pengacara. (PurT)

No : 43. Edisi Minggu, 24 Oktober 2021

MANUSIA, PEWARTA INJIL (2)

Firman Tuhan : “Mari, pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa, .. (KPR9:11)

Satu waktu Tuhan Yesus bicara secara pribadi dengan seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi yang menjumpai Beliau pada malam hari. Akhirnya, pemimpin agama bernama Nikodemus ini menjadi pengikut Tuhan secara diam-diam (Yoh 3:1 dst; 19:39). Lain waktu Tuhan Yesus berbicara secara pribadi di tepi sumur di Sikhar, Samaria dengan seorang perempuan yang mengisolasi diri menjauh dari kaum perempuan lainnya. Itu sebabnya ia datang ke sumur itu tengah hari, saat yang tidak umum bagi kaum perempuan lainnya. Akhirnya perempuan ini bertobat bahkan menjadi pemberita Injil keselamatan (Yoh 4:4 dst). Tuhan Yesus juga pernah menginap di rumah seorang kepala pemungut cukai Yerikho bernama Zakheus hingga orang ini bertobat (Luk 19:1 dst). Ketiga contoh percakapan Tuhan Yesus di atas adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan pelayanan Beliau mewartakan berita pertobatan karena Kerajaan Sorga sudah dekat (Mat 4:17). Tuhan Yesus begitu rajin berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa dalam memberitakan Injil Kerajaan Allah itu (Luk 8:1). Namun setelah Tuhan Yesus kembali ke Sorga, Tuhan Yesus tidak lagi mewartakan dan mengajak orang untuk bertobat secara langsung. Dalam kasus pertobatan seorang penganiaya orang percaya bernama Saulus, Tuhan Yesus hanya menjumpai radikalis ini menjelang masuk ke kota Damsyik dan menyuruhnya untuk memasuki kota Damsyik (KPR 9: 3-6). Tuhan Yesus kemudian menyuruh Ananias untuk menemui Saulus. Ananiaslah yang diminta- Nya untuk melayani penganiaya jemaat itu hingga bertobat dan memberi diri dibaptiskan (KPR 9:11,18).

Hal itu menunjukkan adanya peralihan tanggung jawab. Sejak Tuhan Yesus kembali ke Sorga, Beliau tidak lagi secara langsung memberitakan berita pertobatan dan pengampunan dosa itu. Tanggung jawab itu sudah Tuhan amanatkan kepada murid-murid-Nya. Pewartaan Injil sudah menjadi tanggung jawab manusia yang sudah menjadi murid Tuhan. Adalah kenyataan, banyak kesaksian dari berbagai tempat di dunia ini tentang perjumpaan mereka dengan Tuhan Yesus secara pribadi; suatu pengalaman supranatural. Namun selanjutnya diteruskan oleh murid Tuhan. Di negara- negara yang “tertutup”, semisal di Asia Selatan dan Asia Barat, banyak kali Tuhan Yesus menjumpai mereka baik melalui mimpi atau penglihatan. Di negara-negara itu kesaksian orang yang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus yang berawal dari pengalaman supranatural itu tinggi sekali, ada yang sampai 80%. Namun sebaliknya misalnya di antara orang Sunda yang kemudian percaya kepada Tuhan Yesus melalui pengalaman mimpi atau penglihatan itu hanya 3%. Adalah kenyataan, jauh lebih banyak lagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus oleh pemberitaan kerabat atau sahabat bahkan dari orang yang awalnya tidak dikenalnya. Manusia, murid Tuhanlah yang terutama sebagai pengemban amanat pewartaan Injil itu. Manusialah yang Tuhan beri kehormatan untuk menjadi pewarta Injil keselamatan itu. (PurT)

No : 42. Edisi Minggu, 17 Oktober 2021

MANUSIA, PEWARTA INJIL (1)

Lalu kata Roh kepada Filipus : “Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!” (KPR 8:29)

Sesaat sebelum Tuhan Yesus kembali ke Surga, Beliau memformulasi ulang warta Injil-Nya dan itulah yang kemudian dikenal sebagai Amanat Agung. Hal ini bukan suatu ketergesaan yang Beliau lupa amanatkan lebih awal kepada para murid- Nya, melainkan amanat itu adalah suatu formulasi baru. Warta Injil ini diamanatkan untuk dilaksanakan oleh para murid-Nya. Suatu amanat yang tatalaksananya adalah semua murid Tuhan sampai Beliau datang Kembali satu hari kelak. Amanat ini sepenuhnya dipercayakan kepada manusia yang telah jadi murid Beliau. Adalah seorang diaken yang terutama ditetapkan untuk urusan sosial (KPR 6:5), namun satu hari ia juga dipakai Tuhan untuk mewartakan Injil di Samaria (KPR 8:4 dst). Lain waktu ia didatangi seorang malaikat yang menyuruhnya menuju wilayah selatan ke jalan dari Yerusalem menuju Gaza. Ternyata di jalan yang sepi itu ada seorang petinggi dari Etiopia, bendahara Sri kandake ratu Etiopia yang sedang dalam perjalanan pulang ke negerinya. Ia pulang berziarah ke Yerusalem. Lalu Roh Kudus berkata kepada Filipus untuk menjumpai pejabat Etiopia itu (KPR 8:29). Saat itu bendahara ratu Etiopia itu sedang membaca Kitab Nabi Yesaya. Filipus pun bertanya kepadanya tentang pemahaman hal kitab yang sedang dibacanya itu. Kemudian Filipus diundang untuk naik ke keretanya dan diminta untuk menjelaskan hal pribadi yang ditulis nabi Yesaya (Yes 53:7,8). Bertolak dari bacaan itu Filipus menjelaskan Injil Hal Tuhan Yesus. Sang pejabat yang adalah seorang mualaf keyakinan Yahudi itu percaya kepada Tuhan Yesus, kemudian memberi diri untuk dibaptiskan. Sukacita pun penuhi dirinya (KPR 8:38,39).

Mengapa bukan malaikat itu yang mewartakan Injil? Memang malaikat akan mewartakan Injil satu hari kelak menjelang kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya (Wah 14:6). Namun pada jaman anugerah yang tumpang tindih dengan jaman Gereja ini, penanggung jawab pewartaan Injil bukanlah malaikat melainkan manusia. Mengapa pula Roh Kudus menyuruh Filipus untuk menemui Pejabat Etiopia itu? Bukankah Roh Kudus juga bisa bicara langsung kepada sang mualaf yang rajin beribadah itu? Adalah benar bahwa Roh Kudus yang secara penuh turun pada hari Pentakosta itu akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8). Namun tanggung jawab pewartaan Injil, bukanlah tanggung jawab Roh Kudus secara langsung. Pewartaan Injil adalah tanggung jawab manusia. Setiap orang yang mengasihi dan menaati Tuhan Yesus, akan didiami Roh Kudus (Yoh 14:15-17). Itulah janji Tuhan Yesus yang penggenapannya terjadi pada saat Pentakosta itu. Roh Kudus itulah yang memberikan kuasa kepada manusia untuk menjadi Saksi Tuhan Yesus (KPR 1:8). Pelaksanaan Amanat Agung pada jaman anugerah ini sepenuhnya dipercayakan kepada manusia. Itu adalah suatu kehormatan yang Tuhan percayakan kepada para murid-Nya. Pewartaan Injil bukan tanggung jawab langsung para malaikat ataupun Roh Kudus, melainkan tanggung jawab kita, setiap orang percaya yang adalah murid Tuhan. (PurT)

No : 41. Edisi Minggu, 10 Oktober 2021

JEMAAT ROMA

Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu-tetapi hingga kini selalu terhalang-agar ditengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain (Roma 1:13)

Roma pada masa Perjanjian Baru ditulis sudah berupa kota besar, pusat kekaisaran Romawi. Roma memiliki 2300 air mancur yang satu di antaranya bernama Trevi yang sekarang sangat dikenal sebagai tempat para turis melemparkan koin dengan harapan bisa mengunjungi Roma Kembali. Surat Roma ditulis untuk jemaat Tuhan di sana. Padahal Rasul Paulus belum pernah ke Roma; niat untuk kunjungi jemaat Roma itu selalu terhalang (Rom 1:13; 15:22). Surat Roma ditulis sekitar empat tahun sebelum Rasul Paulus berjumpa dengan jemaat Roma ini. Kalau Rasul Paulus belum pernah ke Roma, siapakah yang merintis dan mendirikan jemaat Tuhan di kota ini? Sekalipun Rasul Paulus juga Rasul Petrus kemudian hari mati syahid di kota Roma, namun tidak ada bukti bahwa jemaat ini dirintis oleh kedua rasul itu. Sangat mungkin jemaat ini seperti halnya persekutuan Damsyik diawali oleh para peziarah. Mereka adalah yang mengalami pembaharuan rohani saat peristiwa pencurahan Roh Kudus di Yerusalem di hari Pentakosta itu. Kisah Para Rasul jelas mencatat bahwa di antara para peziarah itu ada yang datang dari Roma (KPR 2:10). Sangat mungkin, sukacita yang meluap akibat pengalaman beriman kepada Kristus itulah yang mendorong para peziarah itu untuk membagikan pengalamannya itu kepada kerabat dan sahabat mereka. Mereka adalah orang- orang Kristen biasa, bahkan belum lama mengalami perjumpaan spiritualnya dengan Kristus, namun mereka telah menjadi penabur benih Injil di kota metropolitan Roma.

Dalam suratnya kepada jemaat Roma ini Rasul Paulus berharap bisa mampir dan berbagi berkat untuk menghasilkan buah iman dengan warga jemaat Roma itu (Rom 1:13). Beliau merencanakan perkunjungan itu saat beliau berencana untuk memberitakan Injil ke Spanyol (Rom 15:24). Rupanya rasul pemberita Injil untuk bangsa bukan Yahudi itu (Rom 15:16) sangat rindu berjumpa dengan jemaat Roma ini. Rupanya beliau sudah mengenal cukup banyak warga jemaat itu saat beliau memberitakan Injil di daerah Asia. Dalam pasal 16 Surat Roma ini rasul Paulus menulis salam kepada 26 nama yang telah beliau kenal. Bisa jadi para pendatang dari Asia ini adalah juga para pemberita Injil di kota Roma ini. Mereka pun adalah orang-orang Kristen biasa yang juga dipakai Tuhan sebagai pemberita Injil yang luar biasa yang kemudian melahirkan jemaat di kota Roma. Akhirnya sebagai terdakwa yang naik banding kepada kaisar Romawi, Rasul Paulus tiba di kota Roma dan berjumpa dengan jemaat Roma. Bahkan sesaat sebelum sampai di Roma, beliau berjumpa dengan jemaat Tuhan di Putioli. Juga ditemui oleh jemaat di Forum Apius dan Tres Taberne (KPR 18:13-15). Jemaat-jemaat di kota Roma ini hadir karena peran orang Kristen biasa yang luar biasa. (PurT)

No : 40. Edisi Minggu, 3 Oktober 2021

PERSEKUTUAN DAMSYIK

Saulus tinggal beberapa hari bersama-sama dengan murid-murid di Damsyik (Kisah Para Rasul 9:19)

Damsyik adalah salah satu kota tertua di dunia. Pada tahun 1979 ditetapkan sebagai situs warisan dunia. Hampir dua melinium lalu di salah satu rumah yang terletak di Jalan Lurus, seorang calon rasul Tuhan Yesus bertobat dan dibaptiskan (KPR 9:11,18). Mulanya ia datang ke kota ini dengan niat untuk menangkapi orang-orang yang mengikuti Jalan Tuhan (KPR 9:2). Mereka adalah para pengikut Kristus yang kemudian hari disebut Kristen (KPR 11:26). Penganiaya ini rupanya mendengar bahwa di kota Damsyik itu telah terbilang banyak orang yang mengikut Jalan Tuhan ini. Indikasinya terbaca pada KPR 9:19. Kitab Kisah Para Rasul tidak melaporkan bahwa pernah ada seorang rasul yang sengaja datang mewartakan Injil ke Damsyik. Walau demikian di kota yang dikenal dalam sejarah lama sebagai ibu kota kerajaan Aram yang ditaklukkan Asyur pada tahun 732 SK telah ada persekutuan orang percaya. Kalau bukan para rasul siapa yang memberitakan Injil di kota tua ini? Sangat mungkin yang mula-mula memberitakan Injil di Damsyik adalah orang-orang Yahudi yang bermukim di sana dan yang turut berziarah ke Yerusalem dalam rangka Paskah- Pentakosta. Pada saat peristiwa Pencurahan Roh Kudus saat Pentakosta di Yerusalem itu, mereka bertobat. Mereka adalah yang merespon kotbah perdana Rasul Petrus hari itu dan yang memberi diri untuk dibaptis (KPR 2:37,38). Sekembalinya ke Damsyik mereka membagikan kesaksian hal pengalaman istimewa yang dialaminya di Yerusalem. Mereka inilah yang menebarkan benih Injil di kalangan orang-orang Yahudi yang bermukim di Damsyik.

Kesaksian Injil di Siria ini bertambah kuat saat sebagian para pengungsi akibat aniaya yang pecah di Yerusalem (KPR 8:1-4) sampai juga di negara ini. Bisa jadi sebagiannya memberitakan Injil di Damsyik, yang lainnya terus hingga ke Antiokhia yang juga kota di Siria. (KPR 11:19). Para pemberita Injil, orang Kristen biasa ini menunjukkan karya luar biasanya sebagai penebar benih Injil di tanah Aram (Siria). Mereka menjadi para saksi yang efektif kepada sesama orang Yahudi yang tidak sedikit jumlahnya dan yang telah menjadi penduduk kota Damsyik. Sungguh orang Kristen biasa tidak bisa diabaikan perannya dalam pemberitaan Injil. Sejarah gereja di kemudian hari di mana pun meneguhkan peran orang Kristen biasa ini dalam pemberitaan Injil dan penanaman gereja. Ananias adalah salah seorang murid Tuhan di kota Damsyik ini. Satu hari ia dipanggil Kristus untuk melayani seorang bernama Saulus, penganiaya murid Tuhan yang datang ke Damsyik. Namun orang itu telah dipilih Tuhan untuk menjadi saksi-Nya bagi bangsa-bangsa lain, raja- raja, dan orang-orang Israel (KPR 9:15). Walau dengan kegentaran sebab Ananias sudah mendengar niat kedatangan radikalis itu ke Damsyik, ia menjumpainya dengan wibawa dari Tuhan ia melayani Saulus sang radikalis itu. Saulus celik kembali dan memberi diri dibaptiskan (KPR 9:18). Ananias, orang Kristen biasa dipakai Tuhan untuk melayani Saulus, calon rasul lintas budaya. (PurT)

No : 39. Edisi Minggu, 26 September 2021

PENGUNGSI PEMBERITA

Mereka yang tersebar itu menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil (Kisah Para Rasul 8:4)

Dampak dari perajaman terhadap Stefanus, syahid pertama dalam sejarah gereja mula-mula adalah penganiayaan terhadap jemaat Yerusalem (KPR 8:1). Maka terjadilah pengungsian dari warga jemaat yang disekutukan dengan Stefanus. Mereka meninggalkan Yerusalem ke tempat yang dinilainya lebih aman di seluruh Yudea dan Samaria. Mereka mengungsi hindari aniaya, mereka takut karena terjadi sweeping dari rumah ke rumah. Upaya membinasakan jemaat mula-mula ini begitu gencar (KPR 8:3). Adalah manusiawi mereka lari menghindari penangkapan dan penganiayaan. Mereka menyelamatkan diri mencari tempat yang lebih aman. Namun Lukas, penulis Kitab Kisah Para Rasul ini melaporkan hal yang luar biasa yang tidak lajim bagi para pengungsi. Mereka melarikan diri, keluar dari Yerusalem karena status mereka sebagai murid Tuhan Yesus. Berstatus murid Tuhan Yesus saat itu beresiko aniaya bahkan kematian. Tetapi kasih mereka kepada sesama rupanya begitu kuatnya, sehingga rasa takut itu dikalahkannya. Mereka pun memberitakan Injil (KPR 8:4). Padahal karena Injil itulah mereka harus mengungsi, namun keyakinan bahwa hanya Injil adalah jalan bagi pertobatan dan pengampunan dosa yang harus diberitakan kepada segala bangsa (Luk 24:47), mereka pun memberitakannya. Fantastik!!! Lingkup pemberitaannya adalah seluruh negeri itu. Karena aniaya pecah di Yerusalem; jemaat yang bubar tinggalkan Yerusalem itu jadi pemberita Injil. Injil pun mulai menyebar ke seluruh negeri. Orang Yahudi mencoba membinasakan jemaat satu-satunya saat itu, malah karena upaya pembinasaan itu Injil tersebar, dan benih bagi penanaman jemaat baru mulai disemai. Fantastik!!!

Rupanya para pengungsi itu sebagiannya melintas tapal batas memasuki wilayah Siria dan sekitarnya. Mereka sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia. Mulanya mereka hanya memberitakan Injil kepada orang sebangsanya yaitu orang Yahudi (KPR 11:19). Namun kemudian Injil diberitakan juga kepada orang-orang Yunani (KPR 11:20). Sebagaimana janji Tuhan, kuasa Tuhan sertai mereka (KPR 1:8), maka sejumlah besar orang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus, sebagai Tuhan dan dan Juruselamat (KPR 11:20). Jemaat Antiokhia pun lahir; inilah jemaat kedua setelah jemaat Yerusalem. Sejarah mula-mula pewartaan Injil ini menghadirkan peran luar biasa dari warga jemaat biasa. Status mereka pengungsi pula. Namun kasih yang memenuhi hati mereka begitu meluap. Kasih mereka kepada Tuhannyalah yang membuat mereka taati amanat Tuhan untuk memberitakan Injil. Kasih mereka kepada sesama yang membuat mereka mampu kalahkan rasa takutnya. Inilah semangat jemaat mula-mula dalam pemberitaan Injil. Fantastik!!! Sejak awal kelahiran gereja, peran orang Kristen biasa dalam pemberitaan Injil begitu besar. Sejarah gereja di manapun di dunia ini meneguhkan prinsip ini. Dan Tuhan akan terus memakai orang Kristen biasa menjadi para pemberita Injil yang efektif. Puji Tuhan (PurT)

No : 38. Edisi Minggu, 19 September 2021

KERABAT DAN TEMAN DALAM PEMBERITAAN INJIL

Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).” (Yohanes 1:41)

Pada mulanya Yohanes dan Andreas adalah murid Yohanes Pembaptis. (Yoh 1:35,40). Saat gurunya menunjuk Tuhan Yesus, sejak hari itu mereka menjadi murid Kristus. Yohanes yang menulis Injil Yohanes ini memberi kesaksian awalnya ia bersama Andreas mengikut Kristus dan tinggal bersama Kristus (Yoh 1:39). Tentu keduanya menikmati sukacita besar atas perjumpaannya dengan Kristus yang menjadi pengharapan para saleh saat itu. Andreas segera menjumpai dan mengabari saudaranya yaitu Simon tentang perjumpaannya dengan Kristus (Yoh 1:40,41). Ia membawa saudaranya itu kepada Kristus. Kelak Simon yang kemudian digelari Kefas atau Petrus oleh Kristus lebih menonjol dibanding dirinya yang telah lebih dahulu menjadi murid Kristus dan yang memperkenalkan Kristus kepadanya. Inilah kekuatan Andreas, ia jumpa Kristus dan segera memperkenalkan Simon saudaranya yang lebih berpotensi menjadi pemimpin. Ia tidak merasa terlangkahi oleh saudaranya itu. Filipus orang sekota dengan Andreas juga berjumpa dengan Kristus dan diajak- Nya untuk menjadi murid-Nya (Yoh 1:43). Seperti halnya Andreas, perjumpaan dengan Kristus itu meneguhkan keyakinannya bahwa Kristus ini adalah penggenapan dari janji yang telah tertulis dalam Kitab Taurat dan Kitab para nabi. Filipus pun bertemu dengan Natanael, seorang saleh, hidup tanpa kemunafikan dan yang juga menantikan janji akan datangnya Mesias (Yoh 1:45, 47). Filipus pun mengabari hal perjumpaannya dengan Mesias. Filipus dengan antusias mengajak Natanael untuk berjumpa langsung dengan Kristus secara pribadi (Yoh 1:47).

Kisah di atas adalah sepenggal kisah para murid mula-mula dari Kristus. Kita membaca bahwa orang yang berjumpa dengan Kristus (tentu mengalami sukacita) segera memperkenalkan Kristus kepada saudara atau temannya. Hal ini kemudian menjadi prinsip abadi hingga hari ini. Orang-orang Sunda generasi pertama yang jumpa dengan Kristus mengaku pertama kali mendengar tentang Kristus dari kerabatnya. Orang yang mendengar Kristus lewat kerabatnya ini sebesar 36%. Sedangkan yang mendengar Kristus pertama kali lewat temannya adalah 22%. Peran kerabat dan teman dalam pemberitaan Injil di antara orang Sunda ini sebanyak 58%. Jauh lebih besar dibanding dengan mereka yang mendengan Injil kali pertama dari para penginjil atau pendeta yaitu 25%. Tanpa mengurangi penghargaan kepada para penginjil dan pendeta, adalah tantangan untuk membina warga jemaat, orang Kristen biasa untuk menjadi saksi Tuhan. Peran orang Kristen biasa ini teramat fantastik tidak mungkin diabaikan. Mereka adalah alat Tuhan yang efektif untuk mengajak saudara atau temannya kepada Kristus. Pendekatannya sangat personal dan alamiah, tidak rumit; karena relasi mereka adalah kerabat atau teman. Pendekatan ini menghindari kecurigaan ataupun anggapan-angpan negatif lainnya. Terbukti orang Kristen biasa ini adalah pemberi andil luar biasa dalam pemberitaan Injil. Inilah kesaksian Alkitab dan pengalaman sejarah. (PurT)

No : 37. Edisi Minggu, 12 September 2021

KESAKSIAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN GEREJA

Karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan, (Kisah Para Rasul 11:24)

Sebelas persen dari orang Sunda yang mengambil keputusan untuk beriman kepada Kristus mengaku karena melihat kesaksian hidup orang Kristen yang baik. Peragaan hidup orang percaya itu telah menjadi pendorong bagi sebagian orang Sunda untuk meyakini bahwa Tuhan Yesus telah membuat pengikut sejatinya berkelakuan baik. Kesalehan yang hadir dalam hidup keseharian orang percaya telah memberi andil dalam pewartaan Injil. Sejarah Gereja mula-mula yang tercatat dalam Kitab Kisah Para Rasul meneguhkan hal itu. Para petobat pertama yaitu mereka yang datang kepada Tuhan setelah mendengar khotbah perdana rasul Perus di Yerusalem disukai semua orang. Sangat mungkin mereka menghadirkan kehidupan saleh yang sangat mengesankan sehingga semua orang menyukai mereka. Akibatnya setiap hari jumlah orang percaya bertambah (KPR 2:47). Barnabas adalah seorang saleh. Penginjil Lukas menyatakan bahwa nama aslinya adalah Yusuf, kemudian para rasul menggelarinya dengan nama Barnabas. Sapaan itu diberikan kepada Yusuf, orang Lewi asal Siprus itu karena hidupnya telah menjadi penghiburan atau memberi dorongan pemberanian kepada orang lain (KPR 3:36). Saat seorang radikalis, penganiaya orang percaya karena kebenciannya kepada para pengikut Kristus itu bertobat, banyak orang meragukannya. Barnabaslah yang menyambutnya, ia meyakini kesungguhan pertobatan Saulus, penganiaya jemaat muda itu. Barnabas pula yang memperkenalkan Saulus serta meyakinkan para rasul tentang kesungguhan pertobatan Saulus. Hal itu menyatakan bahwa Barnabas berhati mulia, tidak membiarkan kecurigaan menghuni pikirannya. Ia telah memberi dorongan berharga bagi Saulus sejak awal pertobatannya (KPR 9:26,27).

Barnabas pulalah yang kemudian diutus para rasul untuk menjadi gembala gereja Antiokhia. Gereja ini hadir sebagai buah kesaksian para murid Tuhan, orang- orang percaya biasa yang “kabur” dari Yerusalem, akibat penganiayaan yang terjadi terhadap orang percaya (KPR 8:4; 11:19-21). Disini pun Barnabas memberi dorongan agar jemaat baru itu tetap setia kepada Tuhan. Rupanya kesalehan hidup seorang Barnabas ini begitu mengesankan. Ia dikenal sebagai orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman, maka sejumlah orang dibawa kepada Tuhan (KPR 11:24). Buah pertobatan yang nyata; hidup yang diubah, dibarui dalam Kristus pada gilirannya menjadi pendorong bagi orang lainnya untuk datang juga kepada Kristus. Kristuslah yang membaharui hidup orang yang beriman kepada-Nya (2 Kor 5:17). Adalah seorang pemuda Sunda yang pergi ke kota Bandung untuk bekerja Dalam perjalanan hidupnya ia beriman kepada Kristus. Walau sudah hidup di kota dan memiliki penghasilan, setiap kali mengunjungi orang tuanya yang tinggal di desa, ia tetap adab dan rendah hati. Kesaksian hidupnya itu membuat orang tuanya sangat terkesan. Pada gilirannya kedua orang tuanya pun menjadi pengikut Kristus. Kiranya hidup kita turut menopang pertumbuhan Gereja Tuhan. (PurT)

No : 36. Edisi Minggu, 5 September 2021

DIMERDEKAKAN UNTUK BERBUAH

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Efesus 2:10)

Pemerdekaan spiritual adalah penganugerahan kemerdekaan atas orang berdosa yang terbelenggu dalam hidup kedagingan. Sebagai orang berdosa yang berada dalam murka Allah, secara spiritual sudah mati. Namun dilimpahi rahmat karena kasih-Nya. Ia dihidupkan, diselamatkan, dibangkitkan bahkan dikaruniai tempat di sorga. Hidup lamanya yang dimatikan (Efs 2:1- 6 Band 2 kor 5:17). Status baru yang dinikmati orang berdosa itu bukan karena upaya keagamaannya, bukan karena usahanya, melainkan semata-mata karunia Allah dalam Kristus. Maka sekalipun telah memiliki status baru, orang yang merdeka, tidak miliki jasa untuk dimegahkan (Efs 2:8,9). Namun ada maksud besar dari Allah dalam habitat barunya itu yaitu untuk melakukan pekerjaan baik (Efs 2:10). Tanpa buah, pemerdekaan itu tidak mencapai maksud utamanya, bahkan bisa mendatangkan bencana. Konon kabarnya ada kejadian di perbatasan wilayah Amerika Serikat dengan Kanada. Seorang kelasi warga Kanada yang menghabiskan masa cutinya di Amerika Serikat, kehabisan uang dan waktu cutinya pun habis. Padahal esok paginya wajib lapor pada kesatuannya. Malam terakhir itu ia menunggu ada mobil yang lewati jalan raya yang menghubungkan kedua negara tersebut untuk ikut menyebrang. Sekira pukul 22.00 mobil jenazah lewat dan ia cegat. Kepada sopirnya ia sampaikan niat untuk ikut menumpang karena kedaruratan. Sopir menyatakan bahwa tidak ada tempat sebab di sebelahnya rekan sesama sopir tidur pulas, siapkan diri untuk menggantinya kendarai mobil itu setelah lewat tengah malam. Namun dengan mendesak kelasi itu bersedia duduk di kabin belakang yang mengangkut jenazah. Pendek cerita kelasi itu duduk menghadapi peti jenazah yang tidak dikenalnya.

Jelang subuh, dalam suasana dingin dan sunyi, serta tidak bisa tidur. Ia berniat menghangatkan badannya dengan merokok, namun tidak miliki korek api. Maka ia beringsut ke depan membuka jendela pemisah dengan ruang sopir seraya menyentuh pundak sopir untuk meminjam korek api. Sang sopir yang menyangka jenazah hidup Kembali (rupanya rekan yang digantikannya lupa memberitahunya bahwa ada seorang kelasi yang ikut menumpang kendaraan mereka), begitu kaget dan takut, tidak bisa mengendalikan kendaraannya sehingga terperosok ke dalam parit. Bisa saja kisah di atas mengandung kelucuan. Namun intinya tidak ada seorang pun yang mengharapkan jenazah hidup kembali. Demikian juga Allah tidak mengharapkan manusia lama yang terbelenggu dalam kebiasaan lama, setelah dimerdekakan dan diberi status baru, kembali hidup dalam kebiasaan lamanya. Hal itu bisa mendatangkan musibah. Hidupnya bisa menjadi batu sandungan dan bisa jadi penghambat orang lain untuk beriman kepada Kristus. Alkitab menulis orang berdosa itu telah diciptakan (baru) dalam Kristus untuk menghasilkan perbuatan baik. Perbuatan baik itu adalah buah imannya. Perbuatan baik itu jadi hakikat hidup barunya. (PurT)

No : 35. Edisi Minggu, 29 Agustus 2021

KEMERDEKAAN SPIRITUAL

“… Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri….” (Matius 22:39)

Pada masa Tuhan Yesus di Kanaan, Beliau kerap berinteraksi dengan kaum agamawan. Mereka sangat taat menjalani ritual-ritual keagamaannya. Perpuluhan mereka patuhi dengan baik (Mat 23:23b), doa mereka Panjang (Mat 23:14b), mereka memualafkan orang (Mat 23:15). Namun Tuhan Yesus mencela mereka dengan keras karena kemunafikannya (Mat 23:23a). Mereka adalah pengajar agama namun tidak melakukan dalam hidupnya sendiri (Mat 23:3). Mereka adalah orang beragama namun hidupnya tidaklah kudus; spiritualitasnya rendah. Tuhan Yesus datang bukan untuk mendirikan agama baru, melainkan untuk memerdekakan orang dari belenggu dosa (Mat 1:21b), termasuk orang Yahudi yang bangga dengan agamanya. Orang Yahudi begitu bangga sebagai keturunan bapak Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Tetapi Tuhan Yesus mengingatkan bahwa mereka adalah hamba dosa. Dan Tuhan Yesus datang untuk memerdekakan mereka dari dosa itu (Yoh 8:33-36). Tuhan Yesus mengerjakan banyak hal saat Beliau di Kanaan itu. Beliau mengajar, beliau menyembuhkan banyak orang sakit, dan mengerjakan banyak sekali mujizat. Tuhan Yesus pun memberi makan ribuan orang dan menyatakan kasih serta kepedulian kepada siapapun. Namun tujuan utama kedatangan-Nya adalah memerdekakan orang dari dosanya; inilah kemerdekaan spiritual itu. Paulus adalah salah seorang yang alami pengalaman dimerdekakan oleh Tuhan Yesus. Ia sorang agamawan yang terdidik keras sebagai orang Farisi (KPR 22:3). Ia dikenal sejak muda sebagai orang yang menjalani hidup keagamaannya dengan keras dan menjadi orang Farisi dari mazhab yang paling keras (KPR 26:4,5). Ia sangat giat membela agamanya, ia menganiaya, bahkan membunuh para pengikut Jalan Tuhan yang dianggapnya merongrong wibawa agamanya (KPR 22:4). Tetapi kemudian ia berjumpa dengan Kristus yang memerdekakannya; hidupnya diubah. Kebanggaan lamanya ia buang dan diganti dengan Kristus (Fil 3:7,8).

Dalam suratnya setelah menjadi rasul Kristus kepada jemaat di kota Roma, ia menulis: Kamu telah dimerdekakan dan menjadi hamba kebenaran (Rom 6:18). Sebagai orang merdeka, setiap orang percaya diminta untuk menyerahkan anggota-anggota tubuhnya menjadi hamba kebenaran yang akan membawanya ke dalam proses pengudusan (Rom 6:19). Dalam hidup seorang hamba kebenaran akan hadir kesalehan. Kesalehan yang merupakan buah dari hidup yang dipimpin Roh Kudus. Inilah hidup dalam kuasa kemerdekaan; yang memerdekakannya dari hidup kedagingan (Gal 5: 16). Seperti halnya negara yang merdeka, tidak mau kembali berstatus terjajah. Sekali merdeka, tetap merdeka. Dalam spiritualitas pun jangan kembali jadi hamba dosa. Beragama namun hidup dalam dosa dengan spiritualitas rendah, bisa menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Kaum Farisi dan agamawan lainnya pada jaman Tuhan Yesus di Kanaan ditegur Tuhan Yesus karena spiritualitasnya yang rendah. Sebaliknya hidup spiritualitas yang tinggi membawa dampak pada pertambahan orang percaya kepada Kristus (KPR 11:24). Muliakanlah Tuhan dengan hidup spiritualitas tinggi. (PurT)

No : 34. Edisi Minggu, 22 Agustus 2021

SEMANGAT KEMERDEKAAN

“… Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri….” (Matius 22:39)

Seorang tokoh berkata bahwa kita patut berterima kasih kepada orang Jawa. Karena saat kongres pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda, mereka sebagai suku terbesar tidak memaksakan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional. Mereka rela mendukung bahasa yang berakar dari bahasa Melayu yang kemudian disebut sebagai bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional negara yang dicita-citakannya saat itu. Seandainya para pemuda Jawa memaksakan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional, bisa jadi “nasib” NKRI seperti India sekarang. Hampir 17 tahun kemudian Soekarno- Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Saat itu belum ada kesepakatan hal Undang-Undang Dasar negara yang baru diproklamasikan itu, sebab masih menyisakan masalah pada mukadimah dan beberapa pasal dalam draft UUD itu. Namun dengan semangat kesatuan, merdeka dari keterpisahan, merdeka dari perpecahan hal kebinekaan itu dihargai penuh, diterima sebagai pemerkaya. Maka NKRI mewujud dengan wilayah kepulauan yang menyatukan belasan ribu pulau dan ratusan budaya serta suku itu di bawah panji Bhinneka Tunggal Ika. Saat ini, saat bangsa Indonesia songsong perayaan 76 tahun sebagai bangsa merdeka, baik kita merenung hal kebinekaan dan ketunggalikaan ini. Kebinekaan adalah satu keniscayaan. Ratusan suku dan sub suku serta budayanya dan keyakinan keagamaannya adalah pengisi kebinekaan itu. Para pendiri negara ini menyadari bahwa kebinekaan ini tidak mungkin dihapuskan. Namun bisa dipersatukan dengan semangat kesatuan, kebersamaan dan kebesaran hati untuk saling menghargai, termasuk menghargai kebinekaan itu.

Adalah kenyataan pula sepanjang sejarah NKRI upaya untuk memisahkan diri dari kesepakatan para pendiri bangsa ini; bahkan upaya untuk menyeragamkan kebinekaan ini kerap terjadi. Hal toleransi pun kerap menipis paling tidak pada sebagian warga negara ini. Lima tahun terakhir ini nyaris tragedi perpecahan bangsa terjadi. Kehidupan sosial-politik didasari oleh sentimen etnis dan keagamaan nyaris merobek Kebhinneka- Tunggal Ikaan yang merupakan warisan para pendiri negara ini. Sebagai pengikut Kristus dan warga dari negara yang besar ini sepatutnya turut menghargai kebinekaan yang sekaligus mensyukuri ketunggalikaannya. Suku atau subsuku bisa berbeda, keyakinan dan budaya yang juga kerap tidak sama, namun dalam terang hukum utama dari Tuhan Yesus, semuanya adalah sesama dalam kemanusiaan. Panggilan kita adalah menyatakan kasih kepada sesama manusia sebagai wujud ketaatan kepada hukum utama Tuhan Yesus itu (Mat 22:39). Selain itu mewujudkan nilai mengasihi sesama manusia adalah sebagai peran kita dalam merawat Kebhinneka Tunggal Ikaan yang telah menjadi panji bahkan payung besar 76 tahun perjalanan sebagai bangsa merdeka. Bagaimana dengan panggilan pemberitaan Injil? Pemberitaan Injil adalah wujud lain dari mengasihi sesama. Namun dalam pelaksanaannya bukan dengan pemaksaan demi keseragaman. Sebagai yang mengasihi sesama sekalipun beritanya tertolak, kasih kepada sesama tetap harus dipelihara. (PurT)

No : 33. Edisi Minggu, 15 Agustus 2021

SAKSI YANG DAMAI

“… Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu….” (Matius 11:28)

Amy Ghazel lahir di Syria dari keluarga yang terbilang ketat dalam menjalani keagamaannya. Saat ia sadar bahwa ia seorang wanita dan mulai pahami posisi wanita dalam komunitasnya, ia begitu kecewa. Ia seakan protes karena dilahirkan sebagai wanita, mengapa tidak dilahirkan sebagai seorang pria. Dalam komunitasnya seorang wanita banyak alami perlakuan buruk. Seorang wanita bisa dipukul karena banyak bertanya saat belajar agama. Pahala surga pun tidak dijamin. Karenanya ia merasa tidak damai dalam jalani keagamaannya. Saat berusia 18 tahun, keluarganya berimigrasi ke Mesir. Di sana ia tinggalkan semua kewajiban keagamaannya. Usai kuliah bahasa Inggris, ia bekerja pada biro perjalanan yang membawanya ke Amerika Serikat. Di sana ia bertemu jodohnya. Ia menikah dengan seorang dokter yang seiman dengannya. Namun suaminya kerap memukulnya sesuai dengan keyakinan keagamaannya. Tiga tahun kemudian mereka bercerai. Damai yang didambakannya lebih menjauh, Amy merasa hidupnya betul- betul gagal. Namun ia tidak punya keberanian untuk bunuh diri. Dalam kondisi putus asa itu rekan kerjanya mengajaknya ke gereja. Namun ia takut salah lagi, sebab Yesus Kristus diyakini sebagai manusia namun sekaligus sebagai Tuhan. Hal itu sulit dipahaminya. Tiba-tiba ia alami sakit yang membawanya ke rumah sakit, ternyata ia harus jalani operasi karena batu ampedu. Ia begitu sedih dan putus asa, ia tidak miliki biaya dan tidak miliki kerabat di rantau itu. Saat terbaring menunggu jadwal operasi, malam itu ia berseru kepada Tuhan Yesus yang ia tahu banyak menyembuhkan orang sakit. Dan ia meminta kalau betul Beliau itu Tuhan untuk menyatakan hal itu kepadanya.

Beberapa saat kemudian ruangannya dipenuhi cahaya dan cahaya itu mendekatinya dan seakan berdiri di samping tempat tidurnya dan mengucapkan kalimat di atas (Mat 11:28). Saat itu Amy belum tahu bahwa ucapan itu tertulis dalam Injil. Namun ia tahu yang datang itu Tuhan Yesus. Ia pun sembuh, tidak jadi jalani operasi dan dokter mengijinkannya pulang. Ia merasakan damai yang luar biasa dan kemudian ia beriman kepada Kristus. Ia pun tidak lagi menyesali dirinya sebagai seorang wanita. Kisah pengalaman di atas bukan hanya dialami Amy karena bukan semata untuk Amy. Tuhan Yesus yang dinubuatkan Nabi Yesaya sekitar 740 tahun sebelum kelahiran-Nya adalah Raja Damai (Yes 9:6). Beliau tetap memberi damai kepada siapa saja yang datang dan beriman kepada-Nya. Sedangkan orang percaya seperti Amy adalah para saksi Sang Damai itu. Dalam dunia yang sedang digentarkan oleh Covid-19 ini, rasa takut begitu merasuki hidup manusia. Damai seakan menjauh. Saat inilah dibutuhkan para saksi Sang Damai. Selain menyaksikan-Nya secara verbal, juga secara nonverbal. Hadirkan kelegaan di tengah kegentaran, hadirkan keyakinan iman di tengah keputusasaan. Hadirkan penghiburan di tengah kesedihan. Tuhan Yesus, Raja Damai itu adalah tetap sama, kemarin maupun hari ini dan sampai selamanya (Ibr 13:8). (PurT)

No : 32. Edisi Minggu, 8 Agustus 2021

YANG SEMENTARA DAN YANG KEKAL

…. Lalu aku memuji Yang Mahatinggi dan membesarkan dan memuliakan Yang Hidup Kekal itu, karena kekuasaan-Nya ialah kekuasaan yang kekal… (Daniel 4:34)

Nebukadnezar, raja Babel, negara adidaya saat itu hidup dalam kemuliaan (Dan 4:4,30). Namun kemudian mengalami “sakit jiwa” yang parah dan berkelakuan seperti hewan selama tujuh tahun (Dan 4:33). Segala kemuliaannya hilang berganti dengan kehinaan dan sederajat dengan hewan. Kemuliaan, kemegahan, ataupun kekuasaannya adalah kesementaraan. Kekaisaran Romawi yang pernah menjadi kekaisaran adidaya, telah lama surut dan tinggal artefaknya. Kejayaan budaya India yang sangat berpengaruh terhadap banyak komunitas di Asia Tenggara, telah lama pula surut. Inggris yang pernah menjadi penguasa lautan dan menjajah paling banyak negara di dunia ini, telah surut juga. Sekarang keadidayaan Amerika serikat pun sedang menyurut. Kekuasaan dan pengaruh militer atau social-budaya pun bersifat sementara. Flu Spanyol melanda dunia pada tahun 1918. Flu ini dikabarkan menjangkiti 500 juta penduduk dunia dan menelan korban tewas antara 17-50 juta jiwa bahkan ada yang menduga hingga 100 juta (termasuk penduduk Hindia-Belanda). Wabah ini terjadi saat perang dunia pertama sedang berlangsung; maka pergerakan militer turut serta dalam penyebaran flu ini. Wabah yang menakutkan dan yang menelan korban lebih banyak dari korban perang dunia saat itu, berakhir juga pada tahun 1920. Wabah, pandemik dan penderitaan adalah juga kesementaraan. Sekarang dunia sedang diharu-birukan oleh wabah “flu” lainnya. Hampir tidak ada negara yang bebas dari varian “flu” saat ini.

Penduduk dunia yang terpapar menurut laporan pertengahan Juli 2021 ini berjumlah 196 juta dan yang tidak tertolong 4,19 juta orang. Suatu angka yang jauh lebih sedikit dibanding flu Spanyol 100 tahun sebelumnya. Akankah wabah ini berakhir? Sekalipun wabah yang sedang melanda dunia saat ini diyakini banyak pihak sebagai wabah hasil rekayasa “segolongan” orang, namun dari kaca mata spiritual, wabah ini pun bersifat sementara. Satu hari akan berhenti pula. Raja agung Nebukadnezar alami pemulihan Kesehatan dan kuasanya setelah ia mengakui, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga yang kekal. Hanya kerajaan Sorgalah yang kekuasaan dan kerajaannya kekal (Dan 4:34). Pengikut Kristus pada tiga abad pertama alami penderitaan hebat. Di bawah kuasa kekaisaran Romawi yang besar itu, mereka tidak berdaya. Namun mereka beriman teguh kepada Tuhan- nya yang kekal, kemarin, hari ini dan selamanya (Ibr 13:8). Hingga hari ini pengikut Kristus masih ada, sedangkan kekaisaran Romawi sudah lama sirna. Pengikut Kristus akan tetap ada hingga Kristus datang kembali. Namun dituntut ketaatan kepada Sang Raja Sorga yang kekal sekalipun ikut terpapar oleh penyakit yang sedang mewabah ataupun hadapi kesulitan-kesulitan yang terkait. Mohon kepada Raja Sorga agar diberi hikmat menghadapi agenda “segolongan” orang yang merekayasa wabah ini. Karena kuasa “segolongan” orang itu pun bersifat sementara. Hanya Raja Sorga yang kekal. (PurT)

No : 31. Edisi Minggu, 1 Agustus 2021

ANDALKAN TUHAN

Iblis bangkit melawan orang Israel dan membujuk Daud untuk menghitung orang Israel (1 Tawarikh 21:1)

Saat itu Raja Daud telah mencapai puncak kejayaannya. Daud ditopang para panglimanya yang sangat loyal membawa Kerajaan Israel menjadi kerajaan yang kuat dan disegani. Mereka telah mengalahkan musuh-musuhnya dalam peperangan secara militer. Namun kemudian terjadilah peperangan rohani. Israel diserang oleh Iblis (1 Taw 21:1). Daud terbujuk Iblis untuk banggakan diri pada kekuatan militernya, bukan banggakan Tuhannya yang selama ini memberinya kemenangan-kemenangan. Tuhan pun tidak berkenan, kali ini Tuhan memberi tiga pilihan hukuman kepada Daud: (1). Tiga tahun kelaparan, (2) tiga bulan dikejar-kejar musuh, (3) tiga hari sampar (1 Taw 21:11,12). Teramat sulit bagi Daud untuk memilihnya, namun kemudian pilihannya adalah menyerah kepada tangan Tuhan yang selama ini menjadi andalannya itu (1 Taw 21:13). Musibah pun terjadi. Dalam tiga hari saja 70.000 orang tewas oleh sampar (1 Taw 21:14). Pada masa ini dunia sedang digoncangkan oleh “sampar” yang disebut Covid-19. Dunia pun diporakporandakannya. Ketakutan masyarakat umum luar biasa. Segala tatanan kehidupan bahkan norma- norma yang ditetapkan oleh Tuhan sebagaimana tertulis dalam Alkitab, banyak yang tidak bisa dilaksanakan. Mental, emosi, kejiwaan umat manusia tergoncang hebat. Hal ini tentu terbilang perang rohani untuk jaman ini. Ibadah komunitas tidak bisa dilangsungkan, nasihat Firman Tuhan tidak bisa diwujudkan (Ibr 10:25). Kunjungi kerabat, saudara seiman terkendala, sehingga tidak bisa meneladani kebiasaan para rasul (KPR 9:32). Saudara yang sakit tidak bisa dikunjungi (KPR 9:33,34). Melayat saudara yang meninggal pun dinilai tidak bijaksana, apalagi oleh yang sudah senior (KPR 9: 39). Bahkan sekedar berjabat tangan pun tidak lagi dianjurkan, apalagi saling memeluk sebagai wujud pelepas kangen harus dihindari. Inilah buah dari serangan Iblis jaman ini.

Kelihatannya, Iblis telah merasuki “segolongan” manusia yang gila kuasa yang bangga akan kekuatan intelek dan finansialnya. Mereka berupaya untuk lebih kuat lagi mencengkram dunia ini. “Sampar” ini bukanlah penyakit biasa, dan telah banyak pihak yang menyimpulkannya sebagai wabah yang direncanakan. Maka lahirlah istilah plandemic. Seorang rekan mengirimkan cuplikan film yang sudah dirilis pada tahun 2011 lalu berjudul Contagion. Hal yang dituturkan dalam film itu mirip sekali dengan mewabahnya Covid-19 sekarang ini. Apa hal ini kebetulan? Ataukah penulis ceritanya saat itu “bernubuat” yang terwujud hampir 10 tahun kemudian? Adalah sah kalau ada yang menilai bahwa film itu adalah bagian dari rencana itu. Sangat bisa jadi “segolongan” orang itu memesan pada penulis cerita dan memfilmkannya seakan pengumuman awal bahwa nanti akan terjadi seperti dalam film itu. Dan sekarang terwujud. Karena ini adalah perang rohani, kita harus andalkan Tuhan. Seperti halnya Daud, bertobat dan Kembali berserah kepada Tuhan. Kata Yakobus Iblis harus dilawan (Yak 4:7). (PurT)

No : 30. Edisi Minggu, 25 Juli 2021

JANGAN TAKUT

…Majulah, dudukilah, seperti yang difirmankan kepadamu. Janganlah takut dan janganlah patah hati (Ulangan 1:21)

Saat itu kami bertiga alami penundaan terbang (delayed) sampai empat jam dalam penerbangan Bandung- Manado. Tentu pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun bangsa Israel alami penundaan untuk memasuki tanah perjanjian sampai 40 tahun. Hal itu terjadi karena mereka alami ketakutan yang hebat saat mendengar laporan dari 10 pengintai yang dikirim bapak Musa. Dua pengintai yang yakin bahwa Tuhan akan memberi kemenangan justru nyaris dilempari batu (Bil 14:10). Perjalanan Panjang pun tidak terhindari bangsa yang sudah keluar dari Mesir dengan pertolongan Tuhan itu semuanya habis dalam penundaan 40 tahun itu, kecuali Kaleb dan Yoshua, dua pengintai yang andalkan Tuhan itu. Justru anak-anak merekalah yang diijinkan masuk tanah perjanjian itu. Padahal orang tuanya mengkuatirkan anak-anak mereka akan jadi tawanan penduduk Kanaan (Bil 14:3). Rasa takutlah yang melumpuhkan mereka. Saat ini pun rasa takut rasuki banyak orang. Sejak Maret tahun lalu, tidak ada hari tanpa berita tentang Covid-19. Setiap hari berita tentang keterpaparan dan yang jadi korban Covid-19 mengisi ruang-ruang keluarga. Saat seseorang demam, batuk-batuk, sakit kepala, tingkat rasa takutnya meningkat. Saat jalani test antigen, apalagi Swab PCR menyatakan positif rasa takut tambah merasuk. Karena takut itu banyak yang berpenyakit asma, hipertensi, paru, diabetis, tiba-tiba menjadi sesak, napasnya tersengal. Padahal menyimak data itu yang dinyatakan terpapar Covid-9 sampai 15 Juli 2021 ini berjumlah 2.726.803 orang, angka yang sembuh luar biasa besarnya yaitu 2.176.412 orang, sedangkan yang tidak tertolong hanya 70.192 orang atau 2,57 %. Terlebih jumlah ini dalam jangka waktu sekitar 16 bulan. Sebagai perbandingan angka kematian nasional di negara kita sepanjang tahun 2019 sebelum ada kasus Covid-19 ini berjumlah 1,6 juta orang. Sayangnya saat ini seakan tidak ada orang yang alami kematian selain oleh Covid-19.

Angka kematian itu terbilang kecil namun dengan pemberitaan yang besar telah menciptakan ketakutan yang sangat besar. Padahal ketakutan itulah yang pernah melumpuhkan bangsa Israel. Ketakutan ini pula yang berandil merengut hidup banyak orang. Ada cerita lama dari Damaskus, tentang wabah yang sedang menuju kota itu. Saat berjumpa dengan rombongan kafilah yang bertanya kepada pembawa wabah itu tentang tujuannya. Diberitahukan mereka menuju Damaskus untuk mencabut nyawa 1.000 orang penduduknya. Namun kemudian yang terjadi penduduk Damaskus yang tewas itu berjumlah 50.000 orang. Saat kafilah itu berjumpa kembali dengan pembawa wabah, mereka protes karena yang jadi korban 50.000 orang, bukan 1.000 orang. Pembawa wabah menyatakan mereka hanya mencabut nyawa 1.000 orang, yang 49.000 orang itu meninggal karena ketakutan. Betapa hebatnya korban ketakutan itu. Janganlah takut dan janganlah patah hati (Ul 1:21). Berhentilah mengisi kepala dengan berita negatif, hentikan konsumsi berita Covid. Sukacitakan hati. (PurT)

No : 29. Edisi Minggu, 18 Juli 2021

TUBA DIBALAS SUSU

“ Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34)

Peribahasa air susu dibalas dengan air tuba, dibalikkan oleh ajaran dan sikap Tuhan Yesus. Suatu pengajaran yang luar biasa yang disampaikan dan diperagakan Tuhan Yesus sepanjang hidup-Nya di tanah Kanaan. Seorang mantan jawara yang saat itu tinggal di Kabupaten Subang, saat pertama kali membaca Kotbah di Bukit dalam Injil Matius, mengatakan ajaran Itu sebagai ajaran pecundang. Namun kemudian ia terpesona dan datang kepada Kristus. Norma umum adalah: ”Mata ganti mata dan gigi ganti gigi” (Mat 5:38). Namun Lex Talionis atau Hukum balas membalas ini oleh Tuhan Yesus diubah menjadi: “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu.” (Mat 5:39). Bahkan Tuhan Yesus mengajak murid- murid-Nya: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5:44). Tuhan Yesus mengajar: “… Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?... apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?...” (Mat 5:46,47). Berbeda dengan kebanyakan pemimpin agama saat itu yang pengajarannya bagus namun peragaan hidupnya sering tidak bagus. Mereka hidup dalam kemunafikan (Mat 23:3). Tuhan Yesus konsisten; hidup Beliau adalah peragaan dari pengajaran- Nya. Saat Beliau menderita sengsara yang teramat hebat, di atas kayu salib, diolok- olok dan dicerca, justru Beliau menyampaikan syafaat bagi orang-orang yang memusuhi-Nya. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34).

Saat kaum Kristen dicela dan keyakinannya dinista serta keleluasaannya dibatasi oleh sebagian warga lainnya, inilah waktu untuk menghayati pengajaran dan sikap Tuhan Yesus. Tidaklah perlu membalas dengan mencela, apalagi menistakan keyakinan mereka. Sekalipun gedung gereja sering jadi sasaran perusakan atau ibadah diganggu, bahkan kubur pun dirusak. Tidaklah perlu naik pitam apalagi membalas. Membela hak sebagai warga negara tentu dijamin oleh Undang-Undang Dasar atau undang-undang, namun demikian tetap, tidak disertai niat untuk balas dendam. Zakharia adalah orang Kristen satu- satunya di satu sekolah di Sudan. Ia pandai dan unggul dalam banyak hal dari siswa lainnya. Yassir sangat membencinya, sebab ia berfikir harusnya ialah yang menonjol itu. Ia dengan rekan-rekannya satu malam mencegat dan menganiaya Zakharia dengan hebat dan meninggalkannya di tepi hutan antara hidup dan mati. Sejak itu Zakharia tidak pernah kelihatan lagi. Tetapi 25 tahun kemudian, saat Yassir sudah bertobat, ia dijumpai seseorang yang menanyakan asalnya. Yassir beri kesaksian, setelah dengar kesaksian Yassir, orang itu menangis. Yassir heran, orang itu ternyata Zakharia, yang tampak bekas-bekas aniaya di wajahnya. Di halaman pertama Alkitabnya ada nama Yassir. Dan ia menyatakan sejak ia tahu bahwa Yassir membencinya ia mulai mendoakan Yassir, karena yakin Yassir perlu berjumpa dengan Kristus. Saat itu Zakharia terharu, doanya terwujud. Yassir sendiri saksikan kasih Kristus dalam diri Zakharia. (PurT)

No : 28. Edisi Minggu, 11 Juli 2021

SALEH DAN SALAH

“tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, (1 Petrus 1:15)

Ada cerita lama dari benua Eropa tentang seekor rubah yang mengingini buah anggur. Satu hari ia pergi ke kebun anggur, saat itu petani menanam anggur dengan rambatan cukup tinggi. Ketika rubah itu melihat anggur-anggur bergantungan di atas rambatannya, ia pun melompat untuk meraih anggur tersebut. Namun tidak bisa mencapainya; ia terus berusaha, namun loncatannya tambah rendah karena tenaganya terkuras. Akhirnya ia tinggalkan kebun anggur itu dengan murung. Di tengah jalan ia ditanya oleh rubah lain tentang rasa buah anggur itu. Ia menjawab dengan ketus bahwa ia tidak suka buah anggur itu karena rasanya asam dan pahit. Ceritera di atas bagus sebagai ilustrasi tentang hidup kudus atau saleh. Seseorang bisa hidup kudus namun dengan terpaksa. Bisa jadi karena ia takut pada akibatnya, bisa juga karena tidak bisa. Kesalehan yang terpaksa itu tentu saja dijalani dengan murung. Misalnya seseorang tidak selingkuh karena takut diketahui pasangannya, atau karena ia tidak memiliki cukup biayai untuk hidup berselingkuh. Seperti rubah itu yang bilang tidak suka anggur yang sebenarnya karena tidak bisa meraihnya. Hidup “setia” kepada pasangannya seperti itu sangat riskan. Bisa saja bila jauh dari pasangannya atau sudah memiliki uang, sangat mungkin orang itu berselingkuh. Tuhan menghendaki umatnya hidup kudus (1 Pet 1:15), hadirkan sesaksian hidup yang saleh (1 Pet 1:14). Karena kesalehan hidup itu adalah yang dikehendaki Tuhan (1 Pet 1:16). Penghayatan sebagai orang tebusan Tuhan (1 Pet 1:18) adalah hidup yang dipimpin Roh Kudus yang akan menghasilkan sikap hidup yang kudus pula.

Walau demikian seorang yang hidup saleh belum tentu tidak alami tantangan. Tuhan Yesus sendiri menampilkan hidup yang saleh, namun banyak mengalami kesulitan terutama dari para pemimpin Yahudi. Bisa saja orang mempertanyakan kesalehan orang percaya itu. Bisa jadi orang saleh dimusuhi karena dianggapnya tidak kompak dan lingkungannya memusuhinya. Misalnya dalam hal korupsi atau kejahatan lainnya. Bisa juga karena keyakinannya berbeda, walau hidup saleh tetap tidak disukai. Bisa saja jadi sasaran penistaan karena beriman kepada Kristus (1 Pet 4:14). Rasul Petrus menasihati penerima suratnya untuk tetap menghadirkan sikap hidup yang benar, sekalipun hidup di tengah ketidakramahan lingkungan. Beliau menegaskan adalah kasih karunia kalau harus menderita karena hidup saleh daripada menderita karena hidup salah (1 Pet 2: 19,20). Selanjutnya beliau menulis janganlah menderita karena membunuh atau mencuri, menjadi penjahat atau pengacau tetapi jika menderita sebagai orang Kristen (yang saleh) maka janganlah malu, melainkan hendaklah memuliakan Allah dalam nama Kristus (1 Pet 4:16). Adalah lebih baik menderita karena berbuat baik (saleh), kalau hal itu dikehendaki Allah, daripada menderita karena berbuat jahat (salah) (1 Pet 3:17). Kata saleh dan kata salah hanya berbeda satu huruf. Namun berbeda makna. Mari hadirkan kesalehan, karena itu yang dikehendaki Tuhan. Kesaksian mulut ditopang kesaksian hidup. (PurT)

No : 27. Edisi Minggu, 4 Juli 2021

TAKUT KEPADA ALLAH

“… Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:17,18)

Ancaman, pemaksaan sampai tawaran, bujukan dan iming-iming untuk meninggalkan iman kepada Kristus adalah hal yang sangat kerap dialami banyak orang percaya hingga hari ini. Bahkan tidak bisa disangkali banyak juga yang menyerah karena takut atau menerima bujukan untuk berpindah keyakinan itu. Ada yang dipaksa tanggalkan imannya kalau mau tetap hidup. Ada yang terbujuk untuk kenaikan pangkat, atau promosi jabatan. Ada yang ganti KTP demi mendapat banyak kemudahan. Tidak sedikit juga yang ganti keyakinan sekedar untuk mendapat modal usaha, bahkan ganti iman karena asmara. Sekitar tahun 537 Sebelum Kristus tiga orang pemuda Yahudi yang dibawa sebagai tawanan ke Babel alami kondisi yang mengancam. Sebagai orang yang sangat taat kepada Allah sekalipun berstatus para kepala daerah (Dan 2:49) dilaporkan kepada raja. Dilaporkan karena tidak taati perintah untuk memuja dewa dan menyembah patung emas yang didirikan raja Nebukadnezar (Dan 3:12). Saat dihadapkan kepada raja, dan diberi peluang untuk menyembah patung emas itu, ketiganya menyampaikan sikap imannya seperti kutipan ayat di atas. Mereka lebih takut kepada Allah dari pada kepada ancaman raja. Resikonya mereka harus mati sjahid demi imannya itu. Mereka menyatakan bahwa bila Allah sanggup menyelamatkan, pasti mereka akan diselamatkan-Nya. Namun bila tidak, mereka tetap tidak akan meninggalkan imannya (Dan 3:17,18). Mereka teguh dalam keyakinan imannya kepada Allah yang hidup. Mereka siap alami resiko, sekalipun harus kehilangan nyawa dalam perapian yang mengancamnya (Dan 3:19).

Mereka telah menjadi teladan iman. Sekalipun mereka sebagai pejabat daerah, namun mereka adalah warga minoritas yang berstatus orang buangan. Mereka lebih takut dan taat kepada Allah dari pada kepada rajanya. Sekalipun menghargai raja yang dilayaninya; namun loyalitas utamanya tetap kepada Allah. Mereka tidak memohon kepada Allah untuk menghukum raja yang memaksanya untuk menyembah patung emas. Mereka tidak pikirkan statusnya sebagai kepala daerah yang akan tanggal, bahkan mereka siap kehilangan nyawanya demi keyakinan imannya. Allah, pemilik hidup yang kita yakini di dalam Kristus tentu mampu lindungi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Allah telah menyelamatkan Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari dalam dapur api Nebukadnezar bahkan sang raja lantas memuji Allah yang diimani ketiga pahlawan iman itu (Dan 3:24-29). Namun tidak jarang pula Allah mengijinkan umat-Nya alami mati syahid (Wah 6:9- 11). Rasul Petrus diselamatkan, namun rasul Yakobus Tuhan ijinkan alami mati syahid (KPR 12:1-19). Keteguhan iman saat terancam, ataupun saat dibujuk adalah masalah hati. Lebih takutlah kepada Allah dari pada kepada manusia. (PurT).

No : 26. Edisi Minggu, 27 Juni 2021

PERTANGGUNG JAWABAN IMAN

… kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka yang menfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu (1 Petrus 3:15,16).

Akhir-akhir ini serangan, fitnahan, cacian ataupun sekadar mempertanyakan iman kristiani bertambah gencar. Sebenarnya upaya seperti itu berlangsung sejak awal kehadiran kekristenan di bumi ini. Namun akhir- akhir ini menjadi lebih tampak sebab media yang dipakainya lebih gampang diakses oleh lebih banyak orang. Tuduhan bahwa orang Kristen “kafir”, akan masuk neraka karena Kristus-nya pun di neraka, atau masalah yang lebih klasik yaitu anggapan bahwa orang Kristen menyembah tiga Allah adalah contohnya. Belum lagi mereka yang menganggap orang Kristen itu najis, pelahap makanan najis. Ada pula yang menilai (terutama) bahwa wanita Kristen itu telanjang di muka umum. Apalagi pihak yang menganggap Alkitab sudah dipalsukan atau orang Kristen mempertuhan manusia. Bisa jadi tuduhan, celaan, fitnah bahkan caci maki itu bisa menyesakkan dada. Alkitab memberi dasar yang kuat bahwa ada kewajiban untuk memberi jawab. Mereka itu bisa dinilai sedang mempertanyakan keyakinan dan harapan kita dalam Kristus. Inilah ruang bagi kita untuk mempertanggungjawabkan iman dan pengharapan kita dalam Kristus itu. Alkitab mengajak kita untuk senantiasa siap sedia pada segala waktu untuk memberi pertanggungjawaban itu kepada siapa saja (1 Pet 3:15). Bisa jadi masalahnya senantiasa berubah, namun kita harus tetap siap sedia, yang diawali oleh pengudusan Kristus sebagai Tuhan dalam hati kita. Artinya menjadikan Kristus itu Tuhan, karena Tuhan Yesus adalah Tuhan. Kita tidak mempertuhan Tuhan Yesus melainkan mengakui Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan menjadikannya sebagai Tuhan secara pribadi juga.

Namun Alkitab juga mengajari kita saat mempertanggungjawabkan iman itu harus dengan sikap yang benar. Sikap benar yang lahir dari kesalehan hidup itu adalah lemah lembut, hormat dan dengan hati nurani yang murni (1 Pet 3:16). Sekalipun tuduhan itu menyakitkan, kita tetap harus menghormatinya karena, mereka tidak memahami atau hanya sekedar mengkopi tuduhan orang lain. Dengan lemah lembut artinya tidaklah harus dengan sikap kasar atau berang. Bahkan Rasul Petrus mengingatkan jangan membalas kejahatan dengan kejahatan atau caci maki dengan caci maki, sebaliknya untuk memberkati mereka (1 Pet 3:9). Tujuan pertanggungjawaban itu pun bukan untuk mempermalukan, melainkan dengan hati nurani yang murni menyatakan kasih kepada mereka yang belum tahu kebenaran alkitabiah itu atau kepada mereka yang menyalahpahami keyakinan iman kita di dalam Kristus. Memberi pertanggungjawaban seraya mensyukuri karunia pertobatan dan pengampunan dosa (Luk 24:47). Syukur serta pujian juga kepada Allah atas kepastian selamat di dalam Kristus (Yoh 3:18,36). Inilah kabar baik yang harus dibagikan kepada semua orang. (PurT)

No : 25. Edisi Minggu, 20 Juni 2021

ALPHA dan OMEGA (3)

“Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah … Yang Mahakuasa” (Wahyu 1:8)

Kekaisaran Romawi adalah kekaisaran dengan wilayah kekuasaannya sangat luas yang meliputi sebagian Eropa, Afrika Utara dan Asia Barat. Selama dua setengah abad orang Kristen sangat teraniaya. Pada masa awal penganiayaan di jaman kaisar Domitianus, orang Kristen diteguhkan oleh keyakinan bahwa Tuhan Yesus yang mereka yakini itu adalah sang Alfa dan Omega. Saat itu kaum Kristen tidak berdaya, tidak miliki kuasa politik, tidak ada politikus Kristen. Tidak miliki partai apalagi laskar yang bisa melindungi mereka. Sedangkan kekaisaran Romawi sangatlah digjaya. Mereka berusaha untuk menghancurkan kekristenan. Orang- orang Kristen seakan tidak miliki harapan untuk bertahan menghadapi kekaisaran Romawi ini. Orang Kristen sungguh tidak berdaya, mereka hanya berserah dan berharap kepada Allah sang Pantokrator. Inilah makna ketiga dari ungkapan Alfa dan Omega yaitu Yang Mahakuasa (Why 1:8). Gelar Yang Mahakuasa ini adalah terjemahan dari Pantokrator yang dipakai enam kali dalam Kitab wahyu ini. Rasul Yohanes meneguhkan jemaat yang sedang dalam ancaman ini untuk bersandar dan teguh beriman kepada Sang Alfa dan Omega yang Mahakuasa itu. Di belakang orang Kristen yang tidak berdaya itu hadir Raja yang sangat berkuasa yaitu sang Pantokrator (Why 19:6). Seakan rasul Yohanes menegaskan bahwa kaisar Domitianus yang berkuasa itu sebenarnya kekuasaannya sangat terbatas, sedangkan Allah dalam Kristus adalah Mahakuasa. Tidak ada kekuatan yang bisa mengalahkan Allah Yang Mahakuasa itu. Tidak kelihatan namun nyata. Inilah rahasia iman kristiani.

Maka lengkaplah pemahaman di balik gelar Alfa dan Omega itu. Tuhan Yesus dan Allah (Bapa) adalah pribadi yang sempurna, yang keberadaannya kekal dari masa sebelum ada waktu hingga setelah waktu ini berakhir (dari kekal hingga kekal). Selain itu Tuhan Yesus dan Allah (Bapa) adalah pribadi Yang Mahakuasa. Keyakinan iman orang Kristen mula- mula ini tidak sia-sia. Mereka bertahan di tengah fitnah, cela, aniaya bahkan pembantaian dan akhirnya datang hari kemenangan itu. Hari itu tidak diraih oleh perjuangan para tentara, kepiawaian politikus atau pengaruh dari para konglomerat, melainkan anugerah sang Alfa dan Omega. Konstantinus Agung dalam perjuangannya memperebutkan kuasa tunggal kekaisaran Romawi mendapat ilham dari tanda salib. Dan dengan tanda salib itu ia rebut kemenangan dari lawannya yaitu Maxentius dan Lisinius. Dan pada tahun 313 mengeluarkan Dekrit Milan yang memberi kesetaraan hak kepada orang Kristen. Bahkan semua properti dan harta orang Kristen lainnya yang terampas harus dikembalikan. Sang Pantokrator hadir di balik gereja yang tidak berdaya itu. Kelegaan didapat karena iman. Inilah pelajaran berharga bagi kaum Kristen sepanjang jaman. Allahlah yang harus jadi andalan kita. Alfa dan Omega, Yang Mahakuasa. (PurT)

No : 24. Edisi Minggu, 13 Juni 2021

ALPHA dan OMEGA (2)

“Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada, yang akan datang,…” (Wahyu 1:8)

Seorang rekan walau dengan nada tidak serius manyatakan bahwa semut diciptakan untuk dipencet. Di balik ucapan tidak serius itu adalah kenyataan bahwa semut dan binatang lain dilahirkan atau menetas itulah titik awal kehidupannya, dan lain waktu, dimangsa, dipencet, diinjak atau mati dengan cara lainnya itulah titik akhir hidupnya. Sedangkan manusia titik awalnya ketika dikandung dan dilahirkan bundanya, namun manusia tidak ada titik akhirnya sebab sekalipun alami kematian ia akan meneruskan hidupnya di sebrang sana. Halnya dengan Tuhan Allah, Beliau tidak miliki titik awal ataupun titik akhir. Beliau hadir dari kekal hingga kekal. Yang ada, yang sudah ada dan yang akan datang (Why 1:8). Makna kedua dari ungkapan Alfa dan Omega adalah kekal. Baik Tuhan Yesus maupun Allah Bapa yang dalam Kitab Wahyu ini menyatakan diri sebagai Alfa dan Omega adalah Pribadi yang kekal. Sekalipun Tuhan Yesus telah alami kematian, Beliau bangkit kembali dan hidup untuk selamanya (Why 1:18). Kitab Wahyu juga mengaitkan ungkapan Alfa dan Omega itu dengan ungkapan yang Awal dan yang Akhir. Ungkapan ini dalam Wahyu 21:6 dan 22:13 dalam bahasa aslinya memakai kata arche dan telos. Keduanya tidak menekankan sebagai titik waktu melainkan arche sebagai sumber sedangkan telos sebagai tujuan atau goal. Dengan makna itu maka segala sesuatu bersumber pada Allah (saat awalnya diciptakan) dan akan kembali menghadap Allah. Dengan kalimat lain hidup manusia yang bersumber pada Allah akan mempertanggungjawabkannya kepada Allah pula. Senada dengan penyataan ini, Rasul Paulus dengan ilham yang sama menulis: Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia (Rom 11:36).

Dalam konteks meneguhkan iman orang Kristen di masa kaisar Domitianus, penerima Kitab Wahyu mula-mula itu diyakinkan bahwa kaisar Domitianus hanya sementara. Dan memang sementara, ia memerintah sebagai kaisar Romawi hanya untuk 15 tahun (81-96). Selain itu orang Kristen diteguhkan untuk menyembah hanya kepada Allah saja. Juga untuk bergantung kepada Allah saat itu dan selamanya. Domitianus yang memerintah kekaisaran Romawi itu satu hari digotong ke pemakaman; perannya pun berakhir. Kemudian Domitianus pun harus menghadap Allah dan mempertanggungjawabkan peran dan tindakannya selama ia hidup di dunia ini kepada Allah. Kerena Allah adalah Sang Telos. Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menghindar dari keharusan menghadap Allah itu. Orang Percaya sebagai pengikut Tuhan Yesus yang sudah mati dan bangkit kembali yang adalah jalan pertobatan dan pengampunan dosa haruslah berbahagia. Berbahagia karena saat menghadap Allah kelak, segala dosanya sudah dihapus oleh darah Tuhan Yesus. Dengan kepercayaan yang agung seperti itu, selayaknya bangga dan teguh tidak untuk bergeser atau berfikir untuk menukar keyakinannya. Karena Kristuslah sang Alfa dan Omega. Pribadi yang kekal itu. Inilah keyakinan Injili yang meneguhkan itu. (PurT)

No : 23. Edisi Minggu, 6 Juni 2021

ALPHA dan OMEGA (1)

“Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah …” (Wahyu 1:8)

Saat itu kaisar Domitianus (81-96) memaksa rakyatnya untuk menyembah dirinya sebagai our Lord and God Domitian. Orang Kristen harus memilih antara kaisar atau Kristus, dalam upaya menghancurkan kekristenan saat itu. Suatu kondisi yang mulai menyesakkan hidup orang percaya. Rasul Yohanes yang sedang jalani hukuman buang ke pulau Patmos (Why 1:9) menerima wahyu dari Tuhan yang di antaranya menyatakan Diri sebagai sang Alfa dan Omega (Why 1:8; 2:8; 21:6; 22:13). Tujuan utamanya saat itu adalah meneguhkan hati dan iman orang percaya yang menghadapi tantangan berat akibat tuntutan untuk menyembah kaisar Romawi. Alfa dan Omega terambil dari abjad bahasa Yunani. Alfa adalah huruf pertama, sedangkan omega adalah huruf terakhir dari abjad bahasa Yunani itu. Namun penyataan “Aku adalah Alfa dan Omega” maknanya adalah lengkap atau sempurna, tidak miliki kekurangan. Ungkapan ini setara dengan ungkapan dari aleph sampai tau; misalnya penyataan Abraham memegang firman dari aleph sampai tau yang bermakna memegang firman secara lengkap, utuh. Saat ungkapan alfa dan omega ini jadi penyataan Diri Tuhan Yesus hal itu bermakna bahwa Tuhan Yesus adalah pribadi yang sempurna, pemilik segala sesuatu dan tidak membutuhkan tambahan apapun dari sumber lain. Namun juga ungkapan alfa dan omega ini dipakai juga oleh Allah Bapa (Why 21:6). Bahkan dalam Yesaya 44:6 penyataan Allah (Bapa) itu diikuti dengan penyataan bahwa tidak ada Allah lain selain Diri Beliau. Jadi penyataan Tuhan Yesus kepada rasul Yohanes di pulau Patmos itu mengandung pula pemahaman bahwa Tuhan Yesus adalah sehakikat dengan Allah Bapa.

Dalam konteks meneguhkan iman orang Kristen yang sedang menghadapi bahaya saat itu, penyataan Tuhan Yesus bahwa Beliau adalah Alfa dan Omega, mengandung pemahaman bahwa Tuhan Yesuslah pribadi yang sempurna itu. Sedangkan kaisar Domitianus bukanlah pribadi yang sempurna. Orang Kristen diteguhkan untuk setia beriman kepada Tuhan Yesus, pribadi yang sempurna dan jangan menukar imannya kepada kaisar sekalipun ia mengaku dirinya sebagai tuhan dan allah. Melalui rasul Yohanes, Tuhan Yesus menambahkan bahwa Dirinya pernah mati namun hidup kembali dan terus hidup untuk selamanya, bahkan Beliau adalah pemegang segala kunci maut dan kerajaan maut (Why 1:17,18). Implikasinya sekalipun beriman kepada Kristus bisa beresiko kematian karena tidak menyembah sang kaisar. Namun tidak usah gentar sebab Tuhan Yesuslah pemegang kunci maut itu. Orang percaya saat itu tambah yakin bahwa pilihan iman mereka adalah benar. Sekalipun mereka hadapi ancaman, mereka tetap beriman kepada Tuhan yang sempurna. Kaisar Domitianus miliki keterbatasan, jauh dari sempurna. Sedangkan Tuhan Yesus sempurna, dan penguasa semesta yang jauh lebih berkuasa dibanding sang kaisar. Mari kita bercermin dari pengalaman generasi awal orang percaya saat mereka hadapi pilihan sulit. (PurT)

No : 22. Edisi Minggu, 30 Mei 2021

ROH KUDUS TURUN

“… Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran…. Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu (Yohanes 14:16,17).

Waktu yang terbilang singkat, namun sangat berkualitas, membuat para murid gentar untuk alami perpisahan dengan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus pun memberi jaminan bahwa Beliau tidak akan meninggalkan para murid itu sebagai yatim piatu (Yoh 14:18). Tuhan Yesus harus menjalani sengsara salib, mati dan kembali ke Surga demi keselamatan orang berdosa. Untuk mengganti peran-Nya yaitu menyertai para murid-Nya akan turun Roh Kudus yang disebut juga Roh Kebenaran atau Roh Allah. Roh Kudus itu akan sertai orang percaya selama-lamanya dan akan tinggal di dalam diri orang percaya (Yoh 14:16,17). Seperti halnya pribadi Bapa dan Tuhan Yesus, Roh Kudus pun sudah hadir sebelum segala sesuatu tercipta. Karena Allah Tritunggallah yang menciptakan segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan itu. Roh Allah hadir saat penciptaan (Kej 1:2). Roh Allah penuhi para nabi bahkan calon raja Israel, Saul di Gibea (1 Sam 10:10). Samuel, dan Daud alami kepenuhan Roh Allah juga di Nayot (1 Sam 19:20). Peristiwa di atas hanya sekedar contoh bahwa Roh Kudus sudah hadir dan sertai para hamba-Nya. Namun pada masa sebelum peristiwa Pentakosta di Yerusalem, Roh Kudus hanya memenuhi orang-orang tertentu dan itu pun bukan untuk selamanya. Hari Pentakosta, yaitu 50 hari setelah kebangkitan Tuhan Yesus dari kubur, Roh Kudus turun. Peristiwa ini adalah penggenapan janji Tuhan Yesus kepada para murid-Nya bahwa Roh Kudus akan sertai mereka untuk selamanya dan di dalam diri para murid itu (Yoh 14:16,17). Sejak saat itulah Roh Kudus akan sertai setiap orang percaya (KPR 2:38).

Penyertaan Roh Kudus inilah yang membuat orang yang didiami-Nya mengalami perubahan. Mereka akan memperoleh kuasa untuk menjadi saksi Tuhan (KPR 1:8). Perubahan ini mempesona para petinggi agama Yahudi pun. Para mantan nelayan yang jadi murid Tuhan itu berubah menjadi saksi yang berani sekalipun di hadapan pengadilan agama (KPR 4:13). Pada hari Rasul Petrus dipenuhi Roh Kudus, mantan nelayan ini berubah menjadi pengkotbah yang penuh kuasa dan penafsir Alkitab yang unggul. Kotbah perdananya hari itu menggerakkan para peziarah ke Yerusalem itu untuk bertobat dan memberi diri untuk dibaptis. Tidak tanggung- tanggung jumlah petobatnya saat itu sekitar 3000 orang, fantastik! Bisa jadi di antara para peziarah yang bertobat itu ada yang kembali ke Siria. Roh Kudus yang sertai dan diam dalam diri para petobat mula-mula itu menjadikan mereka saksi yang berwibawa. Buah dari kesaksian mereka ini kemudian terdengar oleh para petinggi agama Yahudi di Yerusalem (KPR 9:2). Di antara para murid Tuhan di Damsyik itu adalah Ananias yang kemudian dipakai Tuhan untuk menemui Saulus, penganiaya orang percaya itu. Ananiaslah yang membimbingnya, membaptisnya dan lewat pelayanannya itu Roh Kudus juga memenuhi Saulus (KPR 9:17,18). Kemudian hari Saulus ini menjadi saksi Tuhan yang sangat fenomenal, hidupnya diubah karena kuasa Roh Kudus. (PurT)

No : 21. Edisi Minggu, 23 Mei 2021

MENGEJAR BAHAGIA

…. Ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita (Lukas 24:51,52)

Boleh dikatakan setiap orang ingin menikmati kebahagiaan. Tidak jarang orang yang jauh dari kebahagiaan terperosok ke dalam rasa tertekan. Tidak jarang pula orang yang mengakhiri hidupnya karena tekanan hidupnya dirasa tidak tertanggungkan lagi. Keyakinan keagamaan diharapkan menghadirkan kebahagiaan kepada umatNya. Namun tidak jarang kebahagiaan itu tetap menjauh. Bahkan sebaliknya banyak penganut keagamaan itu hidup dalam kemarahan, kebencian, irihati dan sikap permusuhan yang tidak memungkinkan jadi saksi kebahagiaan itu. Baru saja kita menyaksikan dan alami dua hari raya penting datang pada hari yang sama tahun ini. Tuhan Yesus kembali ke surga dan Idul Fitri, keduanya terjadi pada Kamis tiga hari lalu. Harap keduanya bisa menghadirkan kebahagiaan itu. Hari itu Tuhan Yesus kembali ke surga yang disaksikan para murid utama serta murid-murid lainnya. Lukas menulis bahwa pengalaman luar biasa itu mendatangkan sukacita kepada para saksi itu. Tuhan Yesus naik ke surga di hadapan mereka, karena ketakjuban dan rasa syukurnya mereka pun sujud menyembah Tuhan yang terangkat itu. Setelah itu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita (24:51,52). Mereka sangat bersukacita, suatu ungkapan lain dari kebahagiaan. Mereka bahagia karena yakin Tuhan pergi untuk menyediakan tempat bagi orang percaya dan satu hari kelak akan datang Kembali (Yoh 14:3). Saat itulah kelak kebahagiaan sempurna akan dialami orang percaya. Rasul Yohanes menyaksikan dalam penglihatannya ; “Kebahagiaan itu sebagai kebahagiaan perjamuan nikah Anak Domba Allah dengan Gereja-Nya” (Wah 19:6-8).

Pada sisi lain, dunia ini seakan menjanjikan kebahagiaan dan penghuni dunia ini mengejarnya untuk menikmati kebahagiaan itu. Tidak bisa disangkali harta dunia memberi kebahagiaan itu, walau bersifat sementara. Kadang dunia terkaget-kaget mendengar atau membaca orang kaya secara harta namun sengsara tidak bahagia, bahkan ada yang bunuh diri. Kesehatan, kekuatan, prestasi, dan reputasi sering pula jadi sumber kebahagiaan. Namun banyak kali saat sakit mendera, kekuatan hilang, prestasi terhenti dan reputasi pun meredup, kebahagiaannya turut menghilang. Hal itu adalah kenyataan yang sulit dipungkiri. Beda halnya dengan kebahagiaan sejati yang hadir karena relasi yang akrab dengan Sang Sumber Bahagia yaitu Tuhan Yesus. Berawal dengan pengalaman diampuni dosanya (Roma 4:7,8), disusul dengan dikaruniai status anak Allah (Yoh 1:12) inilah sumber kebahagiaannya. Kebahagiaannya bertambah dengan janji tempat di rumah Bapa. Sekalipun dicela, atau dianiaya karena imannya kepada Kristus, kebahagiaannya tetap hadir. Baru saja terjadi di Kabupaten Poso, empat saudara dibunuh oleh gerombolan pembunuh sadis. Namun, bagi yang sungguh beriman kepada Kristus, terbunuh seperti itupun, hanya dipindahkan alamatnya, karena Tuhan Yesus sudah sediakan tempat di rumah Bapa. (PurT)

No : 20. Edisi Minggu, 16 Mei 2021

KEMBALI KE SORGA SEDIAKAN TEMPAT

“… Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu…” (Yohanes 14:2)

Beberapa kali saya menyaksikan orang- orang Amerika Serikat yang jumpa pertama kali di Indonesia (bahkan di mana saja) selalu saling bertanya selain nama adalah negara bagian asal mereka. Bagaimana dengan negara asal Tuhan Yesus? Orang-orang Yahudi sejaman Tuhan Yesus banyak yang mengetahui bahkan kenal orang tua jasmaniah Tuhan Yesus (Yoh 6:42). Profesi ayah pelindung-Nya dan profesi Beliau sebelum sepenuhnya menjadi Rabi bahkan nama saudara-saudara seibu- Nya mereka kenal (Mat 13:55,56; Mrk 6:3). Tuhan Yesus saat itu dikenal sebagai orang Nazaret (Mat 2:23; Luk 2:39; 16:1). Namun sebenarnya beliau berasal dari surga. Rasul Yohanes dengan bimbingan Roh Kudus menyatakan bahwa sejak sebelum Tuhan Yesus turun ke bumi adalah bersama- sama dengan Allah, karena beliau adalah Allah. Ini adalah rahasia ketritunggalan Allah itu (Yoh 1:1,2). Kemudian beliau turun ke bumi dengan mengambil rupa manusia, menjadi berdaging (Yoh 1:14). Yang dilaporkan dalam Injil Matius dan Lukas sebagai dikandung oleh bunda Maria (Mat 1:18; Luk 1:35). Injil Yohanes melaporkan penegasan Tuhan Yesus sendiri kepada orang-orang Yahudi bahwa diri-Nya berasal dari Surga (Yoh 6:41,50,51). Dalam hal ini beliau berbeda dengan orang-orang Yahudi yang mendengar penegasan-Nya itu. Karena beliau berasal dari atas, sedangkan manusia lain berasal dari bawah dari bumi ini (Yoh 8:23).

Karena beliau berasal dari surga, Beliau sampaikan kepada para murid-Nya bahwa Beliau akan kembali ke surga. Hal itu beliau sampaikan menjelang puncak pelayanan- Nya. Beliau menyiapkan para murid-Nya agar siap hadapi kenyataan perpisahan. Saat itu beliau pastikan bahwa beliau akan Kembali ke rumah Bapa untuk menyediakan tempat bagi orang percaya (Yoh 14:1,2). Dan satu hari kelak beliau akan datang kembali untuk menjemput orang-orang percaya (Yoh 14:3). Penyataan Tuhan di atas terjadi 40 hari setelah Tuhan bangkit dari kematian-Nya. Beliau Kembali ke surga (Luk 24:51; KPR 1:9). Hanya Tuhan Yesus yang kembali atau pulang ke surga, karena memang beliau berasal dari Surga. Bagaimana dengan orang-orang yang percaya kepada beliau hingga masa kini? Entah sudah berapa banyak orang percaya sejak kembalinya Tuhan Yesus ke surga, yang alami kematian dengan berbagai sebab. Banyak kali peristiwa itu disebut juga sebagai “pulang” ke surga. Sebenarnya orang percaya yang alami kematian itu bukan “pulang” ke surga, sebab mereka tidak berasal dari surga. Mereka dipanggil ke surga, karena iman mereka kepada Tuhan Yesus. Inilah keyakinan iman bahwa Tuhan Yesus telah sediakan tempat bagi orang percaya di rumah Bapa. Karena karya agung salib, jalan pertobatan dan pengampunan dosa, orang yang beriman kepada Tuhan Yesus, mendapat anugerah keselamatan dan disediakan tempat di rumah Bapa. Inilah jalan kepastian yang harus diberitakan kepada segala bangsa. (PurT)

No : 19. Edisi Minggu, 9 Mei 2021

MUJIZAT KEBANGKITAN

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan (Roma 10:9)

Saat Tuhan Yesus dilahirkan adalah hal biasa, hingga kini, sudah milyaran ibu yang melahirkan bayi, walau Tuhan Yesus dilahirkan dalam kondisi khusus. Namun saat Tuhan Yesus dikandung oleh bunda Maria itu adalah mujizat, sebab tidak pernah dan tidak akan pernah lagi seorang perawan hamil. Inilah mujizat tunggal kehamilan. Saat Tuhan Yesus mati tersalib, adalah hal biasa, banyak sudah orang yang mati dalam penderitaan hebat saat disalib, walau penyaliban Tuhan Yesus adalah jalan untuk menanggung dosa segenap umat manusia. Kebangkitan Tuhan dari kematian-Nya adalah mujizat yang tidak terbandingkan, Beliau menjadi yang sulung dari kebangkitan orang percaya, kelak (1 Kor 15:20, 23; Kol 1:18). Yang sulung sebab setelah bangkit tidak alami kematian lagi. Beda halnya, misalnya dengan putri Yairus atau Lazarus yang dibangkitkan (Mrk 5:41,42; Yoh 11:43), namun kemudian mengalami kematian seperti umumnya manusia. Tuhan Yesus bangkit, mengalahkan kematian, adalah mujizat agung. Beliau hidup kembali dan berulang kali temui para murid-Nya selama 40 hari. Bahkan saat tiba waktunya untuk kembali ke surga, disaksikan banyak orang. Bisa jadi lebih dari 500 orang saksi itu adalah saat Tuhan kembali ke surga (1 Kor 15:6). Dengan kematian dan kebangkitan-Nya itu, Beliau Pertama genapi janji-Nya yang disampaikan berulang kali bahwa Beliau akan mengalami penangkapan, penderitaan, penyaliban, kematian dan kebangkitan (Mat 16:21; 17:22,23; 20:18,19; 26:2). Tuhan tidak ingkar janji.

Kedua, beliau sediakan jalan pengampunan dosa bagi setiap orang percaya (Kol 2:12- 14; 1 Kor 15:17,18). Ketiga, beliau menjadi jalan pendamaian bagi segenap orang percaya dan menjadikan orang percaya berstatus kudus dan tidak bercela dan tidak bercacat di hadapan-Nya (Kol 1:22). Beliaulah yang membuka jalan bagi pembaruan hidup orang percaya. Semua orang telah berdosa karena persekutuan dengan Adam itu, dibaharui dalam Kristus (Rom 6:4,6-11). Keempat, beliau menjadi yang sulung dari kebangkitkan segenap orang percaya pada saat kedatangan Beliau kedua kalinya kelak (1 Kor 15:22,23) Setiap orang yang memberi respon mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, akan diselamatkan (Roma 10:9). Segera setelah itu, statusnya berubah menjadi putra Allah, mengalami pendamaian dengan Allah yang sebelumnya terpisah karena dosa, bahkan pahala surgawi menjadi jaminan karena imannya itu. Karena kebangkitan Tuhan Yesus itu adalah mujizat agung, jalan keselamatan satu-satunya, sepatutnya orang percaya bangga dan memeliharanya sebagai harta yang tidak ternilai. Tidak ada ruang bagi keraguan apalagi untuk mengganti dengan kepercayaan lain. Jemaat Kolose dinasihati untuk bertekun dalam iman, dan tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, (Kol 1:23). Marilah kita jadi pemberita jalan pertobatan dan pengampunan dosa untuk segala bangsa ini (Luk 24:47). Tuhan memberkati. (PurT)

No : 18. Edisi Minggu, 2 Mei 2021

SIAPA YANG BANGKIT ITU?

Lalu bangunlah mereka dan terus Kembali ke Yerusalem (Lukas 24:33)

Tahun 2011, Charles McCauley Sr (83) meninggal karena serangan jantung saat nonton pertandingan Pittsburgh Steelers, klub sepakbola Amerika kesayangannya di rumahnya. Mendapat khabar itu Charles Jr. (54), putranya bergegas pulang. Namun di perjalanan ia terkena serangan jantung dan menyusul ayahnya sejam kemudian. Kematian seorang panutan kerap akibatkan kekecewaan, patah hati, depresi bahkan kematian. Selepas Sabat, Kleopas dan seorang rekannya tinggalkan Yerusalem dengan kekecewaan yang dalam. Keduanya adalah murid Tuhan (Luk 24:13). Sangat mungkin mereka tergolong pada kelompok murid Tuhan yang tujuh puluh orang (Luk 10:1). Mereka miliki harapan pemulihan pada diri Tuhan Yesus yang mereka sebut sebagai nabi yang berkuasa baik dalam pekerjaan maupun dalam perkataan. Keduanya berharap nabi ini yang akan membebaskan bangsa Israel dari kuasa kekaisaran Romawi (Luk 24:19,21). Namun mereka begitu kecewa karena “Sang nabi” tewas dihukum mati dengan penyaliban (Luk 24:20). Semua harapannya runtuh. Sekalipun mereka sudah mendengar berita bahwa kubur Gurunya sudah kosong, namun belum ada yang berjumpa dengan Gurunya itu (Luk 24:22-24). Keduanya begitu kecewa sehingga tidak menunggu atau cari tahu, malah meninggalkan Yerusalem menuju Emaus. Justru hari itu Tuhan Yesus menjumpai mereka, dan menemani berjalan ke Emaus. Tuhan membeberkan dari Kitab Suci tentang Mesias yang harus alami penderitaan (Luk 24:25-27). Saat makanlah, mata mereka terbuka dan mengenal bahwa tamunya adalah Tuhan Yesus (Luk 24:30,31). Seketika semangat mereka timbul, mereka segera kembali ke Yerusalem untuk mengabarkan perjumpaannya dengan Tuhan Yesus (Luk 24:33).

Murid-murid utama Tuhan yang mengurung diri karena ketakutan terhadap orang Yahudi (Yoh 20:19), berubah setelah berjumpa dengan Tuhannya yang sudah bangkit, mengalahkan kematian. Berulang kali selama 40 hari Tuhan menjumpai para murid-Nya itu. Mereka pun diteguhkan, imannya dipulihkan dan setelah Roh Kudus memenuhi mereka, mereka total berubah menjadi saksi-saksi yang berwibawa. Ada anggapan bahwa yang bangkit itu bukan Tuhan Yesus secara jasmaniah melainkan iman para murid-Nya. Adalah kenyataan para murid yang kecewa, takut dan kehilangan arah, akibat Guru mereka tewas secara terhina pula, pulih kembali. Semangatnya menggelora dan mereka menjadi saksi yang berani. Para murid Tuhan yang kehilangan semangat itu, berubah dan semangatnya berkobar bahkan mempesona para imam yang membencinya pun adalah suatu kenyataan (KPR 4:13). Namun iman dan keberanian untuk bersaksi bahkan mempertobatkan banyak orang itu adalah akibat perjumpaan dengan Tuhan Yesus yang bangkit kembali dari kematian. Perubahan sikap para murid ini adalah salah satu bukti yang sangat kuat bahwa Tuhan Yesus bangkit. Bangkit secara jasmani, menjumpai para murid dalam beberapa kesempatan dan di tempat yang berbeda. Bahkan Tuhan Yesus memberi amanat yang kemudian dilaksanakan oleh para murid-Nya itu. Jalan keselamatan pun dikabarkan. (PurT)

No : 17. Edisi Minggu, 25 April 2021

Jenazah Tuhan Yesus Dicuri?

Maria Magdalena… berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.” (Yohanes 20:1,2)

Maret 2017 lalu, kepolisian kota Nuoro, Sardinia, Italia berhasil menggagalkan rencana pencurian jenazah Enzo Ferrari, pendiri tim balap mobil formula satu (F-1) yang diduga untuk memeras pihak keluarga atau perusahaan mobil Ferari itu. Lebih dari dua ribu tahun yang lalu para imam kepala bangsa Yahudi memberi sejumlah besar uang kepada serdadu Romawi yang menjaga kubur Tuhan Yesus sebagai imbalan untuk menyebarkan hoax. Mereka merekayasa cerita bahwa murid-murid Tuhan Yesus datang malam-malam saat mereka tidur dan mencuri jenazah Tuhannya (Mat 28: 12,13). Tentu saja berita itu bohong besar para imam kepala. Mereka tidak bisa terima kenyataan bahwa Tuhan Yesus telah bangkit (Mat 28:11). Mereka takut wibawa keagamaannya ambruk karena Tuhan Yesus yang mereka salibkan dan sudah dikuburkan itu, bangkit Kembali. Adalah mustahil murid-murid Tuhan mencuri-Nya. Dari mana mereka miliki keberanian untuk melakukan hal itu dengan menerobos penjagaan para serdadu Romawi? Padahal setelah penyaliban Tuhannya itu kepada orang Yahudi pun mereka takut (Yoh 20:19). Dari mana keberanian dan wibawa mereka saat memberitakan Injil dan membaptiskan begitu banyak orang, serta menggoncang-kan tata keagamaan Yahudi, kalau mereka menyembunyikan jenazah Tuhannya? Kebohongan tidak mungkin menghasilkan kewibawaan. Mereka tidak mencuri jenazah Tuhannya melainkan mereka diubahkan karena Tuhannya bangkit.

Ada pula yang menyakini bahwa pihak lain yang mencuri jenazah Tuhan Yesus itu. Untuk apa? Uang tebusan? Keluarga dan para murid Tuhan bukanlah orang- orang kaya seperti keluarga atau perusahaan mobil Ferari. Mereka bukanlah pihak yang bisa diperas. Adalah benar Maria Magdalena yang pergi ke kubur hari Minggu itu menyangka bahwa jenazah Tuhannya dicuri orang (Yoh 20:1), karena mendapati kubur-Nya telah kosong. Namun kemudian ia jumpa dengan Tuhan Yesus yang sudah bangkit itu (Yoh 20:16). Ada juga yang beranggapan bahwa pihak pemerintah Romawilah yang menyembunyikan jenazah Tuhan Yesus itu. Tujuannya hindari kekisruhan akibat dari penyaliban tokoh kharismatik itu. Para imam terkecoh demikian juga dengan murid-murid Tuhan. Para murid yang terkecoh imemberitakan bahwa Tuhan Yesus bangkit kembali. Seandainya anggapan ini benar, gerakan pemberitaan Injil yang begitu membahana bukan hanya di tanah Kanaan, melainkan menerobos ke propinsi-propinsi utama kekaisaran Roma, bahkan tidak jarang merepotkan pemerintah Romawi itu, dengan gampang diredam. Pemerintah Romawi tinggal menunjukkan jenazah yang mereka sembunyikan itu, pastilah gerakan perambakan Injil ini segera berhenti bahkan padam. Namun kenyataannya pemerintah Roma tidak bisa melakukan hal itu, karena Tuhan Yesus bangkit. Tuhan Yesus bangkit, Injil pun merambak. (PurT)

No : 16. Edisi Minggu, 18 April 2021

Tuhan Yesus hanya Pingsan ?

… dan Yang Hidup, Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya… (Wahyu 1:18).

Sampai hari ini banyak orang bahkan pihak yang tidak percaya bahwa Tuhan Yesus alami kematian, namun bangkit Kembali pada hari yang ketiga. Salah satu argumennya adalah bahwa Tuhan Yesus saat diturunkan dari kayu salib itu bukan mati melainkan hanya pingsan. Kemudian beliau sadar dari pingsannya dan menjumpai para murid-Nya. Kuatkah argumen mereka itu? Adalah kenyataan bahwa hukuman penyaliban itu oleh pemerintah Romawi dikhususkan untuk yang dianggap penjahat besar, bukan WN Roma. Seseorang yang disalibkan itu matinya pelahan-lahan, penderitaannya panjang. Hal ini sengaja agar memberi efek jera dan masyarakat tidak berani melakukan kejahatan berat yang layak dihukum mati. Kedua lengan dibentangkan kaki ditopang dengan dipaku; dengan demikian orang itu tidak tergantung penuh. Orang yang disalib itu masih bisa bernapas, namun rasa sakit akibat penyesahan sebelumnya dan pemakuan akan dirasakan teramat menyakitkan dan menyiksa. Namun saat Tuhan Yesus dengan kedua penjahat itu disalibkan adalah hari persiapan Sabat. Pada hari Sabat korban tidak boleh tinggal tergantung, maka orang-orang Yahudi meminta kepada Gubernur Pilatus agar kaki-kaki orang yang tersalib itu dipatahkan (Yoh 19:31). Prajurit Romawi atas perintah Gubernur Pilatus, mematahkan kaki-kaki penjahat itu. Dengan pematahan kaki mereka, mereka menjadi tergantung penuh, dan tercekik hingga tidak bisa bernafas, dan mati (Yoh 19:32). Namun kaki Tuhan Yesus tidak dipatahkan sebab ternyata Tuhan Yesus sudah meninggal, namun untuk memastikan, seorang prajurit menombak lambung-Nya dan segera mengalir darah dan air. Tuhan Yesus sudah alami kematian, sebab Beliau menyerahkan nyawa-Nya (Yoh 19:30,33,34). Hal itu sesuai dengan penyataan Beliau sebelumnya (Yoh 10:17,18).

Para prajurit itu sudah terbiasa laksanakan penghukuman salib dan berpengalaman dalam peperangan. Mereka tahu persis bahwa Tuhan Yesus sudah mati. Kemungkinan Tuhan Yesus pingsan itu tidak ada. Namun seandainya pun Beliau pingsan, Beliau tidak mungkin siuman lagi sebab dipulasara dengan dibubuhi sekira 50 kg rempah dan dililit dengan kain kafan (Yoh 19:39,40). Kubur- Nya pun di tutup dengan batu besar dan disegel pula (Mat 27:60,66). Setelah punggung-Nya hancur saat penyesahan, dimahkotai duri, memikul salib menuju Golgota pun Beliau tidak mampu lagi dan harus dibantu oleh Simon (Luk 23:26). Kedua lengan dan kaki-Nya dipaku dengan paku besar dan panjang, lambung-Nya ditombak pula. Dibebani rempah dan dililiti kain kafan, peluang untuk bernafas pun sirna. Butuh tenaga besar untuk mendorong batu penutup makam-Nya. Bahkan Lukas mencatat perjalanan yang ditempuh Beliau pada hari itu ke Emaus berjarak sekira 11 km (Luk 24:13-31). Adalah kemustahilan Beliau hanya pingsan. Bukti yang sangat kuat bahwa Beliau sungguh mati namun bangkit kembali adalah penyataan Beliau pribadi kepada Yohanes, saat murid-Nya itu alami pembuangan ke pulau Patmos (Wah 1:18). Tuhan Yesus mati dan bangkit kembali, sebagai jalan keselamatan bagi semua orang (1 Kor 15:1-4). (PurT)

No : 15. Edisi Minggu, 11 April 2021

Tuhan Yesus Bangkit, Kubur Kosong

“Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit….” (Lukas 24:5,6).

Pada umumnya orang tidak mengharapkan orang yang sudah mati itu bangkit Kembali. Walau berat, teramat kehilangan bahkan tidak sedikit yang merasa tidak sanggup melanjutkan hidup tanpa si mati, akhirnya harus merelakannya. Hidup Kembali setelah dikuburkan adalah kemustahilan. Saat Tuhan Yesus alami kematian di atas kayu salib, Beliau dikuburkan oleh dua orang murid-Nya yang ikut Tuhan secara tersembunyi yaitu Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus (Yoh 19:38-42). Imam-imam kepala dan orang-orang Farisi yang menyebut Tuhan Yesus sebagai “penyesat” ingat akan penyataan-Nya bahwa akan bangkit Kembali pada hari yang ketiga. Mereka kuatir bahwa murid-murid-Nya yang akan mencuri jenazah-Nya, bukan bangkit. Kemudian mereka mengabarkan bahwa Tuhan-Nya sudah bangkit, rakyat pun akan lebih disesatkan. Karenanya kubur harus dijaga (Mat 27:62-66). Namun para murid Tuhan Yesus juga tidak yakin bahwa Tuhan-Nya akan bangkit kembali. Para murid perempuan pagi hari pertama minggu itu pergi ke kubur untuk memulasara jenazah Tuhan Yesus. Mereka telah membeli rempah- rempah dan yang dipersoalkan adalah siapa yang akan menggulingkan batu penutup kubur itu. Karena mereka tahu pintu kubur itu ditutup dengan batu besar (Mrk 16:1-3). Mereka tidak percaya bahwa Tuhan-Nya akan bangkit sebagaimana telah disampaikan-Nya berulang-ulang.

Justru setelah Maria Magdalena, salah seorang dari para murid perempuan itu melihat kubur itu telah kosong, menyangkanya bahwa jenazah Tuhan-Nya sudah dicuri orang (Yoh 20:1,2). Demikian juga Rasul Petrus dan Rasul Yohanes yang menerima kabar itu, keduanya berlari ke kubur untuk membuktikan laporan Maria Magdalena itu (Yoh 20:3,4). Kedua rasul utama ini sama sekali tidak mengingatkan Maria Magdalena akan ucapan Tuhan Yesus bahwa Beliau akan bangkit Kembali pada hari ketiga. Mereka tidak percaya. Saat Rasul Paulus berkotbah di Areopagus, dan memuncakinya dengan kebangkitan Tuhan, ia pun diejek dan pertemuan pun bubar (KPR 17:32). Kenapa? Sebab mereka yakin akan ucapan dewa Apollo yang mengatakan, “Saat bumi telah meminum habis darah seseorang yang sudah mati, mustahil bangkit Kembali.” Pendeknya para pemimpin agama Yahudi, para murid Tuhan sendiri dan para pemimpin agama Yunani juga tidak percaya bahwa orang mati akan bangkit Kembali. Anehnya para murid yang sudah menyaksikan Tuhan Yesus bangkitkan orang mati, tetap tidak yakin bahwa Tuhan-Nya akan bangkit kembali. Namun, Tuhan Yesus, Sang pemilik hidup (Yoh 1:4) dan yang sudah mengatakan bahwa Beliau berkuasa menyerahkan nyawa dan mengambilnya Kembali (Yoh 10:17,18), bangkit kembali. Kubur telah kosong (Luk 24:5,6). Tuhan Yesus jumpai para murid-Nya, menegur dan meneguhkan, serta memberi mandat sebelum Beliau Kembali ke surga. Setelah Roh Kudus penuhi para murid, mereka pun menjadi saksi yang berwibawa. Walaupun kita bukan saksi mata kebangkitan Tuhan itu, kita pun saksi Keajaiban kebangkitan Tuhan itu (Yoh 20:29). (PurT)

No : 14. Edisi Minggu, 4 April 2021

Maria Siapkan Pemakaman Tuhan Yesus

“Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku….” (Yohanes 12:7)

Enam hari sebelum Paskah Tuhan Yesus penuhi undangan makan di rumah Simon di Betania. Rupanya Simon ini sebelumnya menderita kusta dan sudah Tuhan pulihkan (Mrk 14:3). Bisa jadi Simon ini berkerabat dengan Maria, Martha dan Lazarus yang juga tinggal di Betania. Saat itu Lazarus pun hadir dan Marthalah yang mengatur jamuan makan itu (Yoh 12:2). Sangat mungkin saat itu Tuhan Yesus menyampaikan bahwa Beliau sedang menuju Yerusalem, dan akan alami penderitaan. Peristiwa jamuan ini berlangsung setelah para imam kepala dipimpin Imam Besar dan tua-tua bangsa Yahudi serta para ahli Taurat sepakat untuk menangkap dan membunuh Tuhan Yesus (Mat 26:3,4; Mrk 14:1; Yoh 11:47- 53) Namun dari semua yang hadir saat itu hanya Maria yang menangkap maksud Tuhan Yesus itu. Maria begitu sigap menanggapi pemberitahuan Tuhan saat itu. Ia mengambil minyak Narwastu murni yang ia beli dengan harga mahal untuk acara sangat khusus, mungkin untuk pernikahannya. Hari itu ia memakainya untuk mengurapi Tuhannya. Ia ingin memberikan yang terbaik bagi Tuhannya pada saat-saat terakhir keberadaan Tuhan di Tanah Kanaan (Yoh 12: 3). Tidak mengherankan secepat para penghadir mencium semerbak keharuman minyak narwastu murni itu dan menyaksikan hal yang dilakukan Maria, menegurnya. Mereka beranggapan bahwa Tindakan Maria itu adalah pemborosan. Yudas yang memegang keuangan rombongan Tuhan Yesus suarakan celaan itu kepada Maria. Ia berkata: “Mengapa minyak narwastu itu tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yoh 12:5). Uang sejumlah itu adalah besar sekali setara upah pekerja di kebun untuk 10 bulan penuh (Mat 20:2). Tidak mengherankan para murid pun gusar (Mat 26:8).

Sebaliknya, bagi Maria Tuhan Yesus adalah guru yang juga sahabatnya, bahkan sahabat keluarganya. Sebagai seorang wanita, ia diijinkan Tuhan untuk belajar teologi dari-Nya (Luk 10:38-42). Apalagi saudaranya, yaitu Lazarus yang karena sakit telah alami kematian bahkan ia sudah dikuburkan empat hari. Namun dibangkitkan kembali oleh Tuhan Yesus (Yoh 11). Tuhan Yesus adalah guru dan sahabat istimewa baginya. Hari itu, bisa jadi Maria merasa bahwa Tuhan Yesus tidak akan dijumpainya lagi sebab sedang menuju Langkah terakhir ke puncak pelayanan-Nya: Penderitaan dan kematian-Nya. Hal ini ternyata kemudian hari bahwa hanya Maria, perempuan Betania inilah dibanding para perempuan lainnya yang tidak terlambat mengurapi Tuhan sebagai persiapan penguburan-nya (Yoh 12:7). Maria memberikan yang terbaik yang ia miliki saat itu, sekalipun dinilai sebagai pemborosan oleh para murid Tuhan. Ia tidak menghitung banyaknya dinar untuk membeli minyak narwastu murni itu. Baginya inilah peluang terakhir untuk menyatakan kasih dan penghormatan terakhir bagi Guru dan sahabatnya itu. Dan ternyata Tuhan Yesus berkenan (Yoh 12:7). Kiranya peristiwa enam hari menjelang Paskah itu menginspirasi kita saat ini untuk mempersembahkan pelayanan terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Selamat jelang Paskah. (PurT)

No : 13. Edisi Minggu, 28 Maret 2021

Tuhan Yesus dan Para Oposan

… di situ ada juga duduk beberapa ahli Taurat, mereka berpikir dalam hatinya: “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” (Markus 2:6,7)

Oposan adalah kata yang lebih umum dipakai dalam dunia politik. Oposan artinya orang atau kaum yang melawan pemerintah. Hari ini saya memakai kata oposan ini untuk orang atau kaum yang melawan Tuhan Yesus saat Beliau hadir secara jasmaniah di Tanah Kanaan. Sejak awal pelayanan-Nya, Tuhan Yesus berhadapan terutama dengan para pemimpin agama Yahudi. Mereka terus- menerus melakukan upaya perlawanan terhadap Tuhan Yesus, karena posisinya merasa digangsir oleh kehadiran dan pelayanan Tuhan Yesus. Suatu hari, saat Tuhan Yesus mengajar di satu rumah di Kapernaum yang penuh disesaki penghadir. Di antaranya seorang yang lumpuh yang digotong oleh empat temannya yang terpaksa membuka atap rumah itu dan menurunkannya persis ke hadapan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus melihat iman mereka, berkata kepada yang lumpuh itu: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (Mrk 2:3-5). Beberapa ahli Taurat yang hadir di situ menilai ucapan Tuhan Yesus itu sangat gegabah, bahkan Tuhan Yesus dinilainya telah menista Allah. Mereka meyakini bahwa yang bisa mengampuni dosa hanyalah Allah (Mrk 2:6,7). Dalam peristiwa itu secara tidak langsung Tuhan Yesus menyatakan kepada mereka bahwa Beliau adalah Allah (Mrk 2:10). Kali lain para ahli Taurat ini menuduh Tuhan Yesus kerasukan Beelzebul, penghulu setan (Mrk 3:22). Orang-orang Farisi (golongan tradisional dan normatif) juga mencela Tuhan, misalnya karena murid-murid-Nya memetik bulir gandum seraya berjalan pada hari sabat (Mrk 2:24).

Pada hari yang sama, orang Farisi itu jengkel karena Tuhan Yesus sembuhkan orang pada hari sabat itu. Mereka pun bersekongkol dengan orang Herodian untuk membunuh Tuhan Yesus (Mrk.3:1- 6). Lain waktu para ahli Taurat Bersama orang-orang Farisi menemui Tuhan Yesus dan menyalahkan Tuhan Yesus terkait adat-istiadat (Mrk 7:1-13). Saat lainnya kaum Farisi ini mencobai Tuhan Yesus tentang hukum nikah (Mrk 10:2-9). Mereka bersama para imam tambah jengkel karena Tuhan Yesus mengusir para pedagang dari pelataran Bait Allah di Yerusalem, dan mereka berupaya untuk membunuh-Nya (Mrk 11:15-18). Bersama kaum Herodian orang Farisi berupaya mencari kesalahan Tuhan Yesus untuk mempersalahkan-Nya di hadapan pemerintah Romawi (Mrk 12:13). Oposan lainnya: Kaum Saduki (aristokrat dan para imam yang berkuasa serta pengatur tata ibadah di Yerusalem). Satu hari mereka memperhadapkan Tuhan Yesus secara teologis tentang kebangkitan orang mati. Namun Tuhan mengatasinya dengan elegan (Mrk 12:18-27). Yang menarik adalah sikap Tuhan Yesus terhadap para oposan ini. Beliau tegas, tidak kompromis; bahkan Beliau kritik kemunafikan mereka (Mat 23:2,3) dan niat jahat mereka. Namun Tuhan Yesus tetap mengasihi mereka (Luk 13:34). Bahkan saat Beliau tergantung di atas kayu salib, Beliau bersyafaat untuk para oposan ini (Luk 23:34). Kiranya kita pun berhikmat saat beritakan Injil. (PurT)

No : 12. Edisi Minggu, 21 Maret 2021

Tuhan Yesus dan Orang Terhilang

… TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ”Dimanakah engkau?” (Kejadian 3:9)

Manusia pertama diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26) sempurna. Ketika Allah melakukan evaluasi semua ciptaan-Nya itu sungguh amat baik (Kej 1:31). Namun kemudian terjadi tragedi Taman Eden, nenek moyang manusia itu jatuh ke dalam dosa (kej 3). Sekalipun demikian di hadapan Allah manusia itu tetap berharga. Allah justru mencarinya (Kej 3:9). Allah Yang Maha Tahu, tentunya tahu persis di mana nenek moyang manusia itu bersembunyi. Namun Allah menghendaki pengakuan mereka. Allah tidak menghukum nenek moyang manusia itu dengan membinasakannya, justru Allah Yang Maha Kasih itu menjanjikan pemulihan (Kej 3:15). Janji itu digenapi dengan lawatan Tuhan Yesus yang meninggalkan sorga. Beliau memasuki dunia manusia dengan mengambil rupa manusia (Yoh 1:14) untuk mencari orang yang terhilang. Para tokoh agama saat itu banyak mengritik Tuhan Yesus yang dituduhnya tidak menjaga jarak dengan orang berdosa. Ketika Tuhan Yesus memenuhi undangan makan yang diadakah oleh Matius, pemungut cukai yang dipanggil- Nya untuk menjadi murid-Nya, kritik pun menerpa-Nya. Orang Farisi mempertanyakan kepada murid-murid Tuhan: “Mengapa gurumu makan Bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Mat 9:11). Tuhan Yesus merespon: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. …” (Mat 9:12).

Dalam perumpamaan-Nya tentang domba yang hilang sebagai jawab atas kritik para tokoh agama Yahudi saat itu. Tuhan Yesus menantang mereka untuk menimbang, bahwa seorang gembala umumnya berani tinggalkan 99 ekor domba gembalaannya dan secara sungguh mencari seekor domba yang sesat. Setelah menemukannya gembala itu akan undang sahabatnya untuk bersyukur atas penemuan Kembali domba yang hilang itu (Luk 15:1-6). Demikian juga dengan orang yang kehilanga satu dirham dari 10 dirham yang dimilikinya. Ia akan mencarinya secara serius sampai menemukannya kembali. Dalam perumpamaan anak yang hilang, Tuhan Yesus menegaskan betapa ayah dari anak itu dengan besar hati memberi pengampunan dan menyambut anaknya yang Kembali itu dengan segala sukacita. Anak itu seakan sudah mati dan hidup Kembali yang hilang telah didapat Kembali (Luk 15:11-32). Sikap Tuhan Yesus adalah gambaran konsisten dari hakikat Allah sejak awal yang tertampilkan di taman Eden. Tuhan Yesus datang untuk mencari orang-orang yang terhilang. Sukacita besar seorang gembala yang menemukan kembali dombanya yang hilang; sukacita seorang perempuan yang menemukan kembali dirhamnya yang hilang; juga seorang ayah yang anaknya sesat, terhilang seakan sudah mati, dan hidup kembali adalah gambaran untuk sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat (Luk 15:7). Sukacita akan terulang hadir saat seseorang mendengar Injil keselamatan dan mengimaninya. Orang itu bersukacita karena dosanya diampuni. Pemberitanya tentu turut bersukacita. Mari kita kirim juga sukacita ke sorga, dengan ambil bagian dalam pemberitaan Injil. (PurT)

No : 11. Edisi Minggu, 14 Maret 2021

Tuhan Yesus dan Kekerasan

“Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barang siapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang….” (Matius 26:52)

Sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, kekerasan-demi kekerasan mewarnai hubungan antar manusia. Kain membunuh adiknya karena panas hati (Kej 4:6), disusul oleh Lamekh (turunan kelima dari Kain) yang membunuh seorang muda sebagai tindak balas dendam (Kej 4:23) mengawali catatan tindak kekerasan antar manusia. Sejak itu kekerasan demi kekerasan kerap dijadikan alasan untuk menyelesaikan masalah, bahkan untuk membela agama. Namun justru sering kali membuat keadaan bertambah runyam. Saat Tuhan Yesus tampil, hidup di antara manusia, dan dikenal sebagai seorang Rabi, Tuhan Yesus pun menyitir hal kekerasan dan hukum balas-membalas itu dalam khotbahnya yang dikenal sebagai kotbah di bukit (Mat 5:38). Tuhan Yesus memberi jalan keluar untuk mengakhiri hukum balas-membalas itu (Mat 5:39). Bahkan Tuhan Yesus mengajar para pendengarnya untuk mengasihi orang yang memusuhinya (Mat 5:44). Sungguh suatu pengajaran yang agung dari seorang Rabi yang agung. Sebagai seorang Rabi, Tuhan Yesus tidak pernah mengajari murid-murid-Nya dan para pendengar-Nya kekerasan. Tuhan Yesus konsisten dengan pengajaran-Nya yang berjiwakan kasih. Mengasihi Allah, mengasihi sesama, bahkan mengasihi musuh. Hal kekerasan itu bukan hanya absen dari pengajaran-Nya melainkan diperagakan pula dalam hidup pribadi- Nya. Sepanjang hidup-Nya di Tanah Kanaan, Tuhan Yesus yang mengambil rupa manusia yang dilahirkan dalam keluarga sederhana mengalami banyak upaya kekerasan. Saat masih bayi, Beliau harus diungsikan ke Mesir karena menjadi sasaran murka Raja Herodes yang akan membunuhnya (Mat 2:13-15). Lain waktu penduduk Nazaret, kota tempat Tuhan Yesus dibesarkan, yang merasa bahwa Tuhan Yesus tidak memenuhi harapannya, berupaya untuk mencampakkan Tuhan Yesus ke jurang (Luk 4:29). Herodes Agung gagal membunuh Tuhan Yesus saat Beliau masih bayi. Putranya yaitu Herodes Antipas berupaya juga untuk membunuh- Nya (Luk 13:31).

Ketika saatnya tiba, Peristiwa Getsemani pun terjadi. Di taman inilah Tuhan Yesus menyerahkan diri kepada para penangkap, suruhan Majelis Agama Yahudi. Petrus adalah salah seorang murid utama Tuhan Yesus, berusaha melindungi gurunya dengan pedangnya. Namun justru Tuhan Yesus memerintahkannya untuk menyarungkan Kembali pedangnya itu (Mat 26:52). Bahkan Tuhan Yesus menyatakan bahwa bila mau Beliau bisa meminta kepada Bapa di sorga supaya mengirimkan dua belas pasukan malaikat untuk melindungi-Nya (Mat 26: 53). Namun Beliau setia kepada kewajibannya untuk berkorban bagi keselamatan umat manusia (Mat 26:54). Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8,16), mengutus Tuhan Yesus ke dunia ini dengan motivasi kasih (Yoh 3:16). Sepanjang hidup-Nya, Tuhan Yesus memperagakan kasih itu. Kekerasan, apalagi atas nama agama tidak pernah dianjurkannya. Puncak dari penyataan kasih-Nya adalah berkorban untuk keselamatan manusia. Tuhan Yesus adalah isi dari Injil penyataan kasih Allah itu (1 Kor 15:1-4). Injil inilah yang harus diwartakan dengan motivasi mengasihi sesama. (PurT)

No : 10. Edisi Minggu, 7 Maret 2021

Tuhan Yesus dan Anak-anak

“Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 19:14)

Laju kelahiran penduduk di negara- negara Eropa rata-rata hanya hanya 1,3. Dengan laju pertambahan serendah itu negara-negara Eropa akan mengalami kesulitan besar dalam mempertahankan budaya mereka. Tetapi ternyata jumlah penduduk Eropa secara keseluruhan tidak berkurang. Hal itu dikarenakan banyaknya para imigran terutama dari Timur Tengah dan Afrika yang datang ke Eropa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih aman dan lebih baik dari pada di negera asalnya yang dilanda berbagai konflik. Laju kelahiran yang rendah itu karena mereka merasa anak-anak sebagai gangguan. Misalnya banyak orang Jerman yang lebih senang pelihara anjing dari pada memiliki anak. Saat anak-anak dibawa kepada Tuhan Yesus untuk diberkati-Nya; justru murid-murid Tuhan Yesus memarahi pembawa anak-anak itu. Rupanya para murid Tuhan saat itu juga anggap bahwa anak-anak itu merupakan gangguan. Namun Tuhan Yesus justru menegur murid-murid-Nya itu agar tidak menghalangi anak-anak itu datang kepada- Nya (Mat 19:14). Hal itu menunjukkan kepedulian Tuhan Yesus terhadap anak- anak. Pada kesempatan lain, Tuhan Yesus mengingatkan agar para pendengar-Nya tidak menganggap rendah anak-anak (Mat 18:10). Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa hukuman berat yaitu hukuman mati dengan ditenggelamkan bagi penyesat anak-anak yang sudah beriman kepada Tuhan itu (Mat 18:6). Hal menyesatkan anak-anak kecil bagi Tuhan Yesus adalah dosa yang sangat serius. Banyak ragam sikap yang menyesatkan anak-anak itu.

Misalnya mengajarkan kebencian atau dengan menjerumuskan anak-anak ke dalam hidup berdosa. Bisa juga dengan tidak pedulikan anak-anak hidup tanpa kenal Tuhan. Pemanjaan anak secara berlebihan bisa menyesatkannya juga. Saat Tuhan Yesus menjawab pertanyaan murid-murid-Nya tentang orang yang terbesar dalam Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus menantang mereka untuk belajar dari anak kecil. Setiap orang harus bertobat dan menjadi seperti anak kecil untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan untuk menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Sorga harus merendahkan diri menjadi seperti anak kecil (Mat 18:3,4). Anak kecil itu selain rendah hati, juga bergantung serta tulus. Tanpa kerendahan hati yang akui segala dosa, pertobatan sejati tidaklah terwujud. Anak kecil pun sangat percaya kepada orang tuanya dan bergantung penuh kepadanya. Bukanlah berarti bersikap seperti anak kecil itu tidak boleh bertanya atau tidak boleh kritis. Seorang anak kecil bisa bawel bertanya namun ia bertanya dengan tulus karena ingin tahu. Ia pun puas dengan jawab yang disampaikan dengan sungguh hati. Anak kecil tidak biasa berdalih-dalih. Pedulilah terhadap anak-anak, sebab Tuhan Yesus pun peduli kepada mereka. Kenalkan anak-anak kepada Kristus sedini mungkin, sebelum dunia menggodanya dan mencoba menyesatkan mereka. Bergantunglah kepada Tuhan seperti anak- anak yang bergantung kepada orang tuanya. Rendahkanlah hati seperti anak- anak, karena kerendahan hati yang mendahului kehormatan (Ams 17:12). (PurT)

No : 9. Edisi Minggu, 28 Februari 2021

Tuhan Yesus dan Budaya

“Masakan Engkau, seorang Yahudi minta minum kepadaku, seorang Samaria? (Yohanes 4:9)

Budaya adalah suatu pola hidup yang menyeluruh. Budaya adalah wahana bagi kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang hidup tanpa budaya. Namun budaya juga sebagai pembeda satu suku dari suku lainnya. Sering kali perbedaan suku dan budaya ini melahirkan kebanggaan berlebihan dan sikap rasis. Saat Tuhan Yesus mengambil rupa manusia, Beliau menjadi manusia 100% walau keillahian-Nya juga tetap 100%. Tuhan Yesus yang dilahirkan sebagai manusia dari suku Yehuda, berbudaya Yahudi, adalah penggenapan janji kepada Abram (Kej 12:1-3; Gal 3:16). Tuhan Yesus hadir dan dikenal sebagai warga Yahudi. Saat Tuhan Yesus melintas daerah Samaria, Beliau duduk beristirahat di pinggir sumur Yakub. Tengah hari itu datang pula ke sumur itu seorang wanita Samaria untuk mengambil air. Perempuan Samaria itu langsung mengenali Tuhan Yesus sebagai orang Yahudi (Yoh 4:9). Bisa jadi dialek atau logat bicara Tuhan Yesus khas dialek Yahudi, atau penanda budaya keyahudian lainnya.. Namun Tuhan Yesus tidak bersikap rasis, bahkan tidak jarang mengritik sikap rasis dari orang Yahudi. Saat seorang ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus dengan bertanya, “… siapakah sesamaku manusia?” (Luk 10:29). Tuhan Yesus menyampaikan kisah seorang Samaria yang murah hati, yang bersedia menolong dan membiayai perawatan seorang Yahudi yang jadi korban begal. Padahal seorang imam dan seorang Lewi menghindar dan tidak mempedulikan korban begal itu (Luk 10:30-32). Justru orang Samaria yang dianggap orang asing (Luk 17:18) yang menolong korban begal itu (Luk 10:33- 35). Jawab itu merupakan sindiran terhadap sikap rasis orang Yahudi.

Ketika seorang perwira Romawi datang meminta pertolongan untuk kesembuhan salah seorang hambanya, tanpa ragu Tuhan Yesus memenuhi permohonan perwira itu (Mat 8:1-4). Lain waktu Tuhan Yesus menolong seorang perempuan Siro Fenisia, yang secara kelahiran adalah orang Siria (Mrk 7:26-30). Tuhan Yesus pernah juga kunjungi daerah orang Gerasa yang tidak termasuk orang Yahudi. Di situ Tuhan Yesus mengusir legion yang merasuki seorang Gerasa. Roh-roh jahat itu pindah merasuki sekawanan babi (Mrk 5:1-13). Hal itu menunjukkan bahwa mereka bukan orang Yahudi, karena orang Yahudi tidak pelihara babi. Cuplikan kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa sebagai orang Yahudi, Tuhan Yesus tidak bersikap rasis. Menjelang Tuhan Yesus Kembali ke sorga, para murid-Nya diutus untuk menjadikan segala bangsa sebagai murid- Nya (Mat 28:19). Untuk menghilangkan kegamangan Rasul Petrus yang mewakili orang Yahudi kebanyakan, Tuhan membuka fikiran rasul Petrus dengan penglihatan sebelum melayani keluarga Kornelius, perwira pasukan Italia. Rasul Petrus berterus terang kepada Kornelius bahwa Allah sudah mengubah dirinya agar tidak lagi menyebut orang bukan Yahudi sebagai najis dan tidak tahir (KPR 10:1- 27). Bangsa bisa berbeda, budayanya pun beragam. Namun Tuhan mengasihi segala bangsa. Injil hanya bisa disampaikan dan menjadi berkat bagi segala bangsa bila para pemberitanya tidak rasis. (PurT)

No : 8. Edisi Minggu, 21 Februari 2021

Tuhan Yesus dan Adat

Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung (Yohanes 2:6)

Kata adat berasal dari bahasa Arab yang bermakna kebiasaan atau norma yang dipelihara turun temurun. Sebagian dari adat itu mengandung juga sanksi bagi yang tidak menjalankannya. Adat itu terkait dengan budaya setempat. Halnya dengan firman Tuhan bersifat universal karena firman itu datang dari Allah atau diwahyukan Allah untuk menjadi norma bagi segenap manusia. Banyak kali timbul masalah antara adat dengan firman ini. Sebagai orang percaya sebaiknya simak sikap Tuhan Yesus terkait dengan adat ini. Saat Tuhan Yesus masih usia bayi, orang tuanya melakukan berbagai ritual yang sudah menjadi adat orang Yahudi yang terkait kelahiran bayi. Seperti disunat pada saat berusia delapan hari serta pemberian nama (Luk 2:21). Disusul dengan ritual penahiran saat berusia 40 hari (Luk 2:22-24). Saat berusia 12 tahun oleh orangtua jasmaniahnya diajak ziarah ke Yerusalem (Luk 2:42). Tuhan Yesus pun menjalani pekerjaan yang rupanya merupakan pekerjaan keluarga turun temurun yaitu tukang kayu (Mrk 6:3) meneruskan pekerjaan, Pak Yusuf, ayah pelindungnya (Mat 13:55). Saat sudah penuh melayani, satu kali Tuhan Yesus Bersama murid- murid-Nya memenuhi undangan pernikahan di Kana. Tentu pernikahan di mana pun miliki adat tertentu. Selain adat yang terkait dengan pernikahannya saat itu ada adat juga untuk para tamu membasuh kakinya (Yoh 2:6). Tuhan Yesus ikut jalani adat itu, Tuhan tidak mengritik adat yang tentunya terbilang baik itu. Namun saat adat itu menggantikan firman dalam kehidupan sosial- keagamaan Tuhan Yesus menegurnya. Orang-orang Farisi menjadikan adat sebagai norma yang mutlak untuk dijalankan. Mereka ditegur Tuhan Yesus karena mereka menuntut adat dilaksanakan dengan meniadakan firman Tuhan (Mat 15:2,3).

Nyata bahwa Tuhan Yesus tidak meniadakan adat, apalagi yang datangkan kebaikan dalam kehidupan sosial-keagamaan saat itu. Namun Tuhan Yesus bersikap kritis. Tuhan menentang adat yang menggantikan firman Tuhan. Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Yesus adalah baik untuk tetap memelihara adat-istiadat yang sudah baik sebagai perekat kehidupan masyarakat asalnya itu. Dengan sikap seperti itu diharapkan orang percaya sebagai murid Kristus tidak dianggap sebagai orang asing. Tidak sedikit nilai-nilai adat yang sejalan dengan firman Tuhan, misalnya menghormati orang tua. Walau cara penghormatan kepada orang tua itu sangat beragam sesuai keragaman budaya manusia. Banyak juga adat yang bersifat netral terhadap firman Tuhan. Misalnya pernikahan dengan kerabat tertentu. Namun ada juga adat yang bertentangan dengan firman Tuhan. Misalnya mewariskan permusuhan kepada generasi penerusnya agar permusuhan itu terpelihara. Atau kebiasaan yang bersifat rasis. Golongan adat yang ini yang harus diubah. Inilah ruang untuk setiap murid Tuhan menghadirkan diri sebagai saksi yang membawa damai dan mengasihi sesama bahkan mengasihi orang yang memusuhinya juga. Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh 4:19). Kitalah pemberita damai itu. (PurT)

No : 7. Edisi Minggu, 14 Februari 2021

KAUM PINGGIRAN

Orang sakit kusta… ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya (Imamat 13:45,46)

Kaum pinggiran, siapa mereka? Hampir sepanjang sejarah manusia kaum pinggiran ini bisa ditemui. Mereka terpinggirkan dari tata kehidupan masyarakat umum karena berbagai sebab. Ada yang terpinggirkan karena masalah keagamaan, karena masalah penyakit yang dideritanya, karena sistem sosial, karena sebab politik dan berbagai sebab lain. Perubahan yang berlangsung begitu cepat dalam kehidupan manusia telah juga meminggirkan sebagian warga dari masyarakatnya karena mereka tidak mampu menyelaraskan diri dengan perubahan itu. Adalah menarik dan jadi contoh untuk gereja masa kini terkait dengan kaum pinggiran ini dari sikap Tuhan Yesus. Orang yang sakit kusta sampai masa Tuhan Yesus bahkan sampai jauh sesudah masa itu adalah kaum yang digolongkan sebagai kaum yang menyandang najis. Mereka terpinggirkan dari komunitasnya (Im 13:46). Namun satu hari seorang penyandang kusta jumpai Tuhan Yesus. Ia yakin Tuhan Yesus bisa menahirkannya. Ia berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat menahirkan aku.” Tuhan Yesus tidak mengusir orang itu, malah menjamahnya, dan Beliau berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu (Mat 8:2,3). Hal ini merupakan tindakan luar biasa untuk masa itu. Lain waktu dua orang buta, peminta- minta setelah tahu Tuhan Yesus melewati tempatnya, berteriak dengan keras: “Tuhan Anak Daud, kasihanilah kami!” orang banyak menegur mereka agar tidak mengganggu.

Banyak orang termasuk tokoh di dunia ini yang menyepelekan orang cacat, apalagi cacat dan peminta-minta, jelas mereka kaum pinggiran. Namun Tuhan Yesus justru memanggil orang buta itu. Tuhan menjamah mereka dan mencelikkannya (Mat 20:30-34). Kaum wanita dalam banyak komunitas dinilai sebagai warga kelas dua. Apalagi bagi seorang wanita yang tidak sehat akan lebih terpinggirkan lagi dari pergaulan masyarakatnya. Berbeda halnya dengan Tuhan Yesus, beberapa wanita yang telah dilepaskan dari kuasa roh jahat dan disembuhkan dari penyakit menjadi murid- Nya (Luk 8:2,3). Masa itu tidaklah umum seorang rabi memiliki murid perempuan. Tuhan Yesus melakukan terobosan yang melampaui jaman-Nya. Seorang perempuan Samaria yang mandul mengisolasi diri karena tidak tahan menghadapi sikap kaumnya yang menganggapnya sebagai wanita aib, Tuhan pulihkan harga dirinya bahkan menjadi pemberita Injil kepada bangsanya (Yoh 4). Kita bisa menderetkan lebih banyak peristiwa yang menunjukkan kepedulian Tuhan Yesus kepada kaum terpinggirkan. Nyata Tuhan Yesus tidak segan menjumpai dan menyampaikan Injil sukacita kepada orang-orang miskin, para pendosa, cacat, orang yang dianggap najis ataupun penyandang aib. Cuplikan di atas lebih dari cukup untuk jadi teladan gereja-Nya masa kita untuk tidak abaikan bahkan sedia menolong kaum pinggiran. Berita Injil, kabar sukacita itu adalah kabar untuk semua orang, termasuk untuk kaum yang terpinggirkan. Kita adalah saksi-Nya bahwa Injil itu untuk semua orang. (PurT)

No : 6. Edisi Minggu, 7 Februari 2021

TANGGUNG JAWAB SOSIAL

“… Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri…” (Matius 22;39)

Sejak pendemik melanda negeri kita, entah sudah berapa banyak usaha yang tutup, karyawannya pun putus hubungan kerja. Para pedagang kecil pun banyak yang terdampak, warung-warung sekitar kampus, kehilangan pelanggannya. Angkot pun sepi, karena anak-anak sekolah belajar secara online. Tentu daftar ini bisa diperpanjang. Belum lagi korban bencana alam yang datang bertubi beberapa minggu terakhir ini. Semisal, longsor di Sumedang, gempa di Sulawesi Barat, Banjir di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara dan daerah langganan banjir lainnya. Banyak ragam paket bantuan yang sudah diluncurkan pemerintah. Namun masih banyak yang butuh bantuan itu. Gereja-gereja terutama gereja-gereja kecil juga alami kesulitan untuk ambil bagian dalam meringankan penderitaan yang dialami masyarakat umum ini. Persembahan dari umat berkurang sejalan dengan tidak ada ibadah onsite. Juga karena banyak warga jemaat terdampak oleh pandemik dan krisis ekonominya. Banyak yang berupaya berjualan terutama makanan selama pandemik ini, sebagai upaya mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Adalah indah masyarakat saling bantu dengan saling beli jualan dari penjual dadakan ini. Harap ketahanan ekonomi masyarakat tidak terlalu terpuruk. Puji Tuhan cukup banyak pengusaha, termasuk yang anak Tuhan yang ambil bagian dalam tanggung jawab sosial ini dengan membantu memberikan bantuan pangan kepada masyarakat yang membutuhkan. Bahkan sebagiannya bukan hanya sekali dua kali melainkan rutin setiap bulan, padahal usahanya juga tersendat. Mereka rela berbagi dari keuntungan usaha sebelum pandemik.

Tuhan Yesus menegaskan bahwa kasih kepada sesama itu sejajar dengan kasih kepada Tuhan Allah dan keduanya adalah sari pati dari segenap Kitab Perjanjian Lama (Mat 22:40). Sejak mula, sejarah kekristenan tidak bisa dipisahkan dari pelayanan sosial ini. Jejak para utusan Injil terserak di hampir segenap permukaan bola bumi ini. Hal itu berupa sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit dan klinik-klinik, panti-panti asuhan untuk para yatim piatu, panti-panti untuk para sepuh, juga panti rehabilitasi. Tidak sedikit pula andil pusat-pusat pelatihan kerja yang dikelola Gereja Tuhan. Namun pelayanan sosial yang dilaksanakan kaum Kristen ini, bukanlah pengganti pemberitaan Injil. Pemberitaan Injil adalah amanat Tuhan Yesus menjelang Beliau Kembali ke sorga. Kepedulian sosial adalah hal yang tidak Tuhan Yesus abaikan sepanjang pelayanan-Nya di tanah Kanaan. Tuhan Yesus memperagakan pelayanan yang komprehensif. Adalah kenyataan bagi orang yang sungguh beriman kepada Tuhan Yesus merindukan lebih banyak orang diselamatkan dengan beriman kepada Juruselamat dunia ini (Yoh 4:42). Namun adalah naif bila berupaya menukar iman dengan sekresek sembako, misalnya. Bantuan sembako, terutama di masa sulit, dibagikan dengan tulus karena dorongan kasih kepada sesama (Mat 22:39), tidaklah mensyaratkan penerimanya untuk jadi Kristen. Mari kita hadirkan pelayanan yang komprehensif ini. (PurT)

No : 5. Edisi Minggu, 31 Januari 2021

KASIH KARUNIA

Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Roma 6:23)

Saat Mamuju, Sulawesi Barat diterjang gempa, dini hari, 15 Januari 2021 lalu, Natsyelia Paulus Ake sedang jalankan tugas malam di RS. “Mitra” Mamuju. Dengan rasa tanggung jawab dan kasih, Nia demikian ia biasa disapa bersama rekan sejawatnya memapah pasien rawat inap satu-persatu keluar gedung RS. Saat hampir semua pasien berhasil dievakuasi, Nia teringat seorang bayi yang terbaring dalam inkubator. Nia berlari terobos gedung RS yang tergoncang gempa itu dan berhasil mengangkat bayi itu. Namun tiba-tiba Gedung RS rubuh, Nia dan bayi itu tertimbun reruntuhan. Bantuan datang saat fajar menyingsing. Sekitar pkl 09.00 Nia yang rupanya mendengar para penolong mendekat, mengetuk material yang menguburnya. Walau Nia dan bayi yang ditolongnya berhasil dievakuasi ke RS Bayangkara, Mamuju dan para dokter berupaya keras untuk menyelamatkannya, Nia tidak tertolong, namun bayi yang ditolongnya selamat. Nia patut digelari pahlawan kemanusiaan hari itu. Ia tidak pikirkan keselamatan dirinya, ia terobos bahaya, ia berhasil selamatkan bayi dalam inkubator itu, namun dengan korbankan dirinya. Pengorbanan Nia, hari itu menjadi gambaran nyata dari inti Injil. Seperti bayi dalam inkubator itu yang tidak berdaya, tidak miliki kemampuan untuk menyelamatkan diri, begitulah gambaran Alkitab tentang manusia secara spiritual terikat dalam dosa tidak mampu menyelamatkan diri dan hanya layak untuk menerima murka Allah. Namun, Tuhan Yesus datang melawat dunia ini, Beliau mengambil rupa manusia, taat sampai mati tersalib untuk selamatkan umat manusia ini (Fil 2: 8).

Tuhan Yesus tahu persis, manusia tidak berdaya, manusia sudah mati dalam dosanya (Ef 2:1). Tuhan Yesus menerobos, masuk ke dalam dunia manusia dan menjadi manusia sejati untuk menyelamatkannya. Tidak ada andil manusia dalam proses penyelamatan ini; sepenuhnya adalah kasih karunia. Allah mengasihi dunia ini (Yoh 3:16), walau selayaknya menerima maut (Rum 6:23 a). Allah mengaruniakan hidup kekal ganti maut (Roma 6:23 b) memberi keselamatan ganti murka. Namun banyak manusia tidak mudah mengakui ketidakberdayaannya untuk mengibarkan bendera putih sambut kasih karunia Allah itu. Banyak dari manusia ini mencoba menyelamatkan diri dengan mengandalkan upaya jalani ritual-ritual keagamaan atau pada upaya disiplin diri hidup dengan baik. Namun Alkitab nyatakan bahwa manusia diselamatkan karena kasih karunia semata; bukan hasil usahanya melainkan pemberian Allah (Ef 2:8). Seperti halnya bayi yang tidak berdaya di RS “Mitra”, Mamuju itu yang sepenuhnya diselamatkan Nia, secara spiritual kita pun sepenuhnya diselamatkan oleh karya pengorbanan Tuhan Yesus. Karenanya manusia tidak bisa memegahkan diri dalam keselamatan ini (Ef 2:9). Sebagai orang yang sudah diselamatkan dengan kasih karunia, mari kita mengkabarkan jalan kasih karunia ini kepada yang belum mendengarnya. Kita menerimanya dengan cuma-cuma, mari memberitakan dengan cuma-cuma juga (Mat 10:8). (PurT).

No : 4. Edisi Minggu, 24 Januari 2021

INJIL UNTUK SEGALA BANGSA (2)

“…. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,…” (Matius 28:19)

Setelah Tuhan Yesus merekrut murid- murid utamanya yang berjumlah 12 orang, mereka hidup bersama dan belajar secara magang. Mereka menyaksikan segala hal yang Gurunya lakukan: Kotbah, menyembuhkan orang sakit, menahirkan orang kusta, melakukan banyak mujijat, melakukan percakapan pribadi dengan orang yang menjumpai-Nya dan banyak hal lainnya. Sebagai murid mereka belajar di kampus alami seluas Tanah Kanaan, belajar untuk hidup sebagai murid Tuhan. Pada waktunya mereka diutus oleh Tuhan Yesus untuk mempraktikkan hidup sebagai pelayan Tuhan (Mat 10:5-15). Tuhan Yesus membatasi pelayanan mereka saat itu hanya di lingkungan masyarakat sebangsanya. Bahkan dilarang memasuki kota-kota orang Samaria pun (Mat 10:5). Pengutusan ini adalah pengutusan awal, maka fokus pada lingkungan masyarakat sebudaya. Orang Samaria tidak termasuk sebudaya dengan orang Yahudi karena orang Samaria dinilai sebagai bangsa campuran, bahkan dianggap sebagai orang asing oleh orang Yahudi itu (Luk 17: 18). Praktik pelayanan ini adalah untuk membiasakan diri menyatakan kasih Tuhan kepada mereka yang dilayaninya. Selain itu mereka harus biasakan diri dalam hidup yang bergantung kepada Tuhan, sehingga tidak perlu menguatirkan hal biaya hidup sepanjang pelayanannya itu (Mat 10:9,10). Motivasi pelayanannya pun harus dibiasakan untuk selaras dengan motivasi yang selama ini mereka saksikan dari Guru mereka (Mat 10:8). Namun sebenarnya para murid Tuhan ini disiapkan untuk menjadi saksi Tuhan dalam lingkup yang luas, yakni untuk menjadi berkat bagi segala bangsa. Setelah Tuhan Yesus menuntaskan pelayanan-Nya di bumi ini, menjelang Tuhan Kembali ke sorga, Tuhan mengutus mereka untuk memuridkan segala bangsa (Mat 28:19). Inilah pengutusan yang sebenarnya.

Sang Guru adalah Juruselamat dunia (Yoh 4:42) yang menghapus dosa dunia (Yoh 1:29); para murid-Nya adalah penerima amanat untuk menawarkan keselamatan itu kepada segala bangsa. Bahkan mereka diberi perintah untuk memuridkan segala bangsa dan setelah bangsa-bangsa itu menjadi murid, mereka juga memuridkan yang lainnya. Inilah rantai pengutusan yang terus berlangsung hingga Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya satu hari nanti. Hal ini senada dengan penyataan bagi hamba-Nya dalam kitab Nabi Yesaya: ”Terlalu sedikit bagimu hanya menjadi hamba-Ku, … Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (49:6). Menjelang Tuhan Yesus Kembali ke sorga, Tuhan menegaskan Kembali ruang lingkup pelayanan para murid-Nya itu (KPR 1:8). Para murid itu jadi saksi di antara bangsa sebudaya (Yerusalem, Yudea), saksi di antara bangsa yang budayanya masih miliki banyak kesamaan (Samaria), dan diantara bangsa-bangsa yang budayanya sama sekali berbeda (ujung bumi). Tidak pelak lagi Injil keselamatan itu untuk segala bangsa. Sedangkan pelaksanaan amanat pemuridan ini sampai Tuhan Yesus datang Kembali. Mari kita ambil bagian dalam penuntasan amanat pemuridan itu. (PurT)

No : 3. Edisi Minggu, 17 Januari 2021

INJIL UNTUK SEGALA BANGSA (1)

Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu (1 Korintus 15:2)

Banyak orang yang meyakini bahwa Injil itu diterima oleh Tuhan Yesus. Namun Alkitab memberi kesaksian bahwa Tuhan Yesus tidak menerima Injil yang didiktekan atau diwahyukan dari sorga. Alkitab memberi kesaksian bahwa yang dimaksud dengan Injil itu justru Tuhan Yesus sendiri. Lebih utama lagi: Karya keselamatan dari Tuhan Yesus. Inti dari Injil itu adalah: Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci (1 Kor 15:3,4). Saat masa raya Natal yang baru lalu, kita diingatkan bahwa Tuhan Yesus turun ke dunia ini, dilahirkan sebagai seorang bayi dan menyandang nama Yesus karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Mat 1:21). Nama beliau sudah menyatakan hal misi yang diemban- Nya. Yohanes Pembaptis yang menjadi pembuka jalan bagi Tuhan Yesus menyatakan bahwa Tuhan Yesus adalah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia (Yoh 1:29). Dua kali dalam 1 Korintus 15:3,4 disebut: Sesuai dengan Kitab Suci. Artinya penyaliban, kematian, penguburan dan kebangkitan Tuhan Yesus adalah penggenapan nubut-nubuat Kitab Suci, Perjanjian Lama. Tuhan Yesus sendiri sesaat setelah bangkit dari kubur, kalahkan kematian, menegaskan bahwa ada tertulis (dalam Kitab Suci) bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga (Luk 24:46). Injil itu dinyatakan sebagai jalan pertobatan dan pengampunan dosa yang harus disampaikan kepada segala bangsa (Luk 24:47) karena Tuhan Yesus adalah Juruselamat dunia (Yoh 4:42). Rasul Petrus yang menjadi salah satu murid utama Tuhan Yesus, dalam kotbah perdananya menantang para pendengarnya dari 15 negara dan wilayah untuk bertobat dan memberi diri untuk untuk dibaptis dalam nama Yesus Kristus, sebagai jalan pengampunan dosa (KPR 2:38).

Kemudian hari saat Rasul Petrus dan Rasul Yohanes diadili oleh Mahkamah Agama Yahudi, mereka mengikrarkan pengakuan imannya: “… Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia (Kristus), sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan.” (KPR 4:12). Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus menegaskan bahwa janji Tuhan kepada Abraham bahwa semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat digenapi dalam Kristus (3:16). Pengakuan-pengakuan di atas bahkan pemberitaan para rasul adalah respon imaniah mereka atas amanat yang Tuhan Yesus sampaikan menjelang beliau Kembali ke sorga. Dalam amanat-Nya Tuhan Yesus menegaskan bahwa ; Jalan pertobatan dan pengampunan dosa yang disediakan-Nya itu untuk segala bangsa (Luk 24:47). Karenanya Tuhan Yesus mengamanatkan kepada para murid-Nya untuk pergi ke seluruh dunia untuk memberitakan Injil itu kepada segala makhluk (Mrk 16:15). Beliau menegaskan bahwa semua bangsa harus dijadikan murid Kristus (Mat 28:19). Untuk para murid Tuhan masa kini, amanat Tuhan itu masih mengikat. Mari ambil bagian dalam pemberitaan Injil ini. (PurT)

No : 2. Edisi Minggu, 10 Januari 2021

PEMBUKA DAN PENUTUP

… Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik (Titus 2:13,14)

Baru dua hari kita melangkah di tahun 2021. Walau awan pandemik masih menggelayut, dengan semangat tinggi Langkah diayun dan tekad kuat untuk menjalani tahun ini lebih baik dari tahun yang baru saja ditinggalkan. Kesalahan, kegagalan, kekecewaan dan masalah yang dihadapi tahun lalu, biar terkubur di sana. Kalaupun tahun ini harus hadapi masalah bertekad lebih bijak menghadapinya, dan hasilnya harus lebih baik pula. Sebagai orang percaya yang sudah dibebaskan dari segala kejahatan, diminta untuk menguduskan diri, sebagai tanda milik Tuhan dan menjadi umat Tuhan yang rajin berbuat baik (Titus 2:13,14). Alkitab menjadi pedoman yang siap menjadi cermin untuk perjalanan hidup di tahun 2021 ini. Akitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terdiri atas 1189 pasal. Yang menarik dari 1189 pasal itu nyaris hanya empat pasal yang tidak membicarakan hal dosa. Sedangkan sisanya yaitu 1185 pasal menulis tentang dosa dan dampaknya. Keempat pasal yang tidak membicarakan hal dosa itu yaitu dua pasal awal dan dua pasal akhir dari Alkitab. Dua pasal yang membuka dan nyaris dua pasal yang menutup Alkitab. Pasal terakhir dari Kitab Wahyu memang masih menyinggung kejahatan jelang kedatangan Tuhan Yesus (22:10,11). Dalam dua pasal pertama Kitab Kejadian Allah berbicara tentang kesempurnaan ciptaan Allah (Kej 1:31). Semuanya sempurna dan diperkenan Allah. Saat itu Allahlah yang menjadi pusat kehidupan dari segala ciptaan. Dua pasal terakhir dari Kitab Wahyu menulis hal langit baru dan bumi baru; kedatangan kedua dari Tuhan Yesus. Semuanya kembali menjadi baru; hidup tanpa dosa.

Sedangkan kitab-kitab dan pasal-pasal antaranya umumnya berbicara tentang dosa dan perbuatan dosa akibat dari kejatuhan manusia pertama. Tentu berbicara tentang kepedulian Allah yang mengasihi manusia ciptaan-Nya itu. Allah memberi janji pemulihan, Allah mengikat perjanjian untuk pemulihan itu melalui pemilihan Abram (Kej 12:1-3). Melalui Musa Allah pun memberi pedoman untuk hidup berkenan kepada-Nya. Namun pada umumnya, manusia gagal memeragakan hidup yang berkenan kepada Allah. Akibat dari kehidupan yang berdosa itu sungguh menggentarkan. Hukuman Allah harus dialami tanpa bisa dihindari. Walau Israel bangsa keturunan Abraham yang dijanjikan untuk menjadi berkat bagi segala bangsa; karena tidak taat harus alami akibat dari dosa itu. Kiranya Alkitab menjadi cermin jernih bagi Langkah kita di tahun yang baru ini. Apalagi status kita sebagai kaum yang telah dikuduskan, kepunyaan Allah yang rajin berbuat baik. Hidup dalam kesetiaan dan ketaatan kepada kehendak Allah tentu akan menyukakan hati Allah. Kekudusan adalah kehendak Allah (1 Pet 1:15,16). Sebaliknya hidup dalam dosa adalah hidup yang tidak diperkenan oleh Allah (Tit 2:12). Kita diingatkan pula untuk hidup dengan pengharapan kedatangan kedua kali dari Tuhan Yesus (Tit 2:13). Itulah penutup kehidupan di bumi ini. Kiranya kita jadi saksi-Nya yang memuliakan Tuhan. (PurT)

No : 1. Edisi Minggu, 3 Januari 2021

NATAL DAN UTANG

… dengan menghapus surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib:… (Kolose 2:14).

Kesetiaan Allah ternyata dalam Pribadi Tuhan Yesus. Allah yang Maha Tahu itu tahu bahwa manusia tidak mungkin bisa lepas dari dosa dan hukumannya; Allah berjanji sediakan jalan pengampunan dosa. Janji Allah itu ternyata sepanjang lintasan sejarah kudus. Penggenapannya terwujud dengan kedatangan Tuhan Yesus yang dilahirkan oleh perawan Maria di Betlehem. Peristiwa inilah yang kemudian gereja merayakannya sebagai perayaan Natal. Adalah kenyataan bahwa manusia dilahirkan dalam keberdosaan, hidup dalam lingkungan yang berdosa, tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Sejarah kudus merekam dengan jelas betapa manusia yang berdosa itu, tidak mampu jalani hidup sesuai dengan kehendak Allah. Bahkan manusia cenderung tidak setia kepada Allah yang mengasihinya. Salah satu gambaran tentang keberdosaan manusia itu adalah manusia tergadai dalam keberdosaannya. Kitab Nabi Hosea melukiskan kasih Allah lewat hidup Nabi Hosea ini. Ia harus menebus istrinya yang tergadai di pasar budak (Hos 3:1-3). Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menegaskan bahwa manusia itu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar (1 Kor 6:20). Kata dibeli adalah terjemahan dari kata dalam bahasa Yunani yang akar katanya berarti pasar. Demikian juga dalam Galatia 3:13 dan 4:5 dipakai kata dengan akar kata yang sama dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Menebus.

Manusia sudah tergadai dalam dosa. Dibutuhkan seorang penebus yang bisa membebaskan manusia dari ketergadaiannya itu. Seorang nabi hanya mampu menjadi “ilustrasi” bagi penyataan kasih Allah kepada umat manusia, semisal Nabi Hosea itu. Namun untuk menjadi penebus haruslah manusia yang sempurna yang tidak berdosa. Tuhan Yesuslah yang memenuhi syarat itu. Malaikat Gabriel menegaskan kepada perawan Maria bahwa anak yang akan dikandungnya itu akan disebut kudus, Anak Allah (Luk 1:35). Tuhan Yesus dikandung dan dilahirkan dalam kekudusan, hidup- Nya pun tanpa dosa. Karena Beliau adalah manusia sorga yang mengambil rupa manusia untuk menyatakan kasih Allah kepada manusia. Sesaat setelah dilahirkan Beliau dibaringkan dalam palungan, puncak kasih-Nya dijalani dengan dipakukan pada kayu salib. Semuanya Tuhan Yesus jalani untuk menanggung kutuk, dan menebus manusia yang sudah terkutuk dalam dosa (Gal 3:13) Dalam suratnya kepada jemaat Kolose, dengan ilham Roh Kudus, Rasul Paulus menuliskan bahwa manusia itu seakan memegang surat utang yang sudah tidak mungkin terbayar lagi. Namun oleh karya salib Kristus, surat utang itu dihapuskan dengan dipakukan pada kayu salib (Kol 2:14). Inilah jalan pengampunan dosa satu-satunya yang dirancang Allah. Sebagai orang tebusan Allah, mari kita wartakan jalan penebusan ini kepada sesama manusia. Tuhan memberkati. (PurT)

No : 52. Edisi Minggu, 27 Desember 2020

Palungan dan Salib

“… Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus….” (Lukas 1:31)

Apa arti sebuah nama? kata William Shakespeare. Bila bunga mawar diberi nama lain, ia tetap harum, katanya. Seakan nama itu tidak ada maknanya. Namun saat malaikat Gabriel mengabari perawan Maria, bahwa beliau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan memintanya untuk menamainya Yesus (Luk 1:31). Tentu nama itu mengandung makna yang dalam yang terkait dengan peran yang akan dilakukan putra bunda Maria ini. Nama Yesus berasal dari bahasa Gerika (juga Latin) yang dalam bahasa Ibrani adalah Yehoshua yang artinya keselamatan Allah atau Tuhan adalah keselamatan. Nama Yesus bukanlah sekedar nama, melainkan nama dengan makna yang teramat penting. Beliau akan menyelamatkan umatnya dari dosa mereka (Mat 1:21), kata malaikat Gabriel kepada Yusuf, tunangan perawan Maria. Saat memenuhi perintah sensus dari kaisar Agustus, perawan Maria yang tinggal di Nazaret harus menempuh perjalanan jauh untuk seorang yang sedang hamil tua ke tanah leluhurnya: Betlehem. Karena tidak ada tempat lagi di penginapan, perawan Maria harus jalani persalinan malam itu di kandang hewan dan bayinya dibaringkan dalam palungan (Luk 2:7). Sungguh memprihatinkan. Namun tempat itu tenang, jauh dari hiruk pikuk orang Yehudi lainnya yang datang dari rantau untuk penuhi tuntutan sensus. Palungan selain menggambarkan kesederhanaan, namun juga harkatnya rendah terkait dengan kehidupan binatang. Bisa jadi, karena dosanya, harkat manusia sudah merosot demikian rendah, seakan seharkat dengan binatang. Dari situlah penyandang nama Yesus, memulai langkahnya untuk menjadi Juruselamat dunia. Tidak mengherankan Tuhan Yesus sering diejek oleh kaum agamawan saat itu sebagai sahabat orang berdosa (Luk 7:34).

Sedangkan puncak dari peran yang dijalani penyandang nama Yesus ini terjadi di atas kayu salib. Kayu salib selain menggambarkan kesederhanaan (apalagi dibandingkan tempat tidur ruang VVIP, Rumah Sakit jaman sekarang) juga melambangkan kutuk dan kehinaan. Keberdosaan manusia membuat Tuhan Yesus harus menjalani kematian secara sederhana, terkutuk dan terhina. Dari sisi keagamaan Israel, untuk menjadi penebus umat manusia dari kutuk hukum Taurat. Tuhan Yesus menjadi terkutuk karena kita (Gal 3:13). Sedangkan di hadapan hukum sipil Romawi, orang yang mati tersalib adalah penghinaan bagi seseorang nonromawi yang dianggap penjahat besar. Tuhan Yesus menanggung kehinaan terdalam dari keberdosaan manusia sebagai peran pengganti bagi umat manusia yang dikasihi-Nya. Inilah jalan palungan dan salib, jalan keharusan yang ditempuh Tuhan Yesus sebagai penggenapan dari janji Allah yang disampaikan sepanjang lintasan sejarah kudus (Luk 24:46). Inilah jalan satu- satunya yang dirancang Sang Pencipta sebagai jalan pertobatan dan pengampunan dosa bagi segala bangsa (Luk 24:47). Sedangkan keharusan bagi para murid-Nya (termasuk pada masa kini) adalah memberitakan jalan pertobatan dan pengampunan dosa ini kepada segala bangsa. (PurT)

No : 51. Edisi Minggu, 20 Desember 2020

Kemustahilan Yang Mewujud

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan- Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran (Yohanes 1:14)

Peristiwa Natal bukanlah peristiwa kelahiran biasa yang dialami setiap orang di dunia ini. Peristiwa yang dirayakan umat Kristen ini adalah suatu kemustahilan yang terwujud. Secara jasmaniah, hamilnya seorang perawan adalah kemustahilan. “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” kata Maria kepada malaikat Gabriel (Luk 1:34). Secara spiritual lebih mustahil lagi. Bagaimana mungkin Allah yang tidak terbatas menjadi manusia yang terbatas? Malaikat Gabriel menjelaskan kepada Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah (Luk 1:35). Malaikat Gabriel juga menegaskan, “… sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (Luk 1:37). Maria pun berserah diri (Luk 1:38). Sebelumnya belum pernah terjadi dan tidak pernah bahkan tidak akan pernah terulang, seorang perawan hamil tanpa peran seorang pria, kemustahilan ini hanya terjadi sekali saja. Suatu peristiwa yang teramat istimewa. Allah menyatakan Dirinya kepada umat manusia sejak awal sebagai Allah dalam kejamakan. Allah adalah Esa, namun keesaan- Nya bukanlah keesaan matematis melainkan keesaan dinamis tidak terbandingkan. Ketika Allah akan menciptakan nenek moyang manusia, terjadi dialog internal, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita,…” (Kej 1:26). Inilah dialog antar pribadi Allah, yang kemudian kita kenal dalam ketritungglan Allah.

Injil Yohanes dengan jelas menyatakan bahwa pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu Allah (Yoh 1:1). Jadi sejak awal masa kekekalan Allah adalah Pribadi yang jamak. Firman inilah yang kemudian menjadi berdaging, Kai ho Logos Sarx egeneto (Yoh 1:14). Rasul Paulus kemudian hari dengan bimbingan Roh Kudus menulis bahwa Kristus Yesus yang adalah Allah itu mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Fil 2:7). “Mustahil” Allah mengambil rupa manusia. Betul sekali, akal budi kita akan menyatakan adfalah kemustahilan Allah yang tidak terbatas, membatasi diri dengan menjadi berdaging, menjadi sama dengan manusia. Malaikat Gabriel bukanlah malaikat pertama yang mengucapkan penyataan bahwa , “…bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Bila Allah memutuskan untuk menyatakan diri dengan mengambil rupa manusia, walau hal itu belum pernah terjadi sebelumnya tetap menjadi tidak mustahil. Hal itu terwujud. Inilah keajaiban peristiwa Natal, kemustahilan yang terwujud. Tentu kemustahilan berganda ini terwujud untuk menyatakan kemuliaan-Nya yang penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh 1:14,17). Manusia telah gagal memenuhi tuntutan Taurat, sejak peristiwa Natal itu kasih karunia yang mendatangi manusia. Setiap orang yang percaya kepada Anak Tunggal Allah, Firman itu, tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Mari wartakan jalan kasih karunia ini, jalan menuju hidup kekal. (PurT)

No : 50. Edisi Minggu, 13 Desember 2020

Janji Allah Dalam Lintasan Sejarah Kudus

Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. (Galatia 4:4)

Tidak ada tokoh yang pernah lahir yang dijanjikan dan dinubuatkan jauh hari dan digenapi dengan begitu akurat, kecuali Tuhan Yesus Kristus. Janji tentang kelahiran dan karya-Nya berawal dari taman Eden yang didengar oleh nenek moyang manusia, bapak Adam dan ambu Hawa. Dan diteguhkan sepanjang lintasan sejarah kudus oleh para tokoh dan nabi sebelum digenapi dengan teramat akurat. 2000 tahun sebelum penggenapan itu, Allah berfirman kepada Abram yang dipanggil untuk meninggalkan kampung halamannya, kerabatnya dan kaumnya ke negeri yang saat itu belum diketahuinya untuk menjadi berkat (Kej 12:1-3). Rasul Paulus menjelaskan kepada jemaat di Galatia bahwa yang dimaksud dengan keturunannya yang akan menjadi berkat bagi segala bangsa itu adalah Kristus (Gal 3:16). Sekitar 1410 tahun sebelum penggenapannya, tokoh besar lainnya yaitu Musa bernubuat tentang akan hadirnya seorang nabi dari antara kaum Israel (Ul 18:15). Yang dimaksudnya adalah Kristus, sebagaimana ditegaskan rasul Petrus (KPR 3:22). Bahkan peristiwa Paskah di Mesir saat bangsa Israel terlewati tulah kematian anak- anak sulung (Kel 12:27) mendapat makna spiritualnya dalam Paskah kurban Kristus di kayu salib. Sekira 950 tahun sebelumnya raja Daud menulis Mazmur-Mazmur Mesianik di antaranya (Maz 2 dan 110). Belum lagi Mazmur 16:8-10 yang dikutip Rasul Petrus dan Rasul Paulus hal kebangkitan Kristus. Juga Mazmur 22 yang paling banyak dikutip dalam Perjanjian Baru terkait penyaliban Kristus.

Tahun 730 SK nabi Yesaya bernubuat tentang seorang perawan yang akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan bergelar Imanuel (Yes 7:14). Hal kelahiran dan gelar-gelar Kristus lainnya tertulis dalam Yesaya 9:5. Belum lagi nubuat terkait penderitaan yang akan dijalani Kristus ditulis Yesaya pada pasal 52:13-53:12 tentang Hamba yang menderita. Menyangkut tempat kelahiran Kristus, di Betlehem itu, tertulis dalam Kitab Nabi Mikha 5:1 yang ditulis pada sekira tahun 700 SK. Semua imam dan para akhli Taurat Yahudi yang ditanya Raja Herodes tentang tempat kelahiran Mesias menunjuk kepada nubuat nabi Mikha itu. Rasul Matius melaporkan tentang murkanya Raja Herodes dengan memerintahkan pembunuhan terhadap anak-anak Betlehem usia di bawah dua tahun. Peristiwa itu dirujuk kepada nubuat Nabi Yeremia yang ditulis sekira tahun 600 SK. Rasul Matius juga mengaitkan peristiwa diungsikannya Tuhan Yesus (bayi) ke Mesir dengan tulisan Nabi Hosea sekira tahun 700 SK. Injil Matius yang pembaca awalnya adalah orang-orang Yahudi, banyak sekali mengutip Kitab-Kitab Perjanjian Lama yang terutama mengunjuk kepada Pribadi dan Karya Kristus. Hal itu membuktikan bahwa Tuhan Yesus memang tokoh teramat istimewa yang tidak terbandingkan. Setelah genap waktunya sebagaimana dijanjikan, Juruselamat dunia itu dilahirkan (Gal 4:4). Mari kita kabarkan agar lebih banyak orang diselamatkan. (PurT).

No : 49. Edisi Minggu, 6 Desember 2020

Kasih Allah Sejak Purbakala

“… Aku mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kejadian 3:15)

Dalam dua hari Desember kita masuki. Masa raya natal pun segera dimulai. Inilah saat untuk menghayati kasih Allah kepada umat manusia. Tuhan Allah melawat dunia, menyatakan kasih-Nya. Namun sebenarnya kasih Allah sudah dinyatakan sejak purbakala, sejak nenek moyang umat manusia: Bapak Adam dan ambu Eva jatuh ke dalam dosa saat di taman Eden. Seandainya Anda adalah seorang perajin tembikar; dengan bahan dasar tanah liat; Anda berniat untuk membentuk segumpal tanah liat itu menjadi objek tertentu, namun karena lengah, bentuknya rusak. Sangat mungkin Anda akan membuangnya dan membentuk lagi dari tanah liat yang lain. Allah sebagai Pencipta segala yang ada. Nenek moyang manusia pun Allah ciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26) dan menempatkannya di taman Eden (Kej 2:8). Namun justru manusia yang merupakan puncak dari segala ciptaan itu jatuh ke dalam dosa terperdaya oleh Iblis di taman Eden itu (Kej 3). Sekalipun nenek moyang manusia ini jatuh dalam dosa, Allah sama sekali tidak membinasakannya melainkan datang menjumpai mereka di taman Eden. Dengan nada kasih Allah memanggil nenek moyang manusia yang sembunyikan diri itu, “Dimanakah engkau?” Allah menanyai nenek moyang manusia itu, tetapi dengan berdalih dan membela diri, Adam dan Hawa saling lempar tanggung jawab. Sekalipun demikian nenek moyang manusia tidak dibinasakan, Allah tidak menciptakan nenek moyang manusia yang baru. Allah justru menyampaikan janji pemulihan. Inilah penyataan kasih yang paling awal yang Allah nyatakan kepada manusia yang berdosa.

Allah hakikatnya adalah kasih (1 Yoh 4:8,16) maka segala karya Allah didasari oleh kasih itu. Janji pemulihan itu akan terwujud dengan kelahiran keturunan perempuan (her seed-benih perempuan) yang akan meremukkan kepala Iblis. Namun Iblis akan meremukkan tumit keturunan perempuan itu (Kej 3:15). Janji pemulihan itu diteguhkan dalam lintasan sejarah kudus melalui kesaksian dan nubuat para nabi. Akhirnya janji pemulihan itu digenapi dalam peristiwa Natal di kandang Betlehem (Luk 2:7). Tuhan Yesus kemudian menyatakan puncak penyataan kasih Allah itu dalam percakapan-Nya dengan seorang Farisi bernama Nikodemus (Yoh 3:16). Untuk memulihkan status manusia dari akibat kejatuhan nenek moyangnya ke dalam dosa itu benih perempuan itu harus jalani jalan penderitaan (Iblis remukkan tumit benih perempuan itu). Inilah gambaran paling awal dari jalan salib yang harus dijalani Tuhan Yesus, Sang benih perempuan itu. Allah adalah kasih yang menyatakan hakikat kasih-Nya itu sejak purbakala di taman Eden. Sedangkan puncak penyataan kasih-Nya itu terwujud dalam pribadi Tuhan Yesus, agar semua yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Mari kita setia wartakan, tujuan dari peristiwa Natal: Jalan pengampunan dosa. (PurT)

No : 48. Edisi Minggu, 29 November 2020

Yang Tulus-Syukur dan Yang Terpaksa

Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ”Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Filipi 2:10,11)

Bayangkan pada satu hari Anda sedang ambil bagian dalam ibadah onsite di Gedung gereja. Tidak dinyana hari itu, ratu Inggris yang sedang berkunjung ke Indonesia masuk ruang gereja disertai menko kemaritiman dan menkes RI. Saya hampir yakin semua yang telah hadir akan berdiri memberi hormat kepada tamu negara tersebut yang melangkah menuju kursi khusus yang sudah disediakan. Ratu Inggris adalah kepada gereja Inggris; suatu hari Minggu yang mengejutkan bukan? Namun bila hari itu yang datang adalah Tuhan Yesus. Saya kira keagungan Tuhan Yesus akan membuat lutut warga jemaat saat itu tidak mampu lagi untuk menopang tubuhnya melainkan akan bersimpuh menyembah Beliau. Suatu kehormatan teramat besar bukan? Dalam rangka memberi nasihat kepada jemaat Filipi agar menghilangkan sifat pementingan diri dan hindari perpecahan dengan meneladani Kristus Yesus (Fil 2:1-5). Tuhan Yesus yang adalah Allah namun rela mengosongkan diri-Nya mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Fil 2:7). Dalam dalam keadaan sebagai manusia, Beliau telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati tersalib. Karenanya Bapa mengaruniakan penghargaan tertinggi kepada Beliau (Fil 2:8,9). Satu hari nanti (saat Beliau datang Kembali) semua lutut akan tertekuk berlutut bahkan dalam sikap tersungkur menyembah Beliau. Para malaikat dan penghuni sorga lainnya, segenap manusia bahkan yang yang sudah dibangkitkan dari kematiannya semuanya akan menyembah Beliau dan semua lidah akan mengakui: “Yesus Kristus adalah Tuhan.” (Fil 2:10,11).

Sayangnya mereka akan terbagi menjadi dua golongan penyembah dan pemuji. Pertama, adalah mereka yang sungguh beriman kepada Kristus yang dosa-dosanya sudah diampuni. Mereka inilah yang telah menerima penebusan oleh karya salib Kristus yang semua utang dosanya telah dipakukan di atas kayu salib (Kol 2:14). Golongan ini adalah yang menyembah dengan tulus dan penuh rasa syukur atas karunia keselamatan yang telah diterimanya. Kedua, adalah mereka yang terpaksa menyembah Tuhan Yesus karena tidak ada pilihan lain. Menyembah sebagai tanda takluk karena saat itu mereka tidak miliki keberanian lagi untuk menantang bahkan sekedar tidak percaya pun sudah sirna. Mereka inilah yang nantinya akan mengalami hukuman kekal dalam lautan api (Wah 20:15). Hari kedatangan Tuhan itu masih belum tiba, tetapi akan tiba. Kini masa anugerah masih terbuka. Masa anugerah masih bersisa (mungkin tinggal sesaat lagi), kesempatan untuk bertobat dan menerima Kristus sebagai jalan pertobatan dan pengampunan dosa harus dimanfaatkan agar tidak masuk ke dalam golongan kedua, saat Tuhan Yesus datang kembali. Mari kita ajak siapa saja yang belum beriman kepada Kristus agar segera beriman, karena masa anugerah ini akan berakhir. Kita hanya membuka peluang, mereka yang memutuskan. (PurT)

No : 47. Edisi Minggu, 22 November 2020

Para Pengejek Akhir Jaman

“Menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka.” (Yudas 18)

Charlie Hebdo, majalah mingguan, satir, skeptis, sekuler dari tradisi kiri Perancis belum lama ini memicu kehebohan lagi. Penerbit mingguan ini seakan tidak gentar sekalipun hadapi gelombang protes, bahkan teror yang pada tahun 2015 telah menewaskan 12 kartunis dan direkturnya. Pribadi Tuhan Yesus pun kerap menjadi sasaran ejekan majalah yang terbit setiap Rabu itu. Pelecehan terhadap Tuhan Yesus itu termasuk kasar. Namun pelecehan yang dilakukan Charlie Hebdo ini bukanlah satu- satunya. Pelecehan serupa terjadi pula di antaranya di Jerman dan Belanda. Parahnya pelecehan itu bukan dalam bentuk kartun melainkan lukisan yang dipajang pula di pinggir jalan tertentu oleh para penjual lukisan jalanan. Mengapa orang Kristen, tidak marah? Kebanyakan para pemimpin Kristen menimbang dengan kemarahan, di alam sekuler Eropa, justru ejekan akan lebih menggelombang. Sebaliknya dengan tidak dipedulikan, paling tidak ejekan itu tidak mendapat publikasinya. Di negara kita pun kerap Tuhan Yesus jadi bahan ejekan. Tidak jarang secara vulgar ejekan itu ditulis dengan huruf- huruf ukuran besar di dinding gereja yang sebelumnya gedung gereja itu dihancurkan. Banyak pula video yang secara leluasa mempertontonkan ejekan, terhadap pribadi maupun karya Tuhan Yesus. Memang ada orang-orang Kristen yang marah dan mengadukan hal itu kepada pihak kepolisian, namun pada umumnya tidak berlanjut.

Adik seibu Tuhan Yesus, yaitu Yudas yang menulis kitab Yudas ini dengan ilham Roh Kudus menuliskan nubuat bahwa menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek itu. Walau beliau tidak menjelaskan isi ejekannya, namun tampaknya ejekan itu melawan nilai-nilai keyakinan Kristiani. Hal yang dilakukan orang-orang di Eropa ataupun di negara kita, bisa terhisab sebagai penanda bahwa kita memang berada di akhir jaman itu. Bahkan di hari-hari mendatang bisa jadi ejekan-ejekan itu akan terus meningkat. Pada masa Tuhan Yesus melayani di Kanaan, Tuhan Yesus pun tidak bebas dari cemoohan kaum agamawan yang tidak menyukainya. Misalnya satu hari saat mendengar pengajaran Tuhan, kaum Farisi mencemooh Tuhan Yesus (Luk 16:14). Walau Tuhan Yesus tegas menekankan pengajaran-Nya, Beliau tidak menjadi emosional tanggapi cemoohan itu. Yudas mengajak pembacanya untuk membangun diri di atas dasar iman yang paling suci (20). Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di kota Roma mengingatkan bahwa nama Allah dihujat orang lain karena ketidaksalehan hidup orang Yahudi (2:24). Allah yang kita yakini dalam Kristus adalah Allah yang Mahakuasa; bukan Allah yang lemah yang harus kita bela. Allah lebih dari mampu untuk membela diri-Nya, sebaliknya Kristuslah Pembela kita (Rom 8:34). Mari kita hadirkan kesalehan sebagai kesaksian dari para penyembah Allah yang kudus. Selamatkanlah yang belum selamat dari ancaman api (Yud 23). (PurT)

No : 46. Edisi Minggu, 15 November 2020

Yang Cemar Terus Cemar Yang Kudus Terus Kudus

“… Barang siapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barang siapa yang cemar biarlah ia terus cemar; dan barang siapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barang siapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” (Wahyu 22:11)

Saat Tuhan Yesus datang Kembali kelak, peluang untuk mengubah diri sudah tertutup. Setiap orang akan sebagaimana adanya saat itu. Malaikat utusan Kristus memberi kesaksian kepada Rasul Yohanes untuk jemaat-jemaat-Nya (Wah 22:16). Di akhir penglihatannya itu Rasul Yohanes mendengar penyataan malaikat itu: ”Barang siapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barang siapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barang siapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barang siapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” (Wah 22:11). Mendekati masa kedatangan kedua Tuhan Yesus tersaksikan secara umum manusia yang jahat akan terus melakukan kejahatan. Kini gejala menuju keadaan itu sudah bisa kita saksikan. Hal yang dahulu dinilai sebagai perbuatan dosa berproses dan dipoles sehingga dianggap bukan lagi sebagai dosa. Istilahnya pun diubah. Contohnya, di negara barat tidak ada lagi porn shop. Hal ini bukan karena pemiliknya bertobat, melainkan karena mengubah namanya menjadi adult shop. Toko yang dulu dinilai menjual hal-hal yang mengarah kepada perbuatan dosa itu disulap dengan nama yang lebih netral. Barang-barang yang dijualnya tidak mau lagi dinilai sebagai hal yang porno, melainkan yang dikhususkan untuk orang dewasa.

Di negara kita dulu dipakai kata pelacur untuk (terutama wanita) yang mendapat upah dari pria yang dilayaninya di luar ikatan nikah. Kata yang dulu dipakai secara umum itu kemudian berproses menjadi tuna susila. Kata ini menyiratkan bahwa pelakunya bukan lagi berbuat dosa melainkan sakit, atau cacat, sama halnya dengan kata tuna rungu (cacat pendengaran) atau tuna wicara (cacat bicara). Kata tuna Susila pun berubah lagi menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) sehingga makna sakit/cacatnya pun hilang dan sudah berubah serta diakui sebagai sejenis pekerjaan. Dulu pernah ada yang mengusulkan untuk memakai istilah pramuranjang beranalogi kepada istilah pramuniaga, pramuwiswa, pramugari dll. Istilah ini pun terkait dengan pekerjaan. Dua contoh di atas hanya untuk menunjukkan bahwa perbuatan dosa akan terus dikerjakan, walau tidak dinilai sebagai dosa lagi. Rupanya hal ini hanya sebagai gejala menuju hal yang disampaikan oleh malaikat utusan Kristus kepada Rasul Yohanes. Orang jahat biarlah terus berbuat jahat; orang cemar biarlah terus berbuat cemar, sekalipun pelakunya mungkin tidak merasa berbuat kejahatan atau berstatus cemar. Sebaliknya gereja terpanggil untuk membina warganya untuk hidup dalam kebenaran agar nantinya terus hidup dalam kebenaran. Penulis amsal sejak jaman dulu menasihati untuk tidak iri kepada orang berdosa (23:17); jangan iri kepada orang jahat (24:1) atau kepada orang fasik (24:19). Biarlah orang yang sudah dikuduskan oleh darah Kristus itu terus hidup dalam kekudusan (Wah 22:11). Karena dengan kekudusan orang percaya dapat menjadi saksi yang berwibawa. (PurT)

No : 45. Edisi Minggu, 8 November 2020

Hari-hari Terakhir Yang Sukar

Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar (2 Timotius 3:1)

Satu video menayangkan kejadian: Di satu pagi, orang bergegas masuki ruang lift, saat lift hampir tertutup seorang pemuda yang semula asyik dengan handphonenya berlari masuki lift yang sudah penuh itu. Alarm Lift pun berbunyi yang menandakan ruang terlalu penuh, seorang harus keluar agar lift bisa berfungsi. Namun semua orang merasa terdesak waktu, tidak ada yang mau keluar, termasuk pemuda yang terakhir masuk itu. Hal tersebut berlangsung beberapa saat. Sampai akhirnya seorang wanita muda yang posisinya di dalam menyeruak keluar, mengalah. Betapa kagetnya semua yang lain karena ternyata wanita muda itu berjalan dengan kruk. Video itu menayangkan gambaran hidup yang mementingkan diri sendiri. Tidak ada yang bersedia mengalah. Semuanya harus segera tiba di level yang dituju; semuanya merasa berhak. Tetapi dengan tidak bergeraknya lift itu, setiap orang merugikan yang lain. Suatu gambaran yang gamblang tentang pementingan diri dalam hidup keseharian manusia kota yang sibuk masa kini. Sayangnya pola hidup yang mementingkan diri itu bahkan nilai-nilai sekuler lainnya telah pula merasuki relasi dan kehidupan dalam jemaat Kristus. Saat gereja membuka pintunya seharusnya mempengaruhi dunia, namun tidak jarang nilai-nilai sekulerlah yang mempengaruhi gereja. Hal itu tentunya memprihatinkan. Dengan ilham Tuhan, Rasul Paulus menulis tentang keadaan sukar pada hari-hari terakhir (akhir jaman) di dunia ini (2 Tim 3:1). Disebutkan bahwa manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka membual dan menyombongkan diri, mereka menfitnah, berontak terhadap orang tua, tidak tahu berterima kasih, tidak peduli kepada agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka berkhianat, turuti hawa nafsu (2 Tim 3:2-4). Sekalipun masih beribadah namun hanya sebatas ritual (2 Tim 3:5).

Intinya penonjolan “Sang Aku”, Aku lebih utama dari siapa pun termasuk orang tua bahkan Allah. Relasi dihitung dengan nilai uang, tentunya relasi antar personal menjadi renggang, sebatas formalitas. Itulah keadaan yang dilukiskan Rasul Paulus yang akan terjadi pada akhir jaman. Namun gejala kehidupan seperti itu sudah terjadi saat itu. Dalam konteks itu Timotius mendapat tanggung jawab pelayanan pastoral dalam jemaat di Efesus, Asia Kecil (1Tim 1:3). Jemaat Tuhan harus dibina, dan diteguhkan (2 Tim 4:1,2). Tentu kita sudah lebih dekat dengan akhir jaman dibanding Timotius. Panggilan pelayanan pembinaan orang percaya menjadi lebih mendesak sekarang dibanding masa itu. Karena akan tiba waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, bahkan akan memalingkan telinganya dari kebenaran (2 Tim 4: 3,4). Timotius saat itu ditantang untuk menguasai diri, untuk sabar menderita, melakukan pekerjaan pemberitaan Injil dan pelayanan pastoral (2 Tim 4:5). Panggilan untuk Timotius itu sangat relevan untuk kita di masa yang lebih dekat dengan hari-hari terakhir yang sukar itu. Inilah waktu yang masih terbuka untuk melakukan pekerjaan pemberitaan Injil dan menunaikan pelayanan jemaat itu. (PurT)

No : 44. Edisi Minggu, 1 November 2020

Penyedia dan Penjemput

.. Aku pergi kesitu untuk menyediakan tempat bagimu. Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku supaya di tempat di mana Aku bersada, kamupun berada. (Yohanes 14:2b,3)

Saat saya akan jalani tugas studi lanjut di Pasadena, California, istri dan dua anak ikut serta. Kami belum pernah melakukan perjalanan begitu jauh sebelumnya dan belum tahu suasana kota Pasadena, tempat tinggal, jarak dari kampus, ataupun bagaimana mencapai tempat itu dari bandara internasional Los Angelos. Pendeknya serba belum tahu. Jaman itu belum pula ada handphone. Usai urusan keimigrasian kami keluar dengan yakin akan ada yang menjemput dan membawa kami ke tempat yang akan jadi tempat tinggal kami selama studi. Saat keluar dari bandara, anak saya yang pertama melihat tulisan nama saya. Kami pun berkenalan dengan penjemput, seorang ibu muda. Beliau dengan mobilnya membawa kami ke apartment milik satu Lembaga Kristen. Hari itu juga beliau membawa saya untuk membuka rekening bank, dan beliau yang jadi penjaminnya. Beliau juga mengontak perusahaan telepon, besoknya sudah tersambung. Seorang rekan lain yang telah mendaftarkan kami untuk bertempat tinggal di apartment yang sudah lengkap dengan perabotannya itu serta terbilang murah. Semuanya serba lancar, karena ada yang menjadi penyedia tempat dan juga yang menjemput. Kami sangat bersyukur kepada Tuhan, dan berterima kasih kepada keluarga ini. Menjelang Tuhan Yesus kembali ke sorga, beliau meyakinkan para murid-Nya bahwa beliau kembali ke rumah Bapa untuk menyediakan tempat bagi orang-orang percaya (Yoh 14:2). Dan satu hari kelak beliau akan datang kembali untuk menjemput semua orang percaya (Yoh 14:3). Suatu janji yang pasti, walau soal waktu penjemputannya masih merupakan rahasia Bapa (Mat 24:36).

Sekalipun kita tidak tahu persisnya bagaimana Tuhan sediakan tempat itu. Bagaimana pula keadaan di rumah Bapa itu, Alkitab tidak memberitahu secara jelas. Namun pada saatnya nanti semuanya akan berlangsung dengan sempurna. Tuhan yang berjanji, pastilah Tuhan akan menggenapinya. Tidaklah mungkin Tuhan ingkar janji. Begitu banyak janji Tuhan yang sudah digenapi, baik janji yang tertulis dalam Kitab Perjanjian Lama maupun dalam Kitab Perjanjian Baru. Semua itu menjadi jaminan bagi janji kedatangan kembali Tuhan Yesus untuk menjemput orang percaya. Namun masa penantian ini bukanlah masa penantian yang pasif. Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya seperti halnya Bapa mengutus beliau (Yoh 20:21). Rasul Matius menulis bahwa amanat pengutusan itu adalah untuk memuridkan semua bangsa (Mat 28:19). Motivasi pengutusan itu adalah kasih; sebab kasihlah yang menjadi motivasi saat Allah mengutus Tuhan Yesus (Yoh 3:16). Dengan motivasi kasih kepada sesama para murid mula-mula dengan setia dan sungguh-sungguh mewartakan Injil keselamatan itu. Kini, sebagai murid Kristus, seraya menanti penggenapan janji penjemputan itu, kita juga harus ambil bagian sebagai pewarta Injil. (PurT)

No : 43. Edisi Minggu, 25 Oktober 2020

Menit Terakhir Raih Firdaus

Aku berkata kepadamu, sesunggunya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus. ((Lukas 23:43)

Nyaris neraka!!! Seorang penjahat yang disalibkan bersama Tuhan Yesus di bukit Golgota hari itu mendapat kasih karunia di menit-menit terakhir jelang putus nyawa. Ia mengakui dosa-dosanya, ia mengaku dengan jujur bahwa hidupnya yang buruk itu layak untuk menerima hukuman salib (Luk 23:41). Tidak seperti seorang penjahat lainnya, rupanya ia yakin bahwa Tuhan Yesus adalah Kristus. Bisa jadi sebelumnya ia sudah mendengar tentang Kristus. Selain itu, tentu ia memperhatikan semua yang diucapkan orang-orang yang hadir di kaki salib itu. Di antaranya ia mendengar ujaran bahwa orang lain diselamatkan (Luk 23:35); dan dari para prajurit Romawi yang menjadi algojo penyaliban mendengar bahwa Beliau raja orang Yahudi (Luk 23:37). Tentu ia mendengar syafaat yang disampaikan Tuhan Yesus (Luk 23:34). Berbeda dengan penjahat satunya yang ikut dengan massa yang hadir di kaki salib- salib itu mengejek Tuhan Yesus, penjahat ini mengakui dosanya dan menyatakan imannya dengan memohon agar Tuhan Yesus mengingatnya kalau nanti Tuhan datang untuk kedua kalinya (Luk 23:42). Rupanya sebagai orang Yahudi ia paham bahwa Kristus akan datang sebagai raja. Tuhan Yesus pun memberi respon yang melegakan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada Bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:43). Inilah peristiwa penyataan kasih Kristus yang luar biasa. Seorang penjahat yang nyaris ke neraka, tiba-tiba karena imannya meraih pahala Firdaus di menit-menit akhir dari hidupnya.

Namun peristiwa seperti itu, walau bukan hal yang mustahil, sangatlah langka dan beresiko. Kenapa beresiko? Bila sudah mendengar Injil, jalan pertobatan dan pengampunan dosa tetapi menunda untuk menit akhir jelang putus nyawa, belum tentu berhasil. Sangat mungkin alami ketidaksadaran sebelum putus nyawa, mungkin rasa sakit yang luar biasa membuat hal lain terlupa, atau kecelakaan mendadak merengut nyawanya. Selagi masih ada waktu ambillah keputusan untuk mengundang Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Berdasarkan data tahun lalu jumlah kematian di negara kita adalah 1,6 juta orang, artinya 4.383 orang lebih setiap harinya, hampir 183 orang perjam atau seorang setiap duadetik. Banyak di antara mereka yang putus nyawa itu belum mengenal Kristus. Janganlah kita terlalu berharap bahwa menjelang menit-menit akhir dari hidup mereka, mereka bisa meraih tangan Tuhan Yesus yang akan membawanya ke Firdaus. Mari kita lebih serius di jaman akhir yang sudah memendek ini untuk membuka peluang bagi banyak orang mendengar tawaran pertobatan dan pengampunan dosa dari Tuhan Yesus. Seakan kita berhadapan dengan orang seperti penjahat yang tersalib bersama Tuhan Yesus. Ia dalam kondisi kritis, harus segera memutuskan raih tangan anugerah Tuhan Yesus. Sangat mungkin juga kita jumpai orang-orang yang tidak peduli bahkan marah dan menolak bahwa hanya Tuhan Yesus yang memastikan pahala Firdaus itu. Tanggung jawab kita hanya memberi peluang; keputusan ada pada setiap orang. Tuhan berkati. (PurT)

No : 42. Edisi Minggu, 18 Oktober 2020

Masa Tunggu, Masa Bersaksi

“Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang diterapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (KPR.1:7,8)

Banyak orang yang telah berupaya (dengan keras) menghitung masa dan waktu kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya. Sejauh ini perhitungan mereka itu meleset. Tuhan Yesus telah menegaskan bahwa tentang hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat, bahkan Anak pun tidak tahu, hanya Bapa sendiri yang tahu (Mat 24:36). Menjelang Tuhan naik ke sorga, sekali lagi Tuhan tegaskan kepada para murid-Nya itu bahwa mereka tidak perlu mengetahui masa dan waktu yang ditetapkan Bapa menurut kuasa-Nya itu (KPR 1:7). Kita harus mengimani bahwa hari kedatangan Tuhan Yesus kedua kali itu adalah suatu keniscayaan. Tuhan pasti menggenapinya, kedatangan-Nya yang pertama adalah jaminan untuk waktu kedatangan-Nya yang kedua kelak. Tentu orang percaya harus berharap dan juga berjaga untuk penggenapan itu. Namun di luar kewenangan manusia untuk memastikan hari dan saat penggenapan itu. Namun Tuhan Yesus menegaskan kepada para murid utama-Nya yang saat itu akan menjadi saksi mata langsung dari peristiwa Kembali-Nya Tuhan Yesus ke sorga. Ada peran terhormat untuk dilaksanakan selama masa penantian untuk kedatangan Tuhan kedua kalinya itu. Peran itu adalah sebagai saksi-Nya. Seperti halnya seorang duta besar yang menjadi wakil dari satu negara ke negara lain, demikian juga murid Tuhan adalah duta besar-Nya, yang diberi kuasa penuh untuk menjadi saksi-Nya. Saksi tentang karya keselamatan-Nya. Itulah karya salib yang Beliau jalani dengan menanggung penderitaan, bahkan mati sebagai jalan bagi pertobatan dan pengampunan dosa untuk umat manusia.

Inilah masa yang terbentang antara saat kembalinya Tuhan ke sorga dan saat datangnya kembali Tuhan untuk kedua kalinya kelak. Masa itu adalah masa anugerah. Setiap orang percaya adalah murid Tuhan. Murid Tuhan adalah saksi Tuhan yang diberi kehormatan untuk menjalaninya dengan kuasa penuh. Ada tiga kategori saksi Tuhan. Kategori ini terkait dengan jarak budaya, bukan jarak geografis. Apalagi jaman sekarang jarak geografis bukan lagi hambatan besar: Pertama, Saksi Tuhan di lingkup orang- orang sebudaya dengan sang saksi itu (Yerusalem/Yudea). Kedua, saksi Tuhan yang melaksanakan perannya di lingkup budaya yang berbeda dengan budaya asalnya namun kedua budaya itu masih memiliki cukup banyak kemiripan. Namun sentiment antara kedua budaya itu bisa hadir sebagai hal yang perlu dijembatani (Samaria). Ketiga, saksi Tuhan yang melaksanakan perannya di lingkup budaya yang sama sekali berbeda dengan budaya asalnya. Mereka inilah yang melayani di “ujung bumi”. Namun ketiganya sama- sama dibutuhkan dan sama-sama terhormat, para duta Kristus (2 Kor 5:20). Mari kita uji diri, apakah sebagai murid Tuhan, sudah berperan menjadi saksi-Nya? Tuhan memberkati Anda (PurT)

No : 41. Edisi Minggu, 11 Oktober 2020

Akhir Jaman Suatu Kepastian

Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (2 Petrus 3:9).

Penggenapan janji Allah di taman Eden tentang kedatangan keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala Iblis (Kej 3:15) harus ditunggu ribuan tahun. Sekalipun janji itu diteguhkan dari masa ke masa, kebanyak orang sudah melupakannya. Namun janji itu digenapi dengan kelahiran Tuhan Yesus di Betlehem (Luk 2:6,7). Suatu kemustahilan akaliah pun terwujud (Luk 1:37). Janji kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, sejak jaman para rasul pun sudah banyak orang yang apatis atau anggap Tuhan lalai untuk genapi janji itu. Mereka bahkan mengejeknya (2 Pet 3:3,4). Rasul Petrus dengan hikmat Allah menyatakan bahwa janji itu pasti akan digenapi, namun hal waktu penggenapan- nya sepenuhnya berada di tangan Allah (2 Pet 3:8). Kedatangan-Nya yang pertama adalah jaminan untuk kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Janji itu pasti digenapi. Tuhan tidak lalai untuk menggenapinya. Penantian ini masih berlangsung sebab Tuhan masih sabar menunggu; karena Beliau menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (2 Pet 3:9). Apa maknanya? Tuhan masih sabar, jaman anugerah masih berlangsung pintu rakhmat belum tertutup. Tuhan masih menanti orang-orang berbalik dan bertobat untuk menerima karya agung pengorbanan Tuhan Yesus sebagai jalan pertobatan dan pengampunan dosa.

Apakah masa yang disebut pandemik covid-19 ini jadi penanda mendekatnya akhir jaman; kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya? Tidak ada yang tahu persisnya. Namun adalah kenyataan begitu banyak orang yang bertobat, dan beriman kepada Kristus di masa pandemik ini. Setiap bulannya 3000-an orang Iran datang kepada Kristus sejak pandemik melanda negeri Parsi ini. Begitu banyak orang-orang di India yang membuang simbol keyakinan lamanya yang dianggap tidak berdaya menolong mereka dari pandemik ini. Di Thailand terjadi baptisan massal, juga di beberapa tempat di negara kita. Kesaksian ini hanya sekedar contoh betapa jaman anugerah yang (segera) akan berakhir sedang dimanfaatkan banyak orang untuk menerima pengampunan dosa dalam Kristus. Kelompok demi kelompok yang selama ini sepertinya tertutup dan mustahil datang kepada Kristus, ternyata memang tidak ada yang mustahil bagi Allah. Orang-orang yang sudah beriman kepada kristus dan sudah menikmati pengampunan dosa bahkan diberi status anak-anak Allah (Yoh 1:12), bukanlah waktunya untuk nikmati sendiri. Mari kita mempercepat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua itu, dengan memberitakan jalan pertobatan dan pengampunan dosa itu kepada segala bangsa (Luk 24:47). Kesaksian verbal yang ditopang kesaksian hidup saleh adalah jalan mempercepat penggenapan janji itu (2 Pet 3:12). (PurT)

No : 40. Edisi Minggu, 4 Oktober 2020

Miris Jelang Akhir Jaman

….Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Lukas 18:8)

Panggilan Makedonia; saat Rasul Paulus berada di Troas, Asia Kecil (KPR 16:10,11) membawa Injil Kerajaan Allah menyeberang memasuki Eropa. Lewat perjuangan berat diseling aniaya kemudian Injil mendapat tanah yang subur. Injil pun merambak ke seluruh Eropa dan bertahan di sana sekitar 15 abad. Kemudian dari Eropa inilah Injil merambak melintas lautan. Hampir bisa dikatakan dari Eropalah Injil dibawa ke seantero dunia ini. Museum dan perpustakaan di Eropa menyimpan banyak catatan tentang upaya heroik para pemberita Injil itu. Suatu kisah hidup yang mengagumkan. Hampir segenap warga gereja dunia berutang kepada bangsa Eropa. Namun sekarang kekristenan Eropa berada di titik nadir. Gedung-gedung gereja yang megah pada umumnya sudah lengang. Lengang bukan karena pandemik, sebelum pandemik pun gedung-gedung gereja itu kebanyakannya sudah kosong. Sekarang gedung-gedung itu hanyalah saksi bisu masa penuh sukacita namun hidmat ibadah-ibadah masa lalunya. Lebih miris lagi banyak gedung-gedung itu telah berubah menjadi club malam, sekolah circus, arena skateboard dll. Tidak kurang juga yang berubah menjadi tempat ibadah keyakinan lain. Belum lagi yang jadi korban vandalism. Apakah tidak miris mendengar orang yang masih setia kepada Kristus pegang prinsip Alkitabiah, justru alami kesulitan? Belum lama ini seorang Romo di Italia Utara jadi korban pembunuhan. Orang Kristen di Eropa mulai alami penderitaan kembali. Apakah Eropa akan kembali ke masa tiga abad pertama, saat orang percaya dianiaya dengan keras? Kini masa kekristenan Eropa seakan sudah lewat, diganti keduniawian yang “menyembah kenikmatan kedagingan”. Semirip yang disebut Rasul Paulus dalam surat Kolose bahwa pola hidup seperti itu sebagai penyembahan berhala (3:5).

Bisa jadi inilah awal kondisi yang tersirat dalam ucapan Tuhan Yesus yang dicatat dalam Injil Lukas 18:8. Tuhan Yesus dalam nada prihatin, mempertanyakan apakah akan mendapati iman di bumi, saat Beliau datang Kembali di akhir jaman yang kelihatannya sudah mendekat ini. Namun kita masih berada di jaman anugerah. Orang-orang Iran, Siria dan dari negara-negara Timur Tengah lainnya justru banyak yang mengambil keputusan untuk percaya kepada Tuhan Yesus saat mereka mengungsi atau berimigrasi ke Eropa. Eropa menjadi tanah kebebasan bagi para pengungsi dan imigran ini. Gedung-gedung gereja di Eropa banyak yang kembali memperdengarkan kidung pujian dari umat Kristen baru yang beribadah dengan penuh sukacita. Beranalogi dari koteks rasul Paulus terkait penolakan Injil oleh orang Israel dan penyambutan atas Injil oleh bangsa-bangsa lain (Rom 11:13,14); kiranya pertobatan para pengungsi dan imigran Timur Tengah itu bisa mendatangkan kecemburuan (rohani) bagi orang Eropa dan banyak yang bertobat serta datang kembali kepada Kristus. Mari kita berdoa agar Eropa kembali dilanda kebangunan rohani dan kembali jadi berkat, serta tetaplah teguh beriman kepada Kristus di masa praakhir jaman ini. (PurT)

No : 39. Edisi Minggu, 27 September 2020

Merindukan Kemah di Sorga

Karena kita tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi di bongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, … (2 Korintus 5:1)

Allah menciptakan manusia dengan sempurna, menurut gambar dan rupa Beliau (Kej 1:26; 31). Manusia diciptakan untuk kekekalan, tanpa cacat dan tanpa kelemahan; tidak ada penyakit ataupun musibah. Bumi sebagai habitatnya pun sempurna. Namun tragedi Taman Eden terjadi. Semua keadaan berubah. Manusia menjadi tidak sempurna lagi. Manusia akan alami kematian, sakit, kesulitan dan harus bekerja keras untuk menjalani kehidupan di bumi yang tingkat kesuburan dan keramahannya pun turut merosot (Kej 2:17; 3:16-19). Sejak waktu itu, hidup manusia, penghuni bumi ini menjadi perjalanan hidup yang penuh perjuangan (berat). Tubuh pun menua dan rawan terpapar penyakit. Kesemuanya itu berawal dari kejatuhan nenek moyang manusia ke dalam dosa. Namun Allah memberi janji pemulihan, seorang keturunan perempuan yang akan menanggung derita (salib) untuk mematikan kuasa Iblis (Kej 3:15). Janji itu mewujud dalam pribadi Kristus. Dengan beriman kepada Kristus, dosa diampuni, status berubah, tempat di sorga tersedia, namun selama masih tinggal di bumi ini hidup masih rawan. Wabah masih menerpanya, penyakit masih bisa memaparnya, kerja pun harus keras untuk mendapatkan hasil. Segala makhluk sama- sama mengeluh dan sama-sama merasakan sakit, tidak terkecuali orang percaya juga masih alami hidup yang berat ini (Rum 8:22,23). Berapa banyak orang percaya bahkan para hamba Tuhan yang telah dinyatakan terpapar bahkan telah tewas “tersengat” covid-19? Mungkin tidak seorang pun yang tahu persis. Orang percaya tidak dikecualikan, sama-sama gentar dan sama-sama menderita. Semua orang sama-sama hadapi maut.

Namun perbedaannya, orang percaya memiliki pengharapan, kemah (tubuh kita ini) memang rapuh, menua dan bisa tewas namun manusia batiniah kita, bisa terus dibaharui (2 Kor 4:16). Penderitaan di bumi ini tidaklah berarti dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang Allah sediakan (2 Kor 4:17). Pada saat kedatangan Tuhan kedua kalinya, satu hari yang sudah mendekat itu, kemah bumi ini akan berubah menjadi kemah sorga (2 Kor 5:1-3). Sangat perlu kesadaran akan pahala bagi orang percaya ini. Kesadaran itu akan membawanya kepada sikap tabah sekalipun menghadapi hidup yang berat, bahkan merindukan kemah yang di sorga itu (2 Kor 5:6,8). Kesadaran itu akan membawanya untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah, agar berkenan kepada-Nya (2 Kor 5: 9). Kemerosotan kualitas manusia lahiriah memang tidak terhindari, namun bila diimbangi oleh kesadaran akan pembaruan kualitas manusia batiniahnya akan menghadirkan keteguhan iman dan tidak tawar hati. Inilah panggilan orang percaya di masa yang sulit seperti saat ini. Hadirkan sikap yang tabah seraya hidup dalam kesalehan yang berkenan kepada Allah. Di masa sulit ini pun, mari kita ajak orang-orang lain agar mereka pun memiliki jaminan yang sama: Kemah di sorga. (PurT)

No : 38. Edisi Minggu, 20 September 2020

Banggalah Sebagai Warga Kerajaan Allah

“… suatu bukti tentang adilnya penghakiman Allah, yang menyatakan bahwa kamu layak menjadi warga Kerajaan Allah, kamu yang sekarang menderita karena Kerajaan itu (2 Tesalonika 1:5)

Sekalipun kaum Kristen adalah kaum keagamaan terbesar di dunia yaitu 33% dari total penduduk dunia, namun aniaya terhadap orang Kristen ini masih terjadi di banyak tempat. Daftar 50 negara yang dikeluarkan oleh Open Doors setiap tahun menyatakan negara-negara tempat kaum Kristen alami penghambatan bahkan aniaya. Mungkin serangan penculikan dan pembunuhan terhadap kaum Kristen terparah tahun ini dialami kaum Kristen Nigeria. Organisasi radikal Boko Haram, adalah pelaku utama dari serangan- serangan penebar maut itu. Kaum Kristen Nigeria dihajar pula oleh radikalis suku Fulani yang mengakibatkan banyak dari mereka harus mengungsi ke negara tetangga, Kamerun. Pemerintah Kamerun mencatat di tahun 2020 ini saja telah terjadi 87 kali serangan dari Boko Haram sepanjang perbatasan dengan Nigeria. Namun mereka tidak meminta dukungan doa agar aniaya terhenti, melainkan mereka meminta agar mereka dimampukan Tuhan untuk menghadapi aniaya itu. Luar biasa mereka tabah. Menyusul keributan di Tesalonika, rupanya atas jaminan Yason, Rasul Paulus segera harus meninggalkan dan tidak boleh Kembali lagi ke Tesalonika (KPR 17:5-9). Tidak mengherankan Rasul Paulus begitu kuatir dengan jemaat muda itu (1 Tes 3:5,10). Rasul Paulus tahu jemaat muda itu teraniaya (1 Tes 1:6;2:14-18). Namun hati sang rasul terhibur sebab jemaat Tesalonika sekalipun teraniaya tetap kokoh di dalam iman mereka kepada Kristus (2 Tes 1:3,4). Hal itu membuktikan bahwa mereka layak menjadi warga Kerajaan Allah (2 Tes 1:5).

Kebanggaan sebagai orang percaya dan status sebagai warga Kerajaan Allah membuat mereka mampu bertahan dan tetap kokoh dalam imannya kepada Kristus sekalipun teraniaya. Injil yang mereka dengar dan terima itu berakar kuat dan bertumbuh subur, bahkan berbuah lebat seperti yang disampaikan Tuhan Yesus dalam perumpamaan Seorang Penabur (Mat 13:23). Menjelang kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya, aniaya yang masif akan melanda orang-orang percaya di mana saja. Namun segera saat Tuhan Yesus datang kedua kalinya para penganiaya itu akan mendapat balasannya (2 Tes 1:6-9). Doa Rasul Paulus untuk menghadapi hari kedatangan Tuhan itu agar jemaat Tuhan merasa layak dan dengan kemampuan dari Tuhan menghadirkan hidup yang saleh, sehingga nama Tuhan Yesus dimuliakan (2 Tes 1:11,12). Orang yang bangga dilayakkan jadi warga Kerajaan Allah tidak akan tinggalkan imannya karena aniaya, nikah, promosi jabatan, atau kenaikan pangkat. Seraya berdoa mendukung saudara- saudara di Nigeria, Kamerun, Chad dan banyak tempat lainnya yang sedang mengalami aniaya, kita hadirkan hidup saleh sebagai warga Kerajaan Allah agar Nama Tuhan Yesus dimuliakan. Jaman anugerah masih tersisa, mari kita wartakan Injil Kerajaan, jadi kesaksian bagi semua bangsa (Mat 24:14). (PurT)

No : 37. Edisi Minggu, 13 September 2020

Pujian Mahaagung

“Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.” (Wahyu 5:9,10)

Kebanyakan kaum Kristen bahkan pemerhati dan penikmat musik sudah mengenal George Friederich Handel komponis besar kelahiran Halle, Jerman (1685) itu. Ia menggubah oratorio agung Messiah pada tahun 1741 yang meriwayatkan Tuhan Yesus berdasarkan Alkitab. Namun nanti di sorga akan ada pujian yang jauh lebih agung yang dinyanyikan para penghuni sorga. Pujian itu adalah nyanyian baru: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.” (Wah 5:9,10). Pujian itu disusul oleh respon dari para malaikat dan penghuni sorga yang jumlahnya berlaksa- laksa dengan nyaring: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” (Wah 5:12). Selanjutnya disusul perkataan dari semua makhluk di semesta raya: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama- lamanya!” (Wah 5:13) yang ditutup oleh sikap tersungkur menyembah dari para penghuni sorga itu (Wah 5:14).

Rasul Yohanes, yang diberi kehormatan untuk menyaksikan peristiwa yang akan terjadi satu hari kelak itu tentu sangat berbahagia (Wah 4:1). Hampir 2000 tahun sudah berlalu sejak penglihatan itu disaksikan dan kemudian dibagikan Rasul Yohanes. Namun, pujian Mahaagung itu sampai hari ini belum dipersembahkan, sebab jumlah orang yang dibeli oleh pengorbanan Kristus itu dari tiap-tiap suku, dan bahasa, dan kaum, dan bangsa (Wah 5:9) masih belum genap. Saat meterai kelima dibuka oleh Anak Domba jiwa-jiwa para syahid karena imannya kepada Kristus bertanya: “berapa lama lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?” Mereka dihibur untuk menanti sehingga genap jumlah kawan- kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka (Wah 6:9-11). Jumlah para syahid pun belumlah genap. Jaman anugerah masih terbentang, Tuhan masih beri peluang orang-orang datang dan bertobat. Namun masih berapa lama lagi? Tidak seorang pun yang tahu. Selama pintu anugerah masih terbuka, inilah waktunya bagi kita yang beriman kepada pengorbanan Anak Domba itu untuk memberitakan berita pertobatan dan pengampunan dosa kepada segala bangsa (Luk 24:47). Dengan memberitakan warta Injil ini, kita turut menyegerakan Pujian Mahaagung itu digemakan. (PurT)

No : 36. Edisi Minggu, 6 September 2020

Kewargaan Sorga (2)

Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia (2 Petrus 3:14)

Bisa jadi kebanyakan warga gereja mengenal oratorio yang paling terkenal sepanjang sejarah musik yang bertema sentral tentang Tuhan Yesus Kristus: Messiah karya George Friedrich Handel (1865-1759). Oratorio agung ini bertutur tentang Tuhan Yesus mulai dari kelahiran, kedatangan-Nya ke dunia, kematian-Nya, kebangkitan dan kedatangan-Nya Kembali kelak. Messiah ini terdiri atas 53 bagian dan yang paling terkenal adalah akhir dari bagian kedua dan ketiga yang diambil dari Wahyu 19:6; 11:15 dan 19:16. Hingga kini oratorio Messiah ini sering ditampilkan terutama saat masa Paskah dan masa-masa Advent (jelang Natal). Seorang rekan pendeta (em) bercerita bahwa beliau pernah ambil bagian dalam paduan suara untuk menampilkan oratorio Messiah ini. Sekalipun penampilan oratorio ini panjang, namun latihannya jauh lebih panjang. Namun setiap orang yang terlibat sebagai anggota paduan suara, pemusik, atau penyanyi solonya berlatih keras untuk bisa menampilkan oratorio agung tersebut. Rasul Petrus dengan ilham Roh Kudus menulis tentang Hari Kedatangan Tuhan (2 Pet 3:1-16). Hari itu akan terjadi secara tidak terduga, seperti kedatangan pencuri tanpa pemberitahuan lebih dahulu Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap (ay 10). Rasul Petrus mengingatkan sidang pembaca suratnya untuk hidup suci dan saleh seraya menantikan kedatangan langit dan bumi yang baru tempat kedamaian itu (ay 11,13). Bahkan dalam ayat ke 14 beliau mengajak orang percaya, seraya menantikan kedatangan Hari Tuhan itu harus berusaha hidup tanpa cacat dan tanpa noda di hadapan Tuhan.

Sekalipun pada jaman yang sangat sekuler ini, bahkan sudah sejak masa surat ini ditulis, banyak orang yang tidak peduli dengan kedatangan Hari Tuhan, mereka mengejeknya (ay 3-7). Masa kini pun gereja-gereja jarang mengkotbahkan hal akhir jaman ini. Tekanan bergeser kepada bagaimana menjadi kaya atau meraih kesuksesan hidup di dunia ini. Rasul Petrus mendesak sidang pembacanya untuk berusaha (keras) agar bisa menghadirkan kehidupan saleh. Saat penantian penggenapan janji Tuhan tentang hari kedatangan kedua kali-Nya itu adalah waktu bagi orang percaya untuk melatih diri, membiasakan diri hidup dalam kesucian dan kesalehan. Tentu dengan upaya keras pembiasaan hidup suci dan saleh ini akan menghasilkan karakter kesalehan dari warga sorga ini. Untuk menampilkan oratorio Messiah para pendukungnya berlatih keras, sekalipun harus mengorbankan waktu. Sepatutnya untuk memasuki kehidupan baru di langit dan bumi baru tempat kebenaran sejati itu kita pun rela menjalani latihannya. Waktu latihan kita 40, 50, ataupun 80 tahun dibanding kekekalan adalah waktu yang singkat. Mari kita mulai berlatih seraya memberitakan Injil anugerah, karena Tuhan tidak menghendaki ada yang binasa melainkan semua orang bertobat (ay 9). (PurT)

No : 35. Edisi Minggu, 30 Agustus 2020

Kewargaan Sorga (1)

… dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga. (Efesus 2:6)

Saya pernah menyaksikan video kecil yang melaporkan acara pengucapan ikrar dari sejumlah orang yang berasal dari berbagai bangsa. Mereka dengan sukacita menyatakan kesediaannya untuk menjadi warga negara Amerika Serikat yang baik. Banyak di antaranya yang sudah berusaha keras untuk menjadi WN USA itu, hari itu mereka sangat bersukacita bahwa mereka resmi jadi WN USA, negara harapan mereka. Mimpi mereka telah menjadi kenyataan. Bagaimana dengan kewargaan sorga? Dengan ilham Roh Kudus Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus mengingatkan bahwa semua orang di luar Kristus adalah orang-orang yang sudah mati (spiritual) karena pelanggaran dan dosa, durhaka, hidup dalam hawa nafsu daging, dan harus menerima murka Allah (Efesus 2:1-3). Namun karena kasih karunia Allah dan kasih-Nya yang besar, kita dihidupkan, diselamatkan, dibangkitkan dan diberi tempat di sorga. Perubahan status itu karena kasih karunia semata di dalam iman kepada Kristus (Efs 2:4-9). Luar biasa, bukan? Kita yang mati karena dosa, dihidupkan, orang durhaka ini diselamatkan, bukan murka yang diterima melainkan kewargaan sorga. Harusnya rasa syukur karena perubahan status ini adalah syukur paling utama, karena tidak bisa dibandingkan dengan syukur karena sembuh dari sakit, mendapat pekerjaan, jodoh, usaha maju, naik pangkat, ataupun menjadi warga satu negara impian. Sebagai warga sorga yang masih tinggal di dunia ini, perlu menyiapkan diri untuk hidup di sorga bersama Kristus. Rasul Paulus selanjutnya menyatakan bahwa kita sebagai orang di dalam Kristus itu adalah ciptaan (baru) di dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan baik yang sudah Allah siapkan (Efs 2:10).

Sebagai orang yang dianugerahi kewargaan sorga, harus hidup dalam karakter baru sesuai status barunya. Dosa- dosa dan pelanggaran-pelanggaran harus menjadi pengalaman masa lalu, dan perbuatan baik sesuai kehendak Allah dalam firman-Nya adalah norma baru warga sorga ini. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menyebutnya bahwa sebagai ciptaan baru, hidup yang lama sudah berlalu dan hidup yang baru sudah datang (2 Kor 5:17). Orang di luar Kristus sekalipun secara sipil kependudukan dunia dicatat sebagai beragama Kristen belum tentu mampu menghadirkan hidup baru, dengan karakter baru. Karakter baru tidaklah hadir secara otomatis, motivasinya yang hadir bersama status baru. Butuh pembiasaan baru untuk hidup sebagai warga sorga yang kemampuannya datang karena kehadiran Roh Kudus dalam hidupnya. C.S. Lewis dalam The Great Divorce menyatakan orang yang tidak siapkan diri untuk hidup di sorga, sekalipun diberi peluang untuk cicipi suasana sorga, rumput sorga pun menjadi seperti bilah-bilah pisau tajam yang menyiksanya. Hadirkanlah karakter baru yaitu kesalehan alkitabiah sebagai persiapan untuk hidup di sorga. Beritakanlah juga Injil anugerah ini, karena semata-mata hanya dengan menerima anugerah Allah status kewargaan sorga didapat (PurT)

No : 34. Edisi Minggu, 23 Agustus 2020

Ketidaknormalan dan Kenormalan

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru : Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2 Korintus 5:17)

Di masa pandemik ini pemangku otoritas menganjurkan warganya untuk bersikap yang disebut normal baru. Sikap-sikap yang sebenarnya tidak normal terpaksa dijadikan “normal” (baru). Sampai hari ini masih sedikit tempat ibadah yang menggelar ibadah onsite. Pola ibadah online pun jadi kenormalan baru. Pernikahan yang biasanya dihadiri banyak kerabat, sahabat, rekan, dan tetangga setelah lama terpaksa ditunda, sekarang diijinkan diselenggarakan dengan pembatasan yang hadir. Kedukaan tentu saja tidak bisa ditunda, namun pelayat sangat dibatasi bahkan ada peristiwa kedukaan yang tidak ada pelayatnya. Tentu saja keadaan seperti ini tidak normal. Salaman, apalagi rangkulan antar sahabat atau kerabat yang tidak serumah sangat tidak dianjurkan. Bagi komunitas tertentu hal ini terasa sangat janggal, tapi harus diterima, walau tidak normal. Teman sekelas tidak jumpa secara fisik, karena belajar secara online juga. Banyak anak-anak dari keluarga yang tidak beruntung terkendala karena tidak miliki peralatan untuk belajar dari rumah ini. Para sepuh di atas 60 tahun sempat tidak boleh dikunjungi oleh anak, mantu, cucunya, karena mereka dalam usia rentan terpapar covid-19. Tentu keadaan ini menyesakkan, namun harus dijalani. Harap ketidaknormalan di atas cepat berlalu dan hidup Kembali ke keadaan normal. Namun, secara spiritual sering pula dijumpai keadaan tidak normal. Orang- orang yang percaya kepada Kristus normalnya hidup sebagai manusia baru, manusia lamanya harusnya sudah hilang dan diganti oleh yang baru (2 Kor 5:17).

Namun Rasul Paulus menulis dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus bahwa beliau mendengar adanya perpecahan dalam jemaat (1 Kor 1:12,13; 3:4). Banyak warga jemaat yang masih terbilang sebagai manusia duniawi dengan iri hati dan perselisihan (1 Kor 3:3), hidup dalam percabulan, bahkan ada yang dengan mama tirinya (1 Kor 5:1) atau berperkara di pengadilan umum (1 Kor 6:1). Tentu keadaan seperti itu sangat mendukakan hati sang rasul. Hal itu adalah kehidupan berjemaat yang tidak normal. Normalnya jemaat yang adalah bait Roh Kudus hidupnya memuliakan Allah (1 Kor 6:19,20). Sebagai manusia baru normalnya memperagakan pola hidup baru: Saling mengasihi, rela mengalah, dan saling memaafkan. Memang kehidupan lama orang Korintus adalah kehidupan yang bertentangan dengan nilai-nilai alkitabiah. Korintus adalah kota pelabuhan dagang yang ramai termasuk kehidupan malamnya. Belum lagi kuil Aprodite dengan 1.000 pelacur baktinya. Sampai-sampai ada ungkapan untuk yang hidup dalam perjinahan sebagai Korinthiazomai, berlaku seperti orang Korintus. Namun di dalam Kristus hidup mereka diubahkan (1 Kor 6:9-11). Ciri orang yang takut akan Allah adalah hadirnya kesalehan manusia baru dalam Kristus. Orang percaya hidup dalam kesucian jasmani maupun rohani (2 Kor 7:1). Hidup suci adalah kenormalan hidup orang percaya yang memuliakan Tuhan. Kesalehan adalah salah satu daya tarik dan menjadikan gereja Tuhan bertumbuh (KPR 11:24). (PurT)

No : 33. Edisi Minggu, 16 Agustus 2020

Bertahan Sampai Akhir

“… orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat …..” (Matius 24:13)

Pergumulan terkait pandemik Covid-19 yang sudah memasuki bulan kedelapan sekarang ini masih berlanjut. Tidak ada pihak yang bisa memastikan hingga kapan pandemik ini mengharu-birukan dunia. Walau PSBB sudah dilonggarkan, namun protokol Kesehatan yang dianjurkan tetap memberi rasa tidak aman kepada banyak orang. Terlebih berita yang menyatakan begitu banyak orang yang tergolong Orang Tanpa Gejala (OTG). Akibatnya, kita menjadi saling curiga; tidak leluasa berjumpa orang lain. Kita diarahkan harus menerima keadaan normal baru; namun sebenarnya keadaan ini lebih cocok disebut tidak normal. Timbang saja: Sebaiknya tidak bersalaman, tidak kumpul-kumpul, tidak saling kunjung, termasuk kepada orang tua, bahkan tidak datang saat kedukaan. Hal itu semua tentu saja tidak normal. Banyak yang berharap vaksin ditemukan, agar kehidupan cepat Kembali normal. Namun menurut Anthony S. Fauci pakar imunologi asal USA yang menjabat sebagai direktur Nasional Institute of Alergic and Infectious Diseases (NIAID) bahwa vaksin itu bukan sekali untuk selamanya. Belum lagi beredar berita yang mengaitkan vaksin itu akan ditumpangi nanochip yang sudah didaftarpatenkan dengan nomor 060606, semirip yang dinyatakan dalam Kitab Wahyu 13:16-18. Tidak heran di USA sendiri ada Gerakan penolakan vaksin tersebut. Seorang Ibu yang memiliki anak batita, sangat prihatin bahwa semua kejadian ini saat anaknya masih sangat kecil. Seorang ibu lain mempertanyakan bagaimana masa depan anak-anaknya kalau perkembangannya mengerucut pada Kehadiran antiKristus dengan simbol 666- nya. Pendeknya kegentaran terkait pandemik Covid-19, vaksinnya dan nanochip ini tersambung dengan akan datangnya antiKristus utama di akhir jaman.

Akhir jaman adalah hal yang pasti akan terjadi, karena Tuhan Yesus yang menyatakannya. Beliau menyatakan hal itu beberapa saat sebelum Beliau menjalani penderitaan, tersalib, mati dan dikuburkan namun bangkit Kembali itu. Hal lain yang juga pasti adalah kapan pun akhir jaman terjadi tetap banyak orang belum siap. Apakah karena masih miliki anak kecil, masih sekolah, atau belum menikah. Apalagi membayangkan aniaya di akhir jaman itu. Hal kepastian lainnya adalah bahwa tentang harinya hanya Bapa yang tahu (Mat 24:36). Itu sebabnya Tuhan Yesus meminta orang percaya untuk berjaga-jaga (Mrk 13:33-37). Beliau pun mengingatkan bahwa aniaya akan pecah, penyesatan akan berlangsung dan murtad pun akan terjadi (Mat 24:9-11). Namun orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat (Mat 24:13). Tanggung jawab kita adalah memelihara iman kepada Kristus. Pada jaman ini yang lebih utama adalah mewariskan iman itu kepada keturunan kita. Karena kedatangan akhir jaman adalah kepastian dan Tuhan Yesus adalah jalan keselamatan satu-satunya maka hidup sebagai pewaris iman dan saksi Tuhan adalah kehormatan besar. Bersaksilah dan mengajak lebih banyak orang beriman kepada Kristus. Kristus adalah Juruselamat dunia ini (Yoh 4:42). Tuhan memberkati Anda. (PurT)

No : 32. Edisi Minggu, 9 Agustus 2020

Rapture

“… Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan ; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan…” (Matius 24:40,41)

Seandainya Anda duduk di kursi pesawat dalam suatu penerbangan komersial, tiba- tiba Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya, hal apa yang akan Anda alami? Pilot dan kopilot karena keduanya orang yang sungguh beriman kepada Kristus, diangkat keluar dari kokpit. Bisa jadi Sebagian dari awak pesawat dan sebagian dari penumpang karena mereka beriman kepada Kristus juga diangkat. Kepanikan dan ketakutan akan terjadi. Tetapi mungkin kepanikan yang lebih besar terjadi pada para penumpang bus besar yang sedang meluncur dengan cepat, tiba-tiba sopirnya terangkat. Bagaimana pula dengan yang sedang di pasar atau rumah? Tuhan Yesus saat berkhotbah tentang hari kedatangan-Nya yang kedua menyatakan bahwa sesaat setelah masa aniaya, akan terjadi fenomena besar pada benda-benda langit, disusul dengan tanda kedatangan-Nya (Mat 24:29,30). Mengimani ajaran Tuhan Yesus yang lain, tidak bisa abaikan ajaran Tuhan Yesus tentang kedatangan-Nya yang kedua ini. Peristiwa kedatangan-Nya yang kedua itu adalah suatu kepastian, walau waktunya belum diketahui. Tuhan Yesus mencontohkan bahwa pada hari itu bila ada dua orang yang sedang bekerja di ladang, yang seorang akan diangkat dan yang seorang lagi tertinggal (Mat 24:40). Demikian juga dengan dua perempuan yang sedang mengilang gandum, yang seorang akan diangkat dan yang seorang lagi tertinggal (Mat 24:41). Sangat pasti orang yang tertinggal itu bukan sekedar bengong, melainkan juga ketakutan mulai merasuki dirinya dengan hebat. Peristiwa itu akan serempak di seluruh bumi ini. Gambaran Tuhan Yesus saat itu tentu terkait konteks masa itu yaitu suasana hidup pertanian.

Namun bagi siapa saja yang hidup dalam konteks pertanian masa kini ataupun yang hidup dalam konteks perkotaan yang sibuk, semua akan alami peristiwa itu. Saat semua orang sedang jalani kehidupannya tiba-tiba kepanikan dan ketakutan, tangis dan ratapan terjadi. Kepanikan hebat akan dialami orang-orang yang tertinggal yang sedang bepergian dengan angkutan massal ataupun mereka yang sedang berada di keramaian. Akan banyak tetangga, teman, sahabat, rekan atau mitra kerja yang tiba-tiba tertinggal. Bisa jadi ada anggota keluarga yang tertinggal, karena tidak beriman kepada Kristus atau hanya sekedar beragama Kristen tanpa sungguh beriman kepada Kristus. Semua relasi tidak bisa diandalkan kecuali relasi pribadi dengan Kristus. Karena hanya orang-orang pilihan dari dunia ini yang akan diangkat (Mat 24:31). Kemudian hari Rasul Paulus memberi penjelasan tentang yang terangkat itu adalah setiap orang yang beriman dalam Kristus (1 Tes 4:16,17). Namun karena waktu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua itu tidak diketahui, Tuhan Yesus mengingatkan agar setiap orang berjaga-jaga (Mat 24:42). Saat kita banyak di rumah sekarang ini adalah waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Hanya yang beriman kepada Kristus yang akan diangkat. Ajaklah orang lain untuk beriman kepada Kristus. (PurT)

No : 31. Edisi Minggu, 2 Agustus 2020

Saat Kedatangan Kedua kali Tuhan Yesus

“… tentang hari dan saat itu tidak seorang pun tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Matius 24:36)

Sejak jaman para rasul sudah ada pihak- pihak yang mempersoalkan hari kedatangan kembali Tuhan Yesus untuk kedua kalinya itu. Bahkan ada yang sudah mengganggap saat itu hari Tuhan itu sudah datang (2 Tes 2:1-3). Rasul Petrus menjelaskan bahwa Tuhan Yesus masih belum datang itu karena Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa, Tuhan masih buka peluang supaya semua orang berbalik dan bertobat (2 Pet 3:9). Adalah janji Tuhan Yesus yang meneguhkan penyataan-penyataan dalam Kiitab-Kitab Perjanjian Lama, bahwa Beliau akan datang kembali kelak. Beberapa saat menjelang Tuhan Yesus ditangkap, diadili, dianiaya, disalibkan bahkan mati dan dikuburkan namun bangkit Kembali, Beliau menyatakan bahwa Beliau akan Kembali ke sorga untuk menyediakan tempat bagi orang percaya dan setelah itu akan datang Kembali (Yoh 14:1-3). Malaikat Tuhan pun meneguhkan janji itu kepada para penyaksi kembalinya Tuhan Yesus ke sorga (KPR 1:11). Sekalipun peristiwa itu sudah lewat hampir 2000 tahun lalu, janji kedatangan Kembali Tuhan itu pasti akan digenapi-Nya. Dalam kaitan dengan kedatangan Kembali Tuhan Yesus itu ada dua bagian untuk dilaksanakan: Pertama, adalah bagian Tuhan. Beliaulah sebagai yang berjanji yang harus melaksanakannya. Beliau harus datang Kembali satu hari kelak. Beliau tidak mungkin ingkar janji, Beliau pun bukan lalai kalau penantian sekitar 2000 tahun ini belum berujung. Seperti ditulis Rasul Petrus hal itu karena Tuhan tidak menghendaki ada yang binasa. Pintu anugerah masih terbuka.

Sepanjang sejarah gereja banyak pihak yang telah mencoba untuk mengadakan perhitungan-perhitungan tentang waktu kedatangan Kembali Tuhan itu. Sejauh ini semua perhitungan itu meleset. Apakah manusia boleh melakukan perhitungan untuk peristiwa itu? Bukannya tidak boleh, namun jangan sekali-kali memastikan sebab Tuhan Yesus sendiri telah menyatakan tidak seorang pun tahu, bahkan Beliau selaku putra Allah pun tidak mengetahuinya (Mat 24:36). Kedua, bagian manusia, terutama orang percaya adalah berjaga, seperti para hamba yang harus berjaga menantikan tuannya Kembali. Mereka berjaga sebab tidak tahu kapan tuannya akan Kembali; berjaga agar tidak kedapatan tertidur saat tuannya Kembali (Mrk 13:33-37). Rasul Paulus mengingatkan orang percaya untuk berjaga, memelihara iman sampai Tuhan Yesus menggenapi janji-Nya itu. Karenanya harus berjaga dan hidup dalam kesalehan, karena hari kedatangan Tuhan itu tidak terduga (1 Tes 5:1-11). Rasul Petrus juga menegaskan bahwa hari itu tidak terduga. Dunia ini akan dilenyapkan dan bumi serta langit baru akan datang, karenanya orang percaya diingatkan untuk hidup tanpa cela menanti hari itu (2 Pet 3:10-14). Rasul Yohanes meyakini orang percaya yang menanti kedatangan Tuhan akan menyucikan diri seperi halnya Tuhan yang suci (1 Yoh 3:3). Bagian Tuhan adalah menggenapi janji- Nya. Bagian kita adalah berjaga, berharap seraya menjaga kekudusan hidup. Yang belum percaya, segeralah percaya sebab mungkin saja Tuhan Yesus segera datang kembali. (PurT)

No : 30. Edisi Minggu, 26 Juli 2020

Siksaan di Akhir Jaman

Dan aku mendengar malaikat yang berkuasa atas air itu berkata: ”Adil Engkau, Engkau yang ada, dan yang sudah ada, Engkau yang kudus, yang telah menjatuhkan hukuman ini. Karena mereka telah menumpahkan darah orang-orang kudus dan para nabi, Engkau telah memberi mereka minuman darah; hal itu wajar bagi mereka!” (Wahyu 16:5,6)

Siksaan yang akan dialami oleh orang- orang percaya pada akhir jaman akan berbalas. Para pengaiaya itu akan alami penyiksaan sebagai hukuman dari Allah. Kutipan ayat di atas didengar oleh Rasul Yohanes yang saat itu berada dalam pembuangan di pulau Patmos (Wah 1:9). Aniaya yang dialami oleh orang percaya dari para pembencinya yang berpuncak dengan datangnya antikristus utama yang digambarkan oleh Yohanes sebagai binatang (Wah 13:1 dst band dg 1 Yoh 2:18) dilampaui oleh hukuman dari Tuhan terhadap para penganiaya itu. Kitab wahyu menuliskan adanya beberapa tahap penghukuman itu. Pertama, saat tiupan empat sangkakala awal, bumi sebagai tempat tinggal manusia akan digoncang berbagai musibah (Wah 8:7-12). Saat tiupan sangkakala kelima semua manusia yang tidak memakai materai Allah pada dahinya (Wah 9:4) akan alami penyiksaan hebat oleh belalang- belalang penyengat seperti kalajengking. Manusia yang tersiksa itu mencari maut karena tidak tahan oleh siksaan itu, namun maut menjauh (Wah 9:5,6) Kedua, malapetaka yang datang saat malaikat meniup sangkakala keenam berupa api, asap dan belerang yang menewaskan sepertiga penduduk bumi (Wah 9:17,18). Menyusul bencana gempa bumi yang dahsyat yang memakan ribuan korban (Wah 11:13,14).

Ketiga, menyusul ditiupnya sangkakala ketujuh terjadi penghukuman atas manusia yang memakai tanda antikristus para dahi atau tangan kanannya (Wah 13:16). Anggur murka Allah itu berupa api dan belerang (Wah 14:10,11). Penyiksaan itu disusul oleh tujuh malapetaka terakhir (Wah 15:1). Hal itu berupa bisul-bisul yang menyiksa, lautan dan air sungai jadi darah, api dari matahari yang menghanguskan manusia bumi, kegelapan di bumi, pengumpulan manusia, gempa bumi terhebat, dan hujan es besar (Wah 16:2,3,4,8,10,12,17). Namun yang mengherankan walaupun manusia yang tersesat dan disesatkan oleh antikristus serta nabi palsunya itu sehingga penduduk bumi menyembah antikristus itu (Wah 13:1,11,12) tetaplah menghujat Allah dan tidak mau bertobat (Wah 9:20,21; 16:9). Adalah penghiburan bagi orang percaya sekalipun akan melewati masa teramat sulit yaitu aniaya. Bahkan akibat hebatnya aniaya itu banyak yang akan murtad (Mat 24:10). Kepada para syahid yang menanyakan hal pembalasan atas para penganiayanya, Tuhan menasihati untuk sabar (Wah 6:10,11). Pesan Firman Allah melalui Rasul Yohanes adalah agar orang beriman tabah dan iman (Wah 13:10). Orang percaya diminta untuk tekun menuruti perintah Allah dan iman kepada Tuhan Yesus (Wah 14:12). Binalah iman sejak sekarang, wariskan iman kepada anak Anda. (PurT)

No : 29. Edisi Minggu, 19 Juli 2020

Murtad dan Akhir Jaman

“…banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci …” (Matius 24:10)

Menyusul aniaya yang massif terhadap orang percaya (Mat 24:9) adalah banyak yang tidak tahan dan murtad. Bahkan demi hindari penganiayaan yang seorang serahkan saudaranya, maka kebencian satu kepada yang lain akan terjadi (Mat 24:10). Sebelumnya Tuhan Yesus telah mengajar melalui perumpaaan seorang penabur. Sebagian dari benihnya itu jatuh ke tanah yang berbatu-batu. Namun setelah tumbuh, segera layu karena terpaan teriknya sinar matahari (Mat 13:5,6). Kepada para murid-Nya Beliau menjelaskan bahwa hal itu adalah gambaran bagi orang yang mendengar firman serta menyambutnya dengan gembira, namun tidak cukup berakar dan saat penindasan dan penganiayaan karena imannya itu orang seperti itu segera murtad (Mat 13:20,21). Perumpamaan itu mengenai penganiayaan yang bisa terjadi kapan saja sepanjang masa. Halnya akan lebih parah menjelang Tuhan Yesus datang kedua kalinya, kelak. Rasul Paulus mengingatkan jemaat Tesalonika bahwa menjelang kedatangan Tuhan kedua kalinya itu akan diawali dengan pemurtadan dan datangnya manusia durhaka yang meninggikan diri, ia akan menuntut minta disembah sebagai Allah (2 Tes 2:3,4). Rasul Yohanes menyebutnya sebagai antikristus (1 Yoh 2:18). Baik Rasul Paulus maupun Rasul Yohanes menyebutnya si pendurhaka atau antikristus itu sudah bekerja sebagai penanda akhir jaman (2 Tes 2: 7; 1 Yoh 2:18). Namun masih ada yang menahannya Nanti saat yang menahan itu disingkirkan maka si pendurhaka itu akan tampil penuh untuk menyesatkan. Nanti menjelang kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya antikristus yang utama itu akan hadir (Wah 13:1-10).

Rasul Yohanes menulisnya secara simbolik sebagai binatang yang keluar dari laut yang diberi kuasa oleh Iblis (Wah 13:3). Ia akan menghujat Allah dan menghujat sorga. Binatang itu seperti halnya Iblis yang digambarkan oleh Rasul Yohanes sebagai naga besar adalah penyesat (Wah 12:9). Aniaya besar pun akan mulai, orang- orang percaya akan diperangi oleh antikristus atau binatang itu dan dikalahkan. Ia pun akan berkuasa atas segala bangsa. Saat itulah murtad terjadi, orang-orang tidak menyembah Allah lagi melainkan menyembah binatang itu. (Wah 13:7). Rupanya inilah penggenapan yang disampaikan Tuhan Yesus sebagaimana ditulis oleh Rasul Matius (Mat 24:10). Banyak orang percaya sekarang ini sudah alami banyak kesulitan dan aniaya, namun satu hari nanti aniaya itu akan masif. Dan orang percaya yang tidak berakar kuat dalam Kristus akan disesatkan dan murtad. Itu sebabnya Tuhan Yesus sudah mengingatkan agar orang percaya waspada agar tidak disesatkan (Mat 24:4). Orang percaya diminta untuk siaga menanti kedatangan Tuhan kali kedua itu (Mat 24:44). Rasul Yohanes mengingatkan hal yang penting yaitu ketabahan dan iman orang-orang kudus (Wah 13:10). Siap sedialah, waktunya akan tiba. Ajaklah yang lain agar mereka pun terbilang sebagai orang kudus. (PurT)

No : 28. Edisi Minggu, 12 Juli 2020

Aniaya di Akhir Jaman

Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku (Matius 24:9)

Penanda akhir jaman lainnya adalah akan terjadi aniaya terhadap orang percaya. Sikap permusuhan, kebencian dan aniaya yang sudah dialami banyak orang percaya sejak awal Injil diberitakan rupanya tidak akan menyurut. Bahkan nanti akan pecah aniaya yang masif menjelang kedatangan Tuhan Yesus kali kedua. Kisah Para Rasul adalah kitab pertama yang menulis tentang terjadinya aniaya yang hebat terhadap orang percaya yang berawal di Yerusalem (KPR 8:1). Saat itu hampir semua orang percaya lari meninggalkan Yerusalem. Namun yang menakjubkan saat mereka mengungsi, mereka memberitakan Injil (KPR 8:4). Bahkan jemaat kedua, yaitu jemaat di kota Antiokhia, Siria terlahir sebagai hasil pemberitaan Injil oleh para pengungsi ini. (KPR 11:19-21). Masa kini, kita bisa membaca buku kecil yang diterbitkan Open Doors yang berupa daftar 50 negara di dunia tempat orang Kristen alami kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu mulai yang ringan, semisal sulit menerima kesamaan hak dengan warga nonkristen yang mayoritas, sampai penyiksaan fisik. Namun, rupanya nanti menjelang kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya, kebencian, penyiksaan dan pembunuhan akan lebih masif dan menyeluruh (Mat 24:9). Peristiwa itu akan berlangsung hingga jumlah para syahid tergenapi (Wah 6:10,11). Hal jumlahnya itu hanya Tuhan yang tahu persisnya.

Gerak permusuhan terhadap orang Kristen di seluruh dunia sekarang ini, masih bersifat sporadis namun terus meningkat. Injil Markus menulis bahwa banyak orang percaya akan diadili baik oleh pengadilan agama maupun pengadilan sipil termasuk penyiksaan karena iman kepada Kristus (13:9). Keadaan itu akan mengakibatkan banyak orang percaya murtad bahkan akan saling menyerahkan dan saling membenci, (24:10). Terkait covid-19 yang melanda dunia saat ini, konon ada agenda khusus untuk pemasangan nanochip dalam tubuh setiap orang agar bisa dimonitor. Nanochip tersebut bisa jadi disuntikkan Bersama vaksin untuk covid-19 ini. Apakah hal ini kebetulan atau sengaja mereka mengejek iman Kristen yang tertulis dalam Kitab Wahyu 13:16? Bisa jadi nanti diterapkan aturan bahwa segala transaksi bersifat cashless, karena uang dianggap sarana penular virus. Alkitab menulis bahwa hanya mereka yang memiliki tanda pada tangan kanan atau dahinya yang bisa melakukan transaksi (Wah 13:17). Maka orang Kristen yang setia yang menolak ibadah selain kepada Allah dalam Kristus, dengan menolak pemakaian tanda itu akan alami pengisolasian. Tuntaslah orang percaya jadi warga teraniaya. Yang mengejutkan Microsoft sudah daftarkan patent dengan nomor 060606 untuk nanochip yang akan ditanam pada manusia yang terhubung dengan 5G network yang akan dijadikan “ID” dan rekening setiap orang di dunia ini. Apakah ini sindiran untuk Wahyu 13:17,18? Namun Tuhan Yesus sudah mengingatkan, ”…Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya ia akan selamat.” (Mrk 13:13). Setialah sampai akhir. (PurT)

No : 27. Edisi Minggu, 5 Juli 2020

Corona, Tanda Akhir Jaman?

“… akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan,…(Lukas 21:11)

Enam bulan sudah, “virus corona 19” menggentarkan penghuni dunia; boleh dikatakan semua negara di dunia terlanda kegentaran ini. Terlepas dari kontroversi sekitar ada atau tidaknya virus corona -19 ini, apakah wabah ini penanda akhir jaman? Sayang terjemahan LAI menulisnya sebagai “penyakit sampar” (Luk 21:11), sebaiknya diterjemahkan berbagai wabah. Sekalipun tidak ditulis dalam Matius dan Markus, keduanya menegaskan bahwa adanya konflik, kelaparan dan gempa bumi merupakan kejadian awal menjelang akhir jaman (Mat 24:7; Mrk 13:8). Kegentaran atas pandemik covid-19 yang sudah terjadi enam bulan terakhir ini membawa pada dugaan bahwa inilah awal dari akhir jaman itu. Sekitar seabad yang lalu, tepatnya antara tahun 1918-1920, saat berkecamuk wabah yang dikenal dengan nama: Flu spanyol, yang memakan korban sekitar 50 juta orang, banyak juga yang menduga kejadian itu sebagai wabah penanda akhir jaman. Seiring perjalanan waktu penduduk dunia umumnya sudah lupa akan wabah hebat abad lalu itu. Akankah covid-19 ini pun berlalu dan perlahan-lahan hilang dari ingatan sama halnya dengan saudara- saudaranya yaitu MERS dan SARS? Dari sisi korban “sengatan” covid ini dibandingkan dengan angka kematian harian saja, masih terbilang kecil. Angka kematian di negara kita tahun 2019 lalu dinyatakan sekitar 1,6 juta jiwa yang berarti perharinya 4.383 orang lebih. Sedangkan yang tercatat korban “sengatan” covid-19 jelang enam bulan ini belum sampai 3.000 orang, atau rata-rata sekitar 16 orang perharinya.

Kenyataannya masih lebih banyak orang yang menjadi korban penyakit lain. Stroke pembunuh tertinggi di Indonesia juga diare di antara anak-anak, kaker, dan TBC memakan lebih banyak korban. Sedangkan di dunia korban karena serangan jantung masih menduduki tangga teratas, disusul stroke, dan infeksi saluran napas (flu, bronchitis, TBC, pneumonia). Tidak mengherankan dunia juga Indonesia kini dalam proses menjalani Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau New Normal. Sebab konon kabarnya virus ini tidak akan lenyap, atau akan terus hadir bersama umat manusia. Adalah tidak mungkin untuk umat manusia melakukan isolasi terus menerus. Kalau isolasi berlama-lama bisa jadi segera datang bahaya lain: Kelaparan, dan ambruknya ekonomi, bahkan tidak tertutup kemungkinan rusuh dan revolusi politik. Dari sudut Alkitab, hal-hal yang akan melanda dunia yaitu konflik antar bangsa, kelaparan dan gempa bumi adalah penanda awal, yang akan disusul penanda- penanda lainnya. Tuhan Yesus memesan agar kita waspada; Jangan disesatkan oleh yang mengaku mesias (Mat 24:5). Jangan cemas (berlebihan), kalaupun pandemic covid-19 ini tanda awal akhir jaman, itupun baru permulaannya (Mat 24:6). Siaplah memasuki pola hidup AKB itu, seraya berdoa mohon belas kasihan Tuhan agar tidak ikut “tersengat” covid-19. Kalaupun Tuhan ijinkan untuk jadi korban covid-19, bagi orang percaya adalah kemuliaan, pindah alamat ke rumah Bapa (Fil 1:23). Marilah jadi saksi tentang keyakinan keselamatan di dalam Kristus di saat kegentaran ini. (PurT)

No : 26. Edisi Minggu, 28 Juni 2020

Peran Orang Kristen Biasa

“….Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:14).

Pada saat manusia dihimpit oleh masalah besar apalagi memakan banyak korban seperti halnya saat dunia dilanda pandemic covid-19, cenderung menduga bahwa kedatangan Tuhan Yesus untuk kedua kalinya akan segera terjadi. Adalah janji Tuhan bahwa Tuhan Yesus satu hari kelak akan datang kembali. Kitab-kitab Injil mencatat hal janji Tuhan Yesus yang akan datang kembali itu. Sesaat setelah Tuhan Yesus kembali ke sorga, malaikat Tuhan pun mengingatkan para penyaksi kembalinya Tuhan Yesus ke sorga itu bahwa Tuhan Yesus akan datang kembali (KPR 1:11). Banyak tanda yang akan mengawali kedatangan kembali Tuhan Yesus itu, salah satu dari tanda-tanda itu adalah sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan Yesus sendiri:”…Injil Kerajaan itu akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah kesudahannya.” (Mat 24:14). Sejak peristiwa Pentakosta (KPR 2:1- 13) yang disusul pertobatan massal di Yerusalem menyambut khotbah perdana Rasul Petrus (KPR 2:41), Injil mulai diberitakan kepada segala bangsa. Para peziarah Pentakosta hari itu sangat besar kemungkinannya adalah pemberi andil pertama tersebarnya Injil ke berbagai bangsa. Saat Pentakosta itu paling tidak para peziarah itu berasal dari 16 negara.

Sebelum seorang rasul datang ke Damsyik, di sana sudah ada komunitas orang percaya (KPR 9:2). Saat mengakhiri perjalanan misinya yang kedua Rasul Paulus singgah di Kaisarea, di situ sudah ada jemaat (KPR 18:22). Saat akan mengakhiri perjalanan misinya yang ketiga beliau pun singgah di Tirus, di situ beliau mengunjungi murid Kristus, demikian juga di Ptolemais (KPR 21:3,4,7). Juga saat Rasul Paulus menuju Roma untuk proses bandingnya, di Putioli, beliau jumpa dengan warga jemaat di sana, bahkan jemaat Roma menjemput beliau di Forum Apius dan Tres Taberne yang berjarak sekitar 70 km dari Roma (KPR 21:13, 15). Mereka sudah mengenal Rasul Paulus walau belum pernah jumpa, sebab sekira empat tahun sebelumnya mereka sudah menerima Surat Roma dari sang rasul. Siapa yang mengabarkan Injil di tempat-tempat itu? KPR tidak mencatat adanya peran para rasul di sana. Besar kemungkinan selain para peziarah hari Pentakosta itu, para pemberitanya adalah orang Kristen biasa lainnya. Misalnya para pengungsi yang melarikan diri dari Yerusalem akibat penganiayaan dipakai Tuhan untuk melahirkan jemaat Antiokhia (KPR 11:19-21). Bisa juga perpindahan penduduk saat itu seperti orang percaya dari Asia yang pindah ke Roma dan jadi pemberita Injil yang melahirkan jemaat. Berawal dari laporan dalam KPR itu, Injil terus diberitakan hingga di abad ke- 21 ini. Namun Tuhan masih belum datang kembali; sebab Matius 24:14 belum tergenapi. Orang yang menyebut dirinya Kristen dari semua golongan di dunia ini pada pertengahan tahun 2019 lalu hanya 33% dari total penduduk dunia. Sejak awal, Tuhan kerap memakai orang Kristen biasa jadi saksi-Nya. Betapa besar peran orang Kristen biasa untuk genapi Matius 24:14 ini. Bahkan Anda pun bisa ambil bagian sebagai penyaksi Injil Tuhan. (PurT)

No : 25. Edisi Minggu, 21 Juni 2020

Roh Kudus dan Orang Percaya (2)

…: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus….” (Kisah Para Rasul 2:38).

Baru hitungan belasan hari kita mengingat turunnya Roh Kudus memenuhi murid-murid utama Tuhan Yesus (KPR 2:4). Namun Roh Kudus telah hadir dari sejak masa kekekalan, Bersama Bapa dan Tuhan Yesus, Tritunggal yang esa. Pada saat penciptaan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air (Kej 1:2). Sebelum masa kehadiran Tuhan Yesus di Kanaan, Roh Kudus kerap memenuhi orang-orang tertentu. Misalnya nabi-nabi bahkan Saul, calon raja Israel (1 Sam 10:6,10), atau menyertai bangsa Israel yang keluar dari Mesir (Yes 63:11). Demikian juga pengalaman Yehezkiel (Yeh 11:5) atau Mika (Mi 3:8). Demikian juga kesaksian dalam kitab Injil. Misalnya Turun atas Maria (Luk 1:35), memenuhi Elisabet (Luk 1:41), hadir atas Simeon (Luk 2:25). Namun penyertaan Roh Kudus pada masa itu hanya kepada orang-orang tertentu dan tidak permanen. Setelah Tuhan Yesus hadir di Kanaan, para murid yang menjadi pengikut Tuhan Yesus pun masih harus menunggu sampai peristiwa Pentakosta, yaitu 50 hari setelah Tuhan Yesus bangkit dari kubur. Inilah yang kita kenal sekarang sebagai hari Pentakosta, hari turunnya Roh Kudus untuk memenuhi janji yang Tuhan Yesus nyatakan beberapa saat sebelum Beliau tersalib (Yoh 14:16,17;16:7). Pengalaman para murid utama Tuhan Yesus yang walaupun sudah beriman kepada Tuhan Yesus masih harus menunggu hingga hari Pentakosta adalah pengalaman khas bagi mereka. Pengalaman menunggu setelah percaya itu tidak lagi harus dialami oleh orang percaya umumnya, kecuali untuk orang Samaria yang harus mengakui kewibawaan para rasul Israel (KPR 8:17). Hal itu karena adanya sentimen sosial yang kental antara bangsa Yahudi dengan Samaria. Pengalaman orang samaria itupun hanya untuk sekali saja.

Selanjutnya para rasul Tuhan Yesus mengajarkan bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, saat itu juga mereka menerima Roh Kudus. Misalnya penegasan Rasul Petrus kepada yang bertanya setelah mendengar khotbah perdana Rasul Petrus saat hari Pentakosta itu. Rasul Petrus menyatakan, bahwa mereka harus bertobat, memberi diri dibaptis, sebagai jalan pengampunan dosa maka mereka akan menerima Roh Kudus (KPR 2:38). Hal itu diteguhkan dengan pengalaman saat Rasul Petrus berkhotbah di rumah Kornelius, mereka yang percaya itu langsung didiami Roh Kudus (KPR 10:43,44). Rasul Paulus yang menjadi rasul atas pilihan Tuhan Yesus (KPR 9:15) saat menulis surat kepada jemaat di Efesus juga menyatakan bahwa pada saat orang Efesus itu mendengar Injil keselamatan dan percaya langsung dimeteraikan oleh Roh Kudus (Ef 1:13). Selain itu kehadiran Roh Kudus atas setiap orang percaya itu bersifat permanen. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus saat Beliau memberi janji tentang kedatangan Roh Kudus itu. Roh Kudus itu akan menyertai, mendiami orang percaya untuk selama-lamanya (Yoh 14:16,17). Roh Kudus ini adalah penanda bahwa orang percaya itu milik Kristus (Rum 8:9). (PurT)

No : 24. Edisi Minggu, 14 Juni 2020

Roh Kudus dan Orang Percaya (1)

“...Adakah yang lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jukalau Aku pergi, aku akan mengutus Dia kepadamu...” (Yohanes 16:7)

Janji Tuhan Yesus yang Beliau sampaikan beberapa saat menjelang Beliau ditangkap, diadili, dianiaya, disalibkan dan tewas, dikuburkan, bangkit dan kembali ke sorga ini tergenapi 10 hari setelah Beliau kembali ke sorga. Namun ayat tentang janji kedatangan Roh Kudus ini oleh kalangan tertentu diyakini sebagai nubuat untuk kedatangan seorang nabi. Mereka “memelesetkan” kata Paraclete yang dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata Penghibur. Injil Yohanes beberapa saat sebelumnya melaporkan pula janji Tuhan Yesus tentang kedatangan Paraclete ini yang akan menyertai segenap orang percaya dengan tinggal dalam diri orang percaya itu (Yoh 14:16,17). Pertama, adalah kemustahilan bila ayat di atas dipaksakan sebagai nubuat tentang kedatangan seorang nabi. Seorang nabi tentu memiliki tubuh fisik, seperti umumnya nabi-nabi lainnya. Mustahil tinggal di dalam diri orang percaya. Kedua, adalah pula kemustahilan seorang nabi bisa menyertai orang percaya untuk selama-lamanya (Yoh 14:16). Usia seorang nabi sangat terbatas, tidak banyak berbeda panjangnya dengan umumnya usia manusia lainnya. Padahal orang yang percaya kepada Kristus sampai hari ini, masih menghuni dunia ini. Sang Paraclete itu tetap menyertai setiap orang percaya. Penghibur ini disebut pula Roh Kebenaran (Yoh 14:17) dan Roh Kudus (Yoh 14:26) yang sertai orang percaya.

Ketiga, Tuhan Yesus menyebut Paraclete itu sebagai seorang Paraclete yang lain dari pada Diri Beliau. Kata yang lain dalam Yoh 14:16 ini dalam bahasa aslinya adalah: Allon yang berarti yang lain dengan Diri Beliau namun sehakikat. Maka yang Beliau maksud adalah Pribadi Allah yang lain yang sehakikat dengan Beliau. Ini adalah kenyataan hal ketritunggalan Allah. Sedangkan seorang nabi, nabi manapun tidaklah sehakikat dengan Tuhan Yesus. Ada nabi bahkan nabiah setelah Tuhan Yesus kembali ke sorga yang dicatat dalam kitab Perjanjian baru, misalnya nabi Agabus (KPR 21:10). Tentu bukan beliau yang dimaksud Tuhan Yesus dengan Paraclete ini. Karena Nabi Agabus tidak sehakikat dengan Tuhan Yesus dan juga sudah lama tiada. Bukan pula nabi mana pun, karena tidak ada seorang nabi yang sehakikat dengan Tuhan Yesus, yang illahi itu. Keempat, Paraclete ini tidak diterima dan dikenal oleh dunia, namun akan dikenal, diterima dan diam di dalam diri setiap orang percaya (Yoh 14:17). Roh Kudus ini setelah peristiwa Pentakosta menyertai setiap orang percaya secara permanen bahkan mengubah kualitas hidup orang percaya itu. Kehadiran Roh Kudus pada diri orang percaya ini pula yang ditegaskan Rasul Petrus pada hari Pentakosta itu (KPR 2:38). Kelima, Roh Kudus-lah yang memampukan orang percaya untuk ingat semua pengajaran Tuhan Yesus. (Yoh 14:26). Tidak heran rasul Matius dan Rasul Yohanes, bahkan Lukas dan Markus yang memperoleh kabar dari para rasul, mampu menulis Kitab-Kitab Injil yang tidak lain adalah sumber utama untuk mengenal Tuhan Yesus, pengajaran-Nya dan karya- keselamatan-Nya untuk kita. (PurT).

No : 23. Edisi Minggu, 7 Juni 2020

Pentakosta dan Sekat Sosial

Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita (Kisah Para Rasul 1:8)

Setahun tiga kali setiap pria Israel wajib beribadah di Yerusalem yaitu pada hari Paskah, Pentakosta dan Pondok Daun (Ul 16:16). Tidak heran pada hari Pentakosta, persis 50 hari setelah Tuhan Yesus bangkit dari kematian-Nya kota Yerusalem dipadati oleh orang-orang Yahudi dari segala tempat. Sebagiannya datang dari tanah rantau. Termasuk pula orang bukan Yahudi yang sudah menganut agama Yahudi (KPR 1:9-11). Saat Roh Kudus turun memenuhi para murid Tuhan, sebagai penggenapan janji Bapa (KPR 1:4,5) mereka berkata-kata dalam beragam Bahasa tentang perbuatan besar yang dilakukan Allah (KPR 1:8,11). Hal ini menyiratkan bahwa Injil yang dimandatkan Tuhan kepada mereka akan diberitakan kepada segala bangsa. Sekat sosial mulai robek; siapapun bisa percaya dan didiami Roh Kudus. Inilah Pentakosta pertama untuk orang Yahudi dan mualaf Yahudi. Rasul Petrus, mantan nelayan itu hari itu menjelma menjadi penafsir dan pengkotbah yang berwibawa. 3000 orang memberi diri untuk percaya dan dibaptis (KPR 2:41). Mereka inilah yang kemudian membawa Injil ke negara tempat mereka bermukim. Peristiwa semirip terjadi juga beberapa saat kemudian di Samaria. Orang-orang yang percaya oleh pelayanan Filipus kemudian menerima baptisan Roh Kudus setelah penumpangan tangan rasul Petrus dan Yohanes. Seharusnya pada saat percaya seseorang langsung didiami Roh Kudus (KPR 2:38). Namun untuk merobek sekat sentiment sosial dan orang Samaria harus mengakui bahwa keselamatan memang datang dari bangsa Yahudi (Yoh 4:22), mereka harus menerima wibawa para rasul Yahudi itu (KPR 8:16,17). Inilah Pentakosta kedua untuk orang Samaria.

Sentimen lebih besar adalah antara orang Yahudi dengan bangsa-bangsa lain. Orang Yahudi mnganggap bangsa lain itu tidak tahir atau najis (KPR 10:28). Rasul Petrus harus dipersiapkan khusus sebelum bersedia merobek sekat sosialnya ini. Saat Injil disampaikan kepada kelompok bangsa Romawi yang berkumpul di rumah seorang perwira pasukan Italia mereka percaya (KPR 10:43). Roh Kudus pun turun baptiskan mereka. Orang-orang Yahudi yang menyertai rasul Petrus terheran- heran menyaksikan peristiwa itu (KPR 10:45). Saat rasul Petrus mempertanggung jawabkan pelayanannya itu, beliau menegaskan bahwa turunnya Roh Kudus kepada bangsa lain itu sama seperti kepada mereka (KPR 11:15). Inilah Pentakosta ketiga untuk bangsa-bangsa lain. Sekalipun Amanat Agung yang disampaikan olah Tuhan Yesus menjelang Beliau kembali ke sorga berwawasan segala bangsa, namun sekat sosial masih berdiri kokoh. Sekat sosial itu baru runtuh oleh paristiwa Pentakosta. Dan sejak itu Injil siap diberitakan kepada orang Yahudi (Evangelisasi/E-1), kepada orang Samaria (E-2) dan sampai ke ujung bumi (E-3). Tanpa peristiwa Pentakosta Injil mungkin hanya untuk bangsa Yahudi semata. Para murid Tuhan masa kini tidak boleh rasis. Karena berkat Tuhan untuk segala bangsa. Rasisme adalah penghambat bagi Amanat Agung Tuhan Yesus. (PurT)

No : 22. Edisi Minggu, 31 Mei 2020

Keutamaan Doa

Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, Ibu Yesus dan dengan saudara-saudara Yesus (Kisah Para Rasul 1:14)

Setiap orang percaya tentu pernah berdoa, bahkan banyak yang terbiasa berdoa atau menetapkan waktu doanya. Namun terbilang banyak juga yang tidak berani berdoa dalam kelompok. Padahal doa itu sangat penting. Tuhan Yesus yang datang dari sorga, bukan berasal dari bumi inipun adalah pribadi yang berdoa. Subuh-subuh Beliau berdoa (Mrk 1:35), malam hari Beliau berdoa (Mat 14:23), terkadang Beliau berdoa semalaman (Luk 6:12). Sesaat setelah Tuhan Yesus kembali ke sorga hal pertama yang dilakukan para murid utama Tuhan Yesus adalah berdoa. Mereka kembali ke Yerusalem dari bukit Zaitun tempat yang dipilih Tuhan Yesus untuk bertolak ke sorga. Setiba di Yerusalem mereka mengadakan persekutuan doa Bersama bunda Maria dan saudara-saudara Tuhan Yesus (KPR 1:14). Mereka menanti janji Bapa sebagaimana diingatkan Tuhan Yesus beberapa saat sebelum Beliau kembali ke sorga (KPR 1:4). Rupanya doa adalah bagian utama dalam penantian yang memakan waktu 10 hari itu. Para murid utama Tuhan Yesus sudah paham hal keutamaan doa ini. Mereka menyaksikan Tuhan Yesus, Sang Guru sebagai pribadi yang berdoa. Mereka juga telah menjadi pribadi-pribadi yang berdoa. Menarik untuk menyimak satu peristiwa yang dilaporkan oleh Lukas, usai Tuhan Yesus berdoa, salah seorang dari murid Beliau meminta-Nya untuk diajari hal doa ini (11:1). Mereka sadar akan keutamaan doa itu sehingga mereka minta khusus diajari hal doa itu. Mereka tidak minta diajari untuk berkotbah, untuk mengajar atau cara menghadapi masalah yang mungkin mereka akan hadapi di kemudian hari, justru yang mereka minta adalah diajari cara berdoa yang benar dan efektif.

Jaman sekarang pun sangat jarang orang belajar berdoa, lebih banyak orang belajar hal-hal lainnya dalam kehidupan Kristen ini. Sering orang mengikuti seminar penggalian Alkitab, seminar penyiapan kotbah, seminar apologetika, atau seminar penginjilan. Namun hal seminar doa, sangatlah jarang. Bahkan tidak jarang persekutuan doa pun waktunya singkat, karena pemimpin persekutuan tergoda untuk berkotbah panjang lebih dahulu sebelum berdoa Bersama. Namanya persekutuan doa namun waktu doanya adalah waktu yang tersisa sedikit. Saat Lukas melaporkan peristiwa yang menyusul kembalinya Tuhan Yesus ke sorga, tidaklah memberi kesan bahwa para murid utama Tuhan Yesus itu meminta seseorang di antaranya untuk berkotbah atau mengajar. Mereka mengutamakan doa. Memang mereka merasa perlu untuk melengkapi jumlah mereka agar tetap 12 rasul, maka dipilihlah pengganti Yudas yang sudah mati itu (KPR 1:18). Namun penetapan pengganti Yudas itupun tidak lepas dari doa memohon bimbingan Tuhan (KPR 1:24). Kini saat kita usai mengingat peristiwa kembalinya Tuhan ke sorga dan menanti untuk mengingat peristiwa Pentakosta, adalah waktu yang baik untuk melipatgandakan doa. Apalagi sekarang pada umumnya kita masih harus tinggal di rumah. Doa kita adalah andil spiritual penting agar wabah ini segera berlalu. (PurT)

No : 21. Edisi Minggu, 24 Mei 2020

TAKDIR dan KASIH

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Matius 22:37-40)

Takdir adalah ketentuan-ketentuan yang Allah tetapkan untuk diimani dan dijalani oleh umat manusia yang beribadah kepada Beliau. Tuhan Yesus menyebut kutipan di atas sebagai hukum utama yang pertama dan kedua. Bahkan Beliau menegaskan pula bahwa pada kedua hukum utama ini bergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Kedua hukum tentang kasih ini menjadi sejenis takdir bagi segenap orang percaya untuk meyakini dan menjalaninya dalam hidup kesehariannya. Kemudian hari Tuhan Yesus menegaskan bahwa kasih ini sebagai perintah-Nya kepada para murid-Nya karena kasih itu adalah penanda bagi para murid Kristus (Yoh 13:34,35). Pada mulanya Allah sendiri yang mencontohkan dalam melaksanakan kasih itu. Rasul Yohanes meringkaskannya bahwa Allah itu hakikatnya kasih (1 Yoh 4:8,16). Allah menyatakan kasih-Nya dengan mengutus Tuhan Yesus ke dunia ini untuk menganugerahkan hidup, untuk menjadi pendamaian bagi dosa-dosa manusia, serta menjadi Juruselamat dunia (1 Yoh 4:9,10,14). Karena kasih itu ketetapkan dan perintah hal ini menjadi takdir yang tidak bisa diubah atau diabaikan. Hidup orang percaya harus diselaraskan dengan hukum ini. Rasul Yohanes sekali lagi menyatakan bahwa karena Allah yang terlebih dahulu menyatakan kasih-Nya kepada kita, maka kita pun mengasihi sesama kita (1 Yoh 4:19).

Kasih itu bukan hanya harus dilaksanakan di antara sesama orang percaya, bahkan kasih itu harus tetap dilaksanakan kepada orang-orang yang memusuhi juga (Mat 5: 44,45). Mungkin saja dalam hidup ini ada orang perorang bahkan golongan yang membenci dan memusuhi orang percaya, namun perintah Tuhan tetap bahwa kita harus mengasihi mereka. Pada abad-abad pertama orang- orang Kristen dimusuhi oleh kaisar Romawi bahkan oleh kebanyakan warga negara Rum, tapi saat Emperium Romanum dua kali dilanda wabah mematikan pada tahun 165 dan 251 orang Kristen yang jauh dari kaya saat itu menyatakan kepeduliannya kepada para korban wabah itu, orang yang lebih miskin dari mereka dan mereka yang sekarat dirawatnya dengan kasih sekalipun yang ditolongnya itu adalah golongan orang yang memusuhi orang percaya. Saat ini, saat dunia dilanda wabah Covid-19, lepas dari silang argument tentang wabah ini, orang Kristen pun terpanggil untuk menyatakan kasih kepada para korban wabah ini. Demikian juga saudara-saudara yang alami kesulitan akibat ketentuan PSBB. Mereka inilah yang yang sekarang membutuhkan terpaan kasih orang percaya. Seperti saat wabah di kekaisaran Romawi dahulu orang-orang percaya memperkenalkan pula Kristus kepada yang mereka tolong. Hati-hati yang sudah terbuka itu, perlu tahu siapa Tuhan Yesus itu. Kini kitalah saksi-Nya. (PurT)

No : 20. Edisi Minggu, 17 Mei 2020

TAKDIR dan KEMATIAN

Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibrani 9:27)

Angka kematian dari orang-orang yang diidentifikasi terpapar Covid-19 masih terus bertambah, walau di banyak negara curvanya sudah mulai melandai. Menyimak kematian yang diinformasikan setiap hari, seakan aroma kematian begitu dekat dan setiap orang disadarkan bahwa satu hari nanti gilirannya tiba pula. Sebenarnya angka kematian tahun 2019 lalu menyatakan bahwa ada 159.169 orang yang meninggal perharinya di dunia ini, dengan beragam penyebab. Artinya setiap detik hampir dua orang yang meninggal dunia. Namun tahun lalu media tidak ikut menggentar kita. Lepas dari kenyataan di atas, bahan perenungan kita hari ini: Apakah seseorang yang alami kematian karena penyebab yang beragam itu ditakdirkan Allah? Alkitab menulis bahwa manusia ditakdirkan Allah untuk mati satu kali (Ibr 9:27). Walau Alkitab mencatat beberapa kekecualian yaitu (1). Orang-orang yang pernah alami kematian namun mereka dibangkitkan kembali. Tentunya mereka alami kematian dua kali. (2). Ada beberapa orang yang diangkat ke sorga tanpa alami kematian, misalnya Henokh (Kej 5:24) dan Elia (2 Raja 2:11). (3) orang- orang yang masih hidup saat Tuhan Yesus datang kali kedua, satu hari kelak (1 Tes 4:16,17). Namun penyebab kematian atau cara kematian menjemput seseorang tidaklah Allah takdirkan. Data tahun 2019 di atas berarti 58 juta orang lebih meninggal tahun itu. Adapun penyebab kematian tertingginya adalah penyakit jantung yaitu 17,6 juta orang. Disusul oleh penderita TBC dan lainnya. Banyak pula yang alami kematian karena kecelakaan, karena bencana alam, atau perang bahkan korban tindak kekerasan dan sebab-sebab lainnya.

Tentu saja Allah ijinkan seseorang alami kematian sebab tanpa ijin Tuhan orang akan terhindar atau selamat sekalipun sudah terkubur beberapa hari akibat tertimpa runtuhan gedung akibat gempa bumi, misalnya. Banyak kesaksian yang menyatakan bahwa Tuhan telah menolong secara ajaib dan terlepas dari kematian. Tetap selamat walau nyaris terseret tsunami, atau lolos melalui pergumulan dan penderitaan hebat di ruang isolasi karena Covid-19 dan lainnya. Puji Tuhan. Seandainya cara kematian itu ditetapkan Allah, kasihan sekali yang jadi “algojo”-nya. Misalnya seseorang alami kecelakaan maut tertabrak truk. Selain korban, sang sopir truk itupun menderita. bisa jadi ia stress berat, hidupnya, atau kariernya hancur pula karena ia harus bertanggung jawab atas kejadian itu. Karena cara mati itu tidaklah ditetapkan Allah, maka manusia diberi keluluasaan untuk berupaya menemukan solusi atas segala hal yang bisa menjadi penyebab kematian itu. Riset untuk menemukan vaksin penangkal, riset untuk menemukan obat penyembuh, ataupun menemukan alat bantu penanggulangan penyakit. Pendeknya manusia boleh berupaya untuk pulih dan sehat kembali. Tetapi bagi orang yang sudah percaya kepada Kristus, kematian pun adalah keuntungan karena ia berpindah alamat untuk tinggal Bersama Kristus (Fil 1:21- 23). Terpujilah Tuhan. (PurT)

No : 19. Edisi Minggu, 10 Mei 2020

TAKDIR dan USAHA

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman ; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri (Efesus 2:8,9)

Apakah jodoh, rejeki dan maut ditakdirkan Allah? Pertanyaan dan keyakinan klasik; banyak misteri dalam kehidupan ini sekitar takdir dan usaha. Efesus 2:8,9 yang dikutip di atas dengan tegas menyatakan bahwa keselamatan itu anugerah semata-mata. Manusia sejak diperkandung sudah menyandang dosa turunan dan tidak bisa lepas dari belenggu dosa ini. Namun Tuhan Yesus turun dari sorga, menjadi seorang hamba yang taat, tanggung derita, bahkan mati untuk bebaskan kita dari belenggu dosa itu. Sadar akan anugerah keselamatan itu, tidaklah mungkin kita berani menyombongkan diri. Allah Tritunggal telah menakdirkan bahwa jalan keselamatan hanya melalui Tuhan Yesus. Tidak ada keselamatan di luar Tuhan Yesus (Yoh 3:16-18). Kita hanya menadahkan tangan yang kosong untuk menyambut anugerah keselamatan itu. Itulah yang dimaknai sebagai iman (Efs 2:8) Namun bagaimana tentang jodoh, rejeki dan maut? Apakah ketiga hal inipun ditakdirkan Tuhan? Kalau kita membaca Efesus 2 ayatnya yang kesepuluh, tertulis disitu bahwa sebagai ciptaan baru dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik. Allah menghendaki kita hidup dalam habitat baru yaitu berbuat baik. Allah tidak menetapkan jodoh bagi setiap anak-Nya, namun Allah memberi rambu dalam memilih jodoh. Artinya kita bisa pilih jodoh namun sebagai perbuatan baik, saat memilih jodoh perhatikan rambunya. Rambu untuk jodoh itu: (1) Seiman (2 Kor 6:14; 1 Kor 7:39). (2) monogami (Mat 19:5) dan (3) tidak boleh cerai (Mat 19: 6).

Allah juga memberi potensi kepada setiap manusia untuk hidup bertanggung jawab. Hidup bertanggung jawab adalah melakukan pekerjaan baik. Allah memberi keleluasaan kepada manusia untuk berusaha dalam memelihara hidupnya. Pilihan-pilihan sangat terbuka, namun bila ingin diberkati Tuhan dalam usaha itu haruslah menomorsatukan Allah. Kepada generasi baru Israel yang akan memasuki negeri perjanjian, Musa ingatkan mereka agar menomorsatuhan Tuhan. Mereka inilah yang akan Tuhan berkati (Ul 6:1-13). Allah menetapkan bahwa manusia akan alami kematian sekali (Ibr 9:27), dengan sedikit kekecualian. Misalnya tiga orang yang dibangkitkan Tuhan Yesus, alami kematian dua kali. Juga orang-orang yang hidup saat Tuhan datang kali kedua tidak akan alami kematian. Namun cara mati manusia tidaklah Tuhan tetapkan. Begitu gencarnya pemberitaan hal covid-19 yang melanda dunia saat ini. Hal korban tewas “tersengat” covid-19 ini pun telah menggentarkan kebanyakan manusia sekarang ini. Apakah Tuhan menetapkan orang-orang tertentu untuk tewas oleh covid-19 ini? Saya yakin Tuhan tidak menetapkannya, namun Tuhan tahu dan ijinkan wabah ini melanda dunia. Karena Tuhan tidak menetapkan cara mati seseorang, maka manusia bisa dan boleh berusaha untuk sehat dan pulih kembali sekalipun “tersengat” covid-19 ini. Kita pun boleh berdoa memohon kesembuhan bagi yang “tersengat” covid ini, cara mati bukanlah takdir Tuhan. (PurT)

No : 18. Edisi Minggu, 3 Mei 2020

IMAN DAN UPAYA

“...Sebab didalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis : “Orang bernar akan hidup oleh iman.” (Roma1:17)

Berapa kali kita harus beriman kepada Tuhan? Bisa jadi pertanyaan ini dininai sebagai pertanyaan bodoh atau mengada- ada. Namun kita bisa berkaca kepada hidup kita sebagai orang Kristen serta menyaksikan kehidupan sesama yang seiman. Bisa jadi ada yang menyatakan: ”Beriman cukup sekali, yaitu saat sadar bahwa kita orang berdosa dan Tuhan Yesus menawarkan jalan kepastian keselamatan dengan karya salib-Nya.” Selanjutnya jalan dalam upaya sendiri. Yang lain menyatakan perlu beriman dua kali: “Pertama saat sadar bahwa dirinya berdosa dan butuh pengampunan serta keselamatan. Kedua menjelang maut, berserah ulang kepada Tuhan agar diterima di sisi-Nya.” Mungkin Anda pernah mendengar keyakinan lain selain dari dua contoh ini. Namun Alkitab menyatakan bahwa keselamatan yang pasti sebagai jalan pertobatan dan pengampunan dosa ada hanya di dalam Kristus (Luk 24:47). Keselamatan itu anugerah bukan usaha kita, bukan karena kesalehan, atau kebaikan kita (Efs 2:8,9). Setelah seseorang ambil keputusan untuk sungguh beriman kepada Kristus, bukan sekedar ikut iman orang tua atau sekedar melanjutkan tradisi sebagai keluarga Kristen, Rasul Paulus dengan mengutip kitab nabi Habakuk menegaskan bahwa orang beriman akan hidup oleh iman pula (Roma 1:17).

Hal di atas tidak berarti, tidak ada tempat untuk upaya dalam hidup orang Kristen. Dalam ketergantungan dalam segala hal kepada Tuhan yang kita yakini inilah kita menjalani hidup. Saat wabah covid-19 yang melanda dunia saat ini sangat ternyata bahwa segala usaha manusia seakan tidak berdaya. Keakhlian para dokter kandas, bahkan banyak dokter spesialis senior pun ikut tewas “tersengat” covid-19 ini. Kekayaan orang kaya pun seakan tidak berguna, saat “tersengat”, ia tidak bisa meminta ruang VVIP dan ditemani pasangan atau anaknya. Ia harus terbaring bersama sesama pasien lainnya di ruang isolasi. Semua orang tidak bisa jalani hidup normalnya, melainkan harus rela dirumahkan, seakan terpenjara di rumah sendiri di daerah yang dikenai PSBB apalagi di negara yang terapkan lockdown. Tuhan seakan memakai wabah ini agar kita bergantung kepada Tuhan semata dan memaksa kita untuk menikmati serta memupuk hidup kekeluargaan yang terlanjur renggang karena sibuk dengan segala urusan di luar rumah. Seraya berjalan dalam iman kepada Tuhan semata, kita harus berupaya untuk menata ulang hidup ini. Kita harus rajin mencuci tangan, harus berjemur, harus mengenakan masker bila ke luar rumah, harus minum vitamin C dan E, harus cukup tidur dan berolahraga. Yang ini adalah tanggung jawab kita, upaya kita seraya berdoa memohon perlindungan dan dijauhkan Tuhan dari “sengatan” covid-19 ini. Inilah waktu untuk memupuk iman kepada Tuhan, Penguasa semesta raya ini. Ini juga waktunya untuk memupuk kesatuan keluarga. Waktu untuk menjadi berkat bagi orang lain juga. Banyak saudara kita terpaksa dirumahkan tanpa gajih. Hidup tanpa “income” artinya harus menata ulang pola hidup ini. (PurT)

No : 17. Edisi Minggu, 26 April 2020

MISTERI HIDUP

“...Hal-hal yang tersembun ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan Hukum Taurat ini.”

Adalah kenyataan bahwa kita menyaksikan banyak saudara-saudara kita dinyatakan terpapar Corona Virus Disease- 19 (Covid-19). Sebagiannya meninggal setelah dinyatakan positif terpapar covid- 19 ini termasuk para pendeta. Sebaliknya banyak pula yang dinyatakan positif terpapar covid-19 pulih dan sehat kembali. Sebagian dari yang pulih kembali itu bahkan terbilang orang yang hidup kerokhaniannya tergolong biasa-biasa saja. Partanyaannya, mengapa para pendeta bisa tewas “tersengat” covid-19 ini? Apakah Tuhan tidak menolong mereka? Hal ini termasuk misteri dalam hidup kita sebagai manusia. Sulit bagi kita untuk memahaminya. Paling kita hanya bisa berandai-andai. Selain itu hal kualitas iman seseorang juga hanya Tuhan yang tahu persisnya. Bisa saja, para pendeta yang tewas “tersengat” covid-19 itu adalah pribadi- pribadi yang sudah siap untuk pindah alamat ke rumah Bapa. Tanggung jawabnya sudah waktunya untuk dialihkan kepada orang lain. Sedangkan mereka yang dianggap orang biasa-biasa saja, bahkan dinilai tidak ambil bagian dalam pelayanan Tuhan dipulihkan dan sehat kembali. Mereka berseru dan menangis kepada Tuhan meminta Tuhan Yesus menjamah dan menyembuhkannya, dan memang mereka sembuh. Tuhan yang tahu persis rahasianya. Bisa jadi mereka diberi peluang untuk memperbaiki hubungannya dengan Tuhan setelah sempat terbaring karena dinyatakan positip terpapar covid-19. Dengan kalimat lain mereka yang pulih belum tentu lebih rohani dari mereka yang meninggal. Sebaliknya mereka yang meninggal belum tentu kerokhaniannya lebih rendah dari mereka yang pulih kembali. Inilah misteri hidup itu.

Alkitab memberi contoh, misalnya saat rasul Yakobus, saudara Yohanes ditangkap dan atas perintah Herodes dibunuh dengan pedang; sangat mungkin dipenggal (KPR 12:2). Beliau Bersama Yohanes, saudaranya dan Petrus adalah tiga murid utama Tuhan Yesus. Bahkan kedua bersaudara ini secara jasmani masih sepupu Tuhan Yesus. Rasul Yakobus adalah martir pertama dari antara kedua belas rasul Tuhan. Lain halnya saat Rasul Petrus yang juga ditangkap atas perintah Herodes, beliau sempat dipenjara dan dijaga dengan sangat ketat. Rencananya seusai Paskah akan dieksekusi. Tetapi jemaat Tuhan menopangnya dengan doa (KPR 12:4,5). Tuhan menolong rasul Petrus, beliau dilepaskan secara supranatural. Malaikat Tuhan datang membawa rasul Petrus keluar dari penjara (KPR 12:7-10). Peristiwa itu tidaklah berarti rasul Petrus kualitas imannya lebih tinggi dibanding rasul Yakobus. Kedaulatan Tuhan yang tahu persis masalah ini. Firman Tuhan yang dikutip di atas yang terambil dari Kitab Ulangan 29:29, menyatakan bahwa hal-hal yang tersembunyi itu adalah bagi Tuhan; sedangkan hal-hal yang Allah nyatakan adalah bagi kita untuk mengimani dan melakukannya dengan sepenuh hati. Yakinilah bahwa Tuhan itu Maha kasih namun juga Maha Adil, Beliau tidak mungkin bertindak dengan salah. Setialah kepada Tuhan. (PurT)

No : 16. Edisi Minggu, 19 April 2020

Kebangkitan Orang Mati : Kemustahilan ?

“Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Doa ...” (Markus 16:6)

Ada yang memperkirakan manusia yang pernah hidup di dunia ini sebanyak 105 milyar orang dan yang sedang hidup sekarang ini hanya sekitar 7,4%-nya saja. Saat ini yang sedang hidup di permukaan bola bumi ini berjumlah 7,8 milyar. Coba Anda bayangkan di mana saja yang 92,6% dari penduduk dunia itu dikuburkan? Wilayah kepulauan Nusantara yang luas ini, kelihatannya tidak akan mencukupi seandainya pemakaman penduduk dunia itu di persatukan. Adalah kenyataan bahwa kebanyakan pekuburan (kuno) itu sudah tidak ditemukan lagi. Namun satu hal yang pasti, orang yang sudah mati itu, mustahil hidup lagi. Tidak ada orang yang berharap kerabat atau kenalannya yang meninggal itu bangkit lagi. Orang Yunani jaman Rasul Paulus pun meyakini ucapan Dewa Apolo yang menyatakan bahwa saat bumi telah meminum habis darah seseorang, mustahil bangkit kembali. Itu sebabnya saat Rasul Paulus berbicara tentang kebangkitan Kristus, para penghadir di Areopagus itu mengejeknya (KPR 17:32). Sebaliknya Kitab Suci menyatakan bahwa tiga peristiwa kebangkitan orang mati terjadi semasa Tuhan Yesus hidup sebagai manusia sejati di Kanaan. Pelaku kebangkitan itu adalah Tuhan Yesus sendiri: Pertama, seorang nona kecil, putri Yairus yang baru beberapa saat meninggal dibangkitkan-Nya (Mrk 5:21,35-42). Kedua, Seorang pemuda penduduk kota Nain yang sudah diusung menuju pemakaman dihidupkan kembali oleh Tuhan Yesus (Luk 7:11-15). Dan terakhir Lazarus dari Betania yang sudah dikubur empat hari, ia pun dibangkitkan-Nya (Yoh 11:39,43,44). Tetapi mereka itu satu hari alami kematian untuk kedua kalinya, seperti wajarnya bagi manusia terbaring di alam kubur.

Ketiga peristiwa itu mengawali peristiwa lebih besar lagi yaitu kebangkitan Tuhan Yesus sendiri. Beliau bangkit oleh kuasa-Nya sendiri. Sang pemilik hidup (Yoh 1:4) bangkit mengalahkan kematian. Dan Beliau tidak alami kematian kembali. Itu sebabnya Rasul Paulus menyebutnya sebagai yang sulung (1 Kor 15:20; Kol 1:18). Nanti akan disusul oleh kebangkitan orang-orang percaya kepada-Nya. Kemustahilan orang yang sudah mati untuk bangkit kembali menjadi suatu kenyataan di dalam Kristus. Bukankah bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1:37). Para serdadu Romawi penjaga makan Tuhan Yesus hari Minggu itu begitu ketakutan menyaksikan kenyataan bahwa Tuhan Yesus bangkit mengalahkan kematian (Mat 28:4). Merekalah para saksi awal dari peristiwa agung itu. Malaikat menegaskan kepada para wanita yang datang pagi itu bahwa Tuhan Yesus telah bangkit, kuburnya sudah kosong (Mrk 16:6) Hari Minggu ini dalam Ibadah keluarga, kita menghayati ulang peristiwa agung itu. Dengan kebangkitan Kristus maka kita yang beriman kepada Beliau akan pula dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (1 Kor 15:22). Termasuk saudara-saudara kita yang tewas karena wabah korona hari-hari belakangan ini. Kristus yang bangkit sebagai yang sulung, kemudian disusul mereka yang menjadi milik-Nya, pada saat kedatangan-Nya (1 Kor 15:23). (PurT)

No : 15. Edisi Minggu, 12 April 2020

Keagungan Karya Salib

...Dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib ; (Kolose 2:14)

Entah telah berapa banyak orang yang mati tersalib. Pola penghukuman yang kejam ini berasal dari bangsa Fenesia yang kemudian diadopsi oleh kekaisaran Romawi. Oleh kekaisaran Romawi hukum penyaliban ini diuntukkan bagi para penjahat besar namun bukan warga negara Romawi. Tuhan Yesus dituduh sebagai penjahat besar karena menghujat Allah (Mat 26:65) maka mahkamah agama Yahudi menuntut hukuman salib (Mat 27:22). Beliau pun alami penderitaan yang teramat hebat. Sebelum disalibkan Beliau disesah (Mat 27:26). Disesah adalah pencambukan sebanyak 39 kali dengan cambuk berujung logam tajam. Saat itu cambuk itu berujung tiga pula. Maka 117 ujung cambuk berujung logam tajam itu merobek-robek tubuh Tuhan Yesus. Belum cukup dengan penyesahan itu, Beliau pun dijadikan bahan olok-olok oleh para serdadu Romawi, Beliau dimahkotai duri diludahi, bahkan kepala Beliau dipukul dengan buluh (Mat 27:27-30). Namun di luar nalar para pendakwa dan pelaksana hukuman kejam itu, Tuhan Yesus jalani hukuman itu adalah demi kasih-Nya kepada manusia bumi yang telah terperangkap dalam lumpur dosa dan diancam hukuman dari pengadilan Allah kelak (Wah 20:11-15). Setiap manusia bumi ini nanti harus mempertanggungjawabkan kehidupannya selama di bumi ini. Sedangkan yang menjadi pendakwanya adalah buku catatan kitab perbuatannya (Wah 20:12). Tidak seorang pun yang akan lolos dari pertanggungjawaban atas segala sikap dan perbuatannya sepanjang hidupnya di bumi ini. Manusia bumi pun tidak akan bisa ajukan alibi, karena dengan teliti semua perbuatan manusia bumi itu telah tercatat dalam buka perbuatan baik dan jahat itu.

Tuhan Yesus yang adalah manusia dari sorga, datang, melakukan intervensi dan telah melaksanakan peran pengganti demi keselamatan manusia bumi yang dikasihi- Nya. Beliau tanggung penderitaan salib bukan sebagai terhukum biasa seperti pada umumnya. Beliau terhukum sebagai ganti manusia bumi. Semua utang dosa manusia bumi yang tercatat sebagai surat utang itu yang berdasarkan hukum Allah tidak mungkin bisa dilunasi oleh manusia bumi dan yang akan mendakwa setiap manusia bumi itu diambil alih oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus ubah makna salib itu. Segala dosa manusia bumi yang bersedia percaya yang menerima karya penebusan Tuhan Yesus atas dirinya dihapus-Nya. Surat utangnya itu dipakukan di atas kayu salib itu (Kol 2:14). Inilah tindakan terhebat yang telah Allah lakukan untuk menyatakan kasih-Nya kepada manusia bumi sejak nenek moyang manusia bumi ini jatuh ke dalam dosa. Saat penghakiman yaitu saat Tuhan Yesus datang pada kali kedua. Saat itu setiap orang yang pernah hidup dan masih hidup akan diperhadapkan di hadapan pengadilan Allah dan semua kitab catatan perbuatan baik dan jahat akan dibuka, dan mendakwanya (Wah 20:12). Namun setiap orang yang namanya tercatat dalam kitab kehidupan tidak akan alami hukuman, sebab hutang dosanya telah lunas oleh Tuhan Yesus di atas salib-Nya. (PurT)

No : 14. Edisi Minggu, 5 April 2020

Manusia Sorga, Sang Stuntman

...Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah;...(1 Petrus 3:18)

Penggemar film tentu paham betul dengan istilah stuntman atau peran pengganti. Ia adalah seseorang yang menggantikan pemeran utama untuk memerankan adegan berbahaya. Karena pemeran utamanya kuatir adegan itu membahayakan keselamatannya, yaitu adegan-adegan yang beresiko tinggi. Fokus dunia saat ini masih kepada wabah virus corona, namun sebagai orang percaya saat ini adalah masa prapaskah. Saya mengajak Anda untuk merenungkan peristiwa besar dalam hidup manusia, yaitu karya agung Tuhan Yesus, manusia sorga yang menjadi stuntman, demi keselamatan kita, manusia bumi ini. Manusia bumi, adalah manusia yang sudah dikuasai dosa, sebagai akibat kejatuhan nenek moyangnya yaitu Adam dan Hawa (Rum 5:12-21). Manusia bumi tidak mampu penuhi persyaratan korban yang kudus tidak bercacat untuk menerima pengampunan dosanya. Namun karena kasih Allah kepada manusia bumi ini, maka manusia sorga melakukan intervensi ke dalam dunia ini untuk menjadi korban pengganti yang seharusnya dijalani oleh setiap manusia bumi. Tuhan Yesus, sebagai manusia sorga pun harus menjalani kesengsaraan teramat hebat. Beliau menderita sengsara, ditangkap karena kebencian dan iri hati para pemimpin agama Yahudi. Beliau dihadapkan ke pengadilan agama yang sudah merekayasa para saksi palsu yang akhirnya pengadilan itu menjatuhkan keputusan hukuman mati dengan dasar menghujat Allah (Mat 26:65,66).

Namun pengadilan agama tidak miliki hak untuk melakukan eksekusi atas keputusannya itu. Para pemimpin agama Yahudi itu kemudian menyeret manusia sorga ini untuk dihadapkan kepada gubernur Pilatus. Sang gubernur pun menjadi korban permainan politik para pemimpin agama Yahudi itu. sebenarnya ia tidak menemukan kesalahan manusia sorga itu (Luk 23:22). Istri sang gubernur pun sudah mengingatkan suaminya agar ia jangan mencampuri perkara orang benar itu (Mat 27:19). Raja Herodes pun sudah dilibatkan oleh gubernur yang bingung ini untuk turut memeriksa manusia sorga itu, namun Herodes pun tidak mendapati kesalahan manusia sorga ini (Luk 23:15). Manusia sorga yang tidak berdosa itu didera, suatu penderitaan hebat, sebagai upaya tawar menawar antara gubernur Pilatus dengan para pemimpin agama Yahudi yang menuntutnya. Namun gubernur yang terdesak itu akhirnya menyerahkan manusia sorga itu untuk disalibkan. Suatu hukuman penghinaan yang kejam yang biasanya hanya untuk seorang penjahat besar dan terhina. Seharusnya manusia bumilah yang harus jalani hukuman mati karena dosa dan harkatnya yang memang sudah hina di hadapan Allah. Namun manusia sorga itu telah rela menderita dan mati terhina untuk segala dosa kita. Beliau mati sebagai orang benar untuk manusia bumi yang tidak benar (1 Pet 3:18). Beliau sungguh sudah memerankan peran yang seharusnya dijalani oleh semua manusia bumi. Beliaulah stuntman sejati demi keselamatan manusia bumi. (PurT)

No : 13. Edisi Minggu, 29 Maret 2020

Intervensi Manusia Surga

“...Anak Manusia datang ... untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Matius 20:28)

Saat dunia diguncang hebat oleh wabah virus corona, sampai-sampai ibadah Minggu pun di banyak gereja ditiadakan atau diganti dengan ibadah online, kita tidak boleh melupakan masa raya Paskah. Peristiwa Paskah adalah peristiwa utama dan menjadi inti utama keyakinan Kristen. Paskah lebih agung dibanding peristiwa Natal ataupun Pentakosta. Tanpa Paskah, Natal tidak akan dirayakan. Tanpa Paskah, Pentakosta tidak akan terjadi. Sejak di taman Eden Tuhan sudah mengorbankan hewan untuk menutup aib nenek moyang manusia (Kej 3:21). Kemudian kurban yang dipersembahkan oleh Habel (Kej 4:4; Ibr 11:4), selanjutnya kurban Nuh (Kej 8:20,21) dan berikutnya lagi korban pengganti yang disampaikan Abraham di bukit Moria (Kej 22:13) adalah contoh-contoh korban sejak awal dari keyakinan agama samawi. Kemudian hari dalam Taurat ditentukan korban-korban itu yang terkait dengan korban bakaran, korban keselamatan, korban penghapus dosa, atau korban penebus salah. Syarat untuk hewan yang dikorbankannya itu haruslah tidak bercacat (Im 1-5). Semua korban-korban tersebut adalah bayangan untuk korban Tuhan Yesus dalam rangka penyelamatan umat manusia (Ibr 10:1). Yohanes Pembaptis pun menunjuk bahwa Tuhan Yesus adalah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yoh 1:29). Korban-korban hewan di Bait Allah untuk penuhi tuntutan hukum Taurat itu adalah kesementaraan, setelah korban Tuhan Yesus tidak perlu lagi korban-korban itu.

Sebagaimana bayangannya bahwa korban-korban itu harus sempurna, tidak bercacat. Sedangkan manusia semuanya tidak ada lagi yang sempurna, semua orang telah hidup dalam dosa. Sejak dilahirkan sudah menyandang dosa turunan (Rum 5:12). Manusia bumi ini tidak bisa menjadi korban yang memenuhi syarat korban, bahkan untuk keselamatan dirinya sendiri pun tidak memadai. Hal itu sudah tergambar sejak di taman Eden. Bapak Adam dan Ibu Hawa sudah mencoba menutup aibnya dengan pakaian buatannya (Kej 3:7) namun tidak memadai dan Tuhan menggantinya dengan pakaian dari kulit hewan (kej 3:21). Manusia sungguh tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri, itu sebabnya Tuhan Yesus sebagai manusia sorga harus melakukan intervensi demi penyelamatan manusia bumi ini. Beliau turun ke bumi, meninggalkan sorga, sebagai Anak domba Allah untuk menghapus dosa dunia ini (Yoh 1:29). Tuhan Yesus menegaskan bahwa diri-Nya berasal dari atas, bukan dari dunia ini (Yoh 8:23). Tuhan Yesus juga menjelaskan bahwa diri-Nya adalah Roti yang hidup yang turun dari sorga untuk memberi hidup di dunia ini (Yoh 6:51). Saat itu Tuhan Yesus menyebut roti hidup itu adalah daging-Nya, ungkapan itu menunjuk kepada penderitaan jasmaniah yang harus Beliau tanggung yang puncaknya disalibkan. Sedangkan laporan Matius (20:28) menunjukkan dengan nyata bahwa kedatangan Tuhan Yesus adalah untuk menjadi tebusan bagi banyak orang yaitu manusia bumi ini. Intervensi manusia sorga demi keselamatan manusia bumi. (PurT)

No : 12. Edisi Minggu, 22 Maret 2020

KASIHI SESAMA

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39)

Wabah Covid 19 terus menjadi bintang panggung berita nasional maupun internasional. Padahal angka kematian yang diakibatkan penyakit lain ternyata lebih besar, namun beritanya tidaklah menggemparkan seperti berita tentang Covid 19 ini. Contohnya wabah Demam berdarah yang melanda 20 kabupaten dan satu kota di Nusa Tenggara Timur yang telah merengut puluhan jiwa, beritanya tersamarkan oleh berita mewabahnya Covid 19 ini. Lebih menghebohkan lagi orang-orang berebut kebutuhan pokok, seakan barang tersebut akan segera hilang dari peredaran dan harus memiliki persediaan yang cukup, akibat wabah Covid 19 ini. Di Australia sampai ada ibu-ibu berebut tissue gulung di supermarket. Di beberapa tempat di tanah air orang menimbun masker untuk dijual kembali dengan harga tinggi. Namun di Jepang malah pusat-pusat perbelanjaan memberikan discount untuk harga masker itu. Mereka bahkan menempelkan plakat “Tidak mencari keuntungan atas musibah kemanusiaan” hebat bukan? Seorang ibu di Jakarta Utara mendapat penghargaan di kepolisian Resort Metropolitan Jakarta Utara, karena tidak melayani para pembeli “panic bayer” yang berniat memborong sembako dagangannya, bahkan lebih pentingkan menjualnya kepada kalangan yang kurang beruntung yang uangnya terbatas. Bisa jadi mereka yang berhati mulia itu bukan orang-orang yang beriman kepada Kristus. Namun mereka telah menampilkan sikap kristiani yaitu kepedulian dan kasih kepada sesama, terutama kasih kepada mereka yang sangat membutuhkan bantuan. Tuhan Yesus menegaskan intisari dari pengajaran dalam Perjanjian Lama adalah dua hukum utama (Matius 22:40). Satu di antara kedua hukum utama itu adalah: ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 22:39).

Alkitab mengajarkan bahwa kita harus peduli dan mengasihi diri sendiri, namun tidak egois. Kasih kepada diri sendiri itulah yang kemudian menjadi patokan untuk mengasihi sesama. Dalam konteks wabah Codid 19 sekarang ini. Tidak ada di antara kita yang menghendaki tertulari, bukan? Hal itu adalah sikap yang baik, namun mari kita juga bersikap tidak menghendaki sesama kita tertulari virus ini. Dengan tidak mengurangi rasa keakraban dan persaudaraan, kurangi berjabatan tangan. Lebih kerap mencuci tangan, hindari menyentuh wajah anak- anak apalagi bayi sesama kita, terlebih di ruang publik. Saat bersin hindari memercik kepada sesama. Kalau batuk atau pilek, pakai masker agar tidak menulari sesama. Lebih baik lagi kalau tidak sehat tinggal di rumah saja. Orang sehat tidak perlu mengenakan masker. Tentu tidak ikut panik dan jangan ikut main borong, jangan sampai mereka yang sangat membutuhkan justru tidak bisa mendapatnya. Secara iman, kita saling mendoakan dengan keyakinan bahwa setiap orang yang berserah dan total berlindung kepada Tuhan Yang Mahatinggi, akan diluputkan dari bahaya maut, dari penyakit sampar atau dari penyakit menular lainnya (Mazmur 91). Sebagai pengikut Kristus, di saat orang-orang menjadi egois pun, kita minta kemampuan dari Tuhan agar kita mampu mengasihi sesama seperti diri sendiri. Nama Tuhan dimuliakan. (PurT)

No : 11. Edisi Minggu, 15 Maret 2020

JANGAN TAKUT

“Jangan takut, percaya saja !” (Markus 5:36b)

Ada sebuah kisah tentang wabah yang akan melanda Damaskus. Dalam perjalanan ke Damaskus wabah itu bertemu dengan seorang kafilah. Saat ditanya tujuan dan maksud dari wabah itu. Sang wabah menjawab bahwa ia menuju Damaskus untuk mencabut nyawa 1.000 orang penduduk Damaskus. Setelah tugasnya selesai sang Wabah itupun meninggalkan kota Damaskus. Dalam perjalanan meninggalkan Damaskus itu sang wabah berjumpa lagi dengan sang kafilah. Sang kafilah mendengar bahwa korban wabah itu 50.000 orang, ia pun protes kepada sang wabah, sebab sebelumnya sang wabah hanya berniat membunuh 1.000 orang. Sang wabah menjawab bahwa ia betul hanya membunuh 1.000 orang, yang lainnya itu ikut mati karena ketakutan. Sejak Desember tahun lalu, dunia tempat tinggal kita ini diharubirukan oleh wabah corona generasi baru yang disebut Covid 19. Berawal dari kota Wuhan, Tiongkok yang berpenduduk 11 juta orang. Sang virus kemudian merebak kemana- mana, negara-negara Asia lainnya, Afrika, Eropa, Australia dan Amerika. Begitu ketakutannya penduduk bumi ini, sehingga masker raib dari pasaran, kalaupun ada harganya melambung berlipat-lipat. Saat pagi tanggal 3 Maret lalu presiden Republik Indonesia mengumumkan bahwa ada dua orang WNI yang positif terjangkit Corona Virus Disease ini ketakutan pun merebak di hampir seantero negara. Seakan Covid 19 itu sudah di depan mata. Bahkan banyak orang yang segera memborong persediaan makanan seakan mereka harus mengurung diri sebab di luar rumah sudah tidak aman. Daya sebar Covid 19 ini memang terbilang cepat dan meluas, namun sebenarnya yang menjadi korbannya terbilang sedikit. Menurut laporan resmi orang yang jadi korban meninggal karena Covid 19 ini hanya dalam kisaran 2-3% saja. Artinya orang yang terpapar Covid 19 ini yang 97-98%-nya tetap hidup. Bahkan yang 80% di antaranya bisa pulih lagi tanpa perawatan khusus.

Masalah dengan virus adalah, daya tahan tubuh kita. Kita harus menjaga kebugaran: Jaga makanan, olahraga, cukup tidur. Konsumsi umbi-umbian yang mengandung curcumin seperti anjuran dari Prof. C.A. Nidom dari Surabaya. Dan yang penting jangan takut, sebab rasa takut itu akan melemahkan daya tahan tubuh kita, bahkan bisa menjadi pembunuh yang lebih ganas, seperti kisah dari Damaskus di atas. Anjuran untuk tidak takut begitu banyak di dalam Alkitab, PL dan PB yang ditulis dalam konteks yang sangat beragam. Hal itu dikarenakan manusia umumnya memiliki banyak ketakutan. Ayat di atas yang dikutip dari Markus 5:36b, konteksnya seorang ayah yang telah berusaha mengundang Tuhan Yesus untuk datang ke rumahnya sebab putri kecilnya sakit parah namun ia dikabari bahwa putrinya itu telah meninggal. Betapa masgulnya perasaan sang ayah itu tentunya, namun Tuhan Yesus menegarkan hatinya dan menguatkan imannya dengan mengatakan: ”jangan takut, percaya saja!” Tuhan Yesus bisa diandalkan, “Talita kum.” Kata Tuhan Yesus putrinya pun bangkit kembali (Mrk 5;41,42). Dalam hadapi wabah Covid 19 pun kita bisa andalkan Tuhan Yesus. Teguhkan hati, kuatkan iman, janganlah takut. (PurT)

No : 10. Edisi Minggu, 8 Maret 2020

Orang-Orang Kudus

Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus : ...(Roma 1:7a)

Seandainya Anda pergi ke toko dan membeli sekaleng biskuit ternama untuk salah satu jamuan bagi tamu yang akan datang untuk mengunjungi keluarga Anda. Namun saat kaleng tersebut dikeluarkan dari dus kemasannya lantas dilepaskan perekatnya dan Anda buka kalengnya, tapi ternyata isinya bukan biskuit sebagaimana tergambar dan tertulis dalam dus kemasannya, melainkan ranginang. Saya yakin Anda tidak bisa percaya akan hal itu, bukan? Bisa jadi Anda sangat kecewa dan sangat mungkin Anda segera balik ke toko dan ajukan tuntutan untuk menggantinya. Memang pengandaian itu tidak pernah terjadi. Karena pabrik biskuit itu akan jaga kualitas dan reputasinya. Sayangnya pengandaian ini sering terjadi dalam kehidupan nyata manusia. Misalnya seseorang yang kelihatannya sebagai orang baik, ramah, sopan ternyata penipu. Seseorang yang tampilannya meyakinkan sebagai seorang yang bisa dipercaya, penyayang, dan bertanggung jawab, namun ternyata membawa kabur anak majikannya, jadilah berurusan dengan polisi. Kejadian- kejadian seperti itu kerap diberitakan dalam surat khabar atau majalah, bahkan akhir-akhir ini media sosial banyak memberitakan kasus-kasus penculikan anak. Pelakunya sering tampil sebagai orang baik- baik. Dalam suratnya kepada jemaat Tuhan di kota Roma, Rasul Paulus menyatakan hal yang terbilang keras tentang bangsa Yahudi. Beliau menulis bahwa sekalipun mereka memiliki hukum Taurat dan telah disunat tidaklah menjamin bahwa mereka selamat. Bahkan beliau tulis bahwa nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain karena orang Yahudi ini (Rom 2:24). Mengapa bisa demikian? Rasul Paulus menulis bahwa orang Yahudi itu mengajar: “Jangan mencuri” namun mereka sendiri mencuri. Mereka berkata:” Jangan berzinah” namun mereka justru berzinah (Roma 2:21,22).

Dalam surat-suratnya yang dikirim kepada jemaat-jemaat kerap Rasul Paulus menyapa warga jemaat itu sebagai orang- orang kudus. Menjadi orang kudus karena dikasihi Allah yang diwujudkan dalam karya keselamatan Tuhan Yesus. Mereka semua sebelumnya adalah orang-orang berdosa, sesat, jauh dari Tuhan, jauh dari kebenaran, tidak berdaya pula; tidak mampu menyelamatkan diri (Rum 3:23). Namun karena kasih karunia, telah dibenarkan karena penebusan dalam Kristus Yesus (Rom 3:24) dan menjadi orang-orang kudus (Rom 1:7a). Secara yuridis seseorang yang telah menerima anugerah penebusan dalam Kristus, telah berstatus orang kudus. Namun bagaimana faktanya? Fakta yang tertampilkan dalam kehidupan sehari-hari akan menyatakan apakah seseorang itu telah sungguh percaya dan diselamatkan atau hanya sekedar ikut-ikutan ataupun sekedar pengakuan mulut? Seperti halnya orang-orang Yahudi berstatus sebagai penuntun, terang, pendidik yang miliki segala kepandaian dan kebenaran, namun praktek hidupnya tidaklah demikian (Rom 2: 17-20). Maka Nama Allah dihujat oleh orang-orang lain (Rom 2:24). Inilah bahan perenungan yang serius bagi kita pun saat ini. Kekudusan status itu harusnya tertampakkan pula dalam kekudusan faktual hidup keseharian kita. Nama Tuhan pun dimuliakan. (PurT)

No : 9. Edisi Minggu, 1 Maret 2020

Kuduskan Hidup

Kuduslah kamu sebab Aku kudus (1 Petrus 1:16)

“Saya tidak tertarik kepada kekristenan”, aku seorang pengusaha bengkel kendaraan bermotor yang jadi langganan banyak warga gereja. Saat diminta penjelasan lebih jauh; beliau dengan terbuka menyatakan bahwa beliau jumpai banyak kemunafikan. Contohnya seorang majelis gereja datang ke bengkelnya, untuk menyervis kendaraan gereja, tetapi majelis gereja itu minta agar bon biayanya ditulis lebih besar dari tagihan sebenarnya. Rasul Petrus mengingatkan orang percaya yang tersebar di wilayah luas di kekaisaran Roma (1 Pet 1:1,2) untuk hidup dalam ketaatan dan menghadirkan hidup yang berbeda dengan hidup lamanya, serta mendesak untuk hidup kudus (1 Pet 1:14- 16). Orang percaya adalah warga dunia, hidup seperti warga dunia lainnya, namun sebagai orang yang sudah dipilih Allah dan dikuduskan oleh Roh Kudus harusnya hidup dalam ketaatan kepada Kristus. Ajakan rasul Petrus di atas adalah dengan mengutip firman yang tertulis dalam Kitab Imamat. Imamat 11:45 mengajak bangsa Israel yang sedang dituntun Tuhan menuju tanah perjanjian dan akan hidup di tengah bangsa-bangsa lain untuk hidup kudus karena Tuhan yang mereka sembah adalah kudus. Kekudusan itu terkait ragam makanan untuk membedakan mereka dari bangsa sekitar. Sedangkan Imamat 19:2 perintah hidup kudus itu dalam konteks beragam aspek hidup keseharian.

Hidup keseharian yang dimaksud itu mencakup, hal penghormatan terhadap orang tua, hal ibadah yang sejati termasuk persembahannya, hal kepedulian terhadap orang miskin, hal larangan mencuri dan berbohong, hal sumpah, hal pengupahan, hal keadilan, hal larangan sebarkan fitnah, hal kasih kepada sesama, hal beternak dan bertani, hal hidup sexual, hal makanan, hal larangan merajah, hal jaga kesucian anak perempuan, hal kuduskan hari ibadah, hal larangan praktek ramal, hal menghormati orang yang sudah sepuh, hal kepedulian kepada orang asing, hal jujur dalam beniaga dan tentu saja keharusan untuk menaati firman Tuhan. Begitu teliti ketentuan Tuhan sebagai pedoman hidup kudus bangsa ini, pendeknya mencakup segala aspek kehidupan di tanah perjanjian itu. Rasul Petrus dengan bimbingan Roh Kudus tentu paham konteks asli keharusan hidup kudus itu, karena Tuhannya adalah Tuhan yang kudus. Dulu bangsa Israel saat menerima firman itu sedang menuju tanah perjanjian sedangkan penerima surat rasul Patrus adalah orang percaya yang hidup di perantauan. Namun kedua golongan ini sama-sama hidup di tengah bangsa-bangsa lain. Bagi kita sekarang, keharusan ini pun sangat relevan, karena walau hidup di tengah saudara sebangsa namun berbeda keyakinan. Kita yang menyandang status anak-anak Tuhan diminta untuk hidup dalam ketaatan dan jangan turuti hawa nafsu pola hidup lama (1 Pet 1:14). Rasul Petrus pun menekankan anjuran hidup kudus itu dalam segala aspek kehidupan karena Tuhan adalah kudus (1 Per 1:15). Hidup kudus akan menjadi daya tarik, harap orang datang kepada Tuhan karena terkesan dengan hidup kudus yang kita peragakan. Harap tidak ada lagi orang yang menolak Tuhan karena kemunafikan kita. (PurT)

No : 8. Edisi Minggu, 23 Februari 2020

Hidup Keagamaan Batiniah

Maka Aku berkata kepadamu : jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Sorga (Matius 5:20)

Untuk diterima di sekolah atau perguruan tinggi favorit tentunya harus memenuhi standar tertentu. Standarnya itu biasanya lebih tinggi dibanding untuk diterima di sekolah atau perguruan tinggi nonfavorit. Tidak jarang para siswa selain menyiapkan diri untuk ujian akhir juga siapkan diri untuk test masuk perguruan tinggi, misalnya dengan mengikuti bimbingan test. Dalam kotbahnya di bukit Tuhan Yesus di antaranya menyinggung hal mutu keagamaan untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Tuhan Yesus mengatakan: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang- orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat 5:20). Sangat mungkin para murid Tuhan dan para pendengar khutbah-Nya itu kaget. Betapa tidak? Disebutnya juga para ahli Taurat, dan orang-orang Farisi, satu mazhab para imam dalam kepemimpinan keagamaan Yahudi saat itu, tentunya mereka jauh lebih paham akan Kitab Taurat dan seluk beluk keagamaan dari agama Yahudi. Sedangkan orang-orang biasa yang baru jadi pengikut Kristus, secara pengetahuan para murid Kristus ini masih jauh di bawah para pemimpin agama Yahudi itu. Namun Penyataan Tuhan Yesus itu jelas menuntut bahwa hidup keagamaan para muridnya harus lebih benar dibanding hidup keagamaan para pemimpin agama Yahudi itu. Mengapa demikian? Para pemimpin agama Yahudi itu hidupnya penuh dengan kemunafikan. Ajarannya bagus, namun sikap hidupnya tidak bagus. Hal inilah yang Tuhan Yesus maksudkan dengan hidup keagamaan itu. Hidup keagamaan yang benar bukan sekedar hafal tentang hukum-hukum agama, melainkan juga penghayatannya dalam hidup sehari-harinya.

Dalam kaitan hukum jangan membunuh, Tuhan Yesus memberi tekanan bahwa hal itu bukan semata membunuh fisik melainkan juga membunuh karakter (Mat 5:21,22). Saat beribadah harus memiliki kedamaian relasi dengan sesama (Mat 5:23-26). Jangan orang mengganggap kita rohani sebab rajin ibadah namun ada keretakan relasi dengan sesama. Hal berjinah bukan semata hubungan secara fisik melainkan juga angan-angan atau fantasi sexual terhadap lawan jenis yang harus dijaga (Mat 5:27,28). Hal kejujuran bagi Tuhan Yesus tidak harus ditopang oleh sumpah, melainkan ya di atas yang ya; dan tidak di atas yang tidak (Mat 5:37). Hukum balas-membalas yang dipelihara sebagai standar umum saat itu, Tuhan ubah menjadi jangan melawan orang yang berbuat jahat (Mat 5:38,39). Tentang kasih, Tuhan menetapkan untuk mengasihi termasuk kepada musuh pun dan mendoakan yang menganiaya. Wow, sungguh mutu hidup keagaaman yang teramat tinggi. Tuhan Yesus lebih menekankan hidup keagamaan batiniah dibanding hidup keagamaan lahiriah. Normanya adalah Pribadi Allah sendiri yang sempurna (Mat 5:48). Sebagai murid Tuhan masa kini, mari kita hayati ajaran Tuhan ini. (PurT)

No : 7. Edisi Minggu, 16 Februari 2020

Tanggapan Simpatik Terhadap Pendosa

“... Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang “ (Yohanes 8:11)

Tidak sulit untuk mendapat tayangan media sosial tentang penghakiman terhadap wanita yang dituduh berjinah. Peristiwa itu terjadi di masa kini, di beberapa tempat di belahan dunia ini. Katanya pola hukuman itu mengikuti pola hukuman di masa lalu terhadap seorang yang tertangkap berjinah. Satu pagi saat Tuhan Yesus mengajar di Bait Allah, Yerusalem ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi datang membawa seorang perempuan yang tertangkap basah berbuat jinah. Mereka memberi referensi dari Taurat Musa yang mengharuskan mereka untuk merajamnya (Im 20:10). Namun mereka menggunakan kasus ini untuk menjebak Tuhan Yesus agar punya alasan untuk menyalahkan- Nya (Yoh 8:2-6). Awalnya Tuhan Yesus membiarkan mereka, namun mereka terus mendesak- Nya. Akhirnya Tuhan Yesus menyatakan: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yoh 8:7). Rupanya tantangan itu menempelak hati para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, sehingga mereka pergi seorang demi seorang meninggalkan Bait Allah. Rupanya mereka sadar bahwa mereka pun orang berdosa, namun tidak tertangkap basah seperti perempuan itu. Dengan simpatik Tuhan Yesus memberi pengampunan kepada perempuan itu. Namun dengan pesan yang kuat:”… Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11). Inilah ungkapan pengampunan dari manusia sorga, kepada manusia bumi yang memang berdosa. Tuhan Yesus sebagai manusia dari sorga yang datang untuk memberi jalan pertobatan dan pengampunan dosa kepada manusia bumi, bukan saja mengampuni dosa, melainkan juga meminta agar pendosa yang sudah diampuni itu tidak lagi hidup dalam dosa.

Walau Alkitab tidak menulis lagi tentang perempuan itu; namun sangat mungkin perempuan itu tidak lagi hidup dalam dosa. Hal itu bukan saja karena anjuran Tuhan Yesus, bisa jadi juga ia sadar bahwa ia seakan sudah mati dirajam, namun Tuhan Yesus telah memberi kesempatan untuk hidup kembali. Dan ia harus hidup dengan tidak berbuat dosa lagi. Manusia sorga lewat pengorbanan diri- Nya, menanggung kesengsaraan, mati tersalib, dikubur namun bangkit lagi untuk menanggung dosa manusia bumi. Manusia bumi dibebaskan dari belenggu dosanya, namun juga diberi kemampuan untuk tidak lagi hidup di dalam dosa. Roh Kudus diutus untuk mendiami orang-orang beriman. Roh Kudus itulah yang akan membawa orang beriman hidup dalam kekudusan. Di kemudian hari rasul Paulus menulis kepada jemaat Galatia, bahwa orang yang dipimpin Roh Kudus akan hidup menjauhi kedagingan (Gal 5:19-21) dan hadirkan hidup dengan buah-buah Roh (Gal 5:22,23). Sedangkan rasul Petrus menantang penerima suratnya untuk hidup kudus, sebab Allah juga kudus (1 Pet 1:15,16). Rasul Yohanes meyakini bahwa orang yang menaruh pengharapan kepada Tuhan akan menyucikan dirinya (1 Yoh 3:3). Bagaimana dengan Anda? (PurT)

No : 6. Edisi Minggu, 9 Februari 2020

Manusia Sorga Pemberi Hidup

“... Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia”. (Yohanes 6:51)

Setiap saat kita bisa mendengar berita duka, terlebih terakhir ini, terutama di Wuhan, Tiongkok banyak orang meninggal karena wabah virus corona. Dunia terutama Asia seakan terkesima akibat teror virus corona ini. Mari kita jaga kondisi jangan terpaku karena teror ini. Sebenarnya sejak kapan manusia bisa alami kematian? Bukankah nenek moyang kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang kekal (Kej 1;26)? Kematian dimulai saat nenek moyang manusia tidak menaati perintah Tuhan saat mereka masih di taman Eden. Perintah Tuhan itu jelas, agar nenek moyang manusia itu tidak memakan buah pohon tentang yang baik dan yang jahat, sebab pada saat mereka memakannya mereka mati (Kej 2: 17). Peristiwa yang dilaporkan pada Kejadian pasal tiga yaitu saat nenek moyang umat manusia itu memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, segera menjadi kenyataan: Manusia berubah menjadi makhluk yang akan alami kematian. Alkitab selanjutnya memberi laporan tentang kematian pertama dalam kitab Kejadian 4:8, Habellah yang jadi korban pertama yang dibunuh oleh kain, kakaknya. Seperti halnya kipas angin yang berputar kencang dan menghasilkan angin, saat aliran litriknya diputus, posisinya sudah mati, sekalipun masih berputar dan masih menghasilkan angin. Namun kecepatan putarannya terus berkurang yang akhirnya berhenti, mati total. Manusia yang sudah berdosa pun akan alami kematian, cepat atau lambat kita semua menunggu giliran untuk berhenti. Bukan hanya itu, di seberang sana kita pun harus mempertanggung- jawabkan segala perbuatan kita selama di dunia ini. Manusia tidak berdaya untuk atasi keadaan itu.

Syukur Allah mengasihi manusia sekalipun umat manusia ini hidup dalam dosa. Beliaulah yang mengutus Putra-Nya, Manusia Sorga itu untuk menganugerahi kembali hidup. Setiap orang yang beriman kepada Manusia Sorga, Tuhan Yesus Kristus itu, hidup di dunianya diperbaiki, dan di seberang sana pun tidak akan alami hukuman (Yoh 3:18a). Suatu hari, Tuhan Yesus mengumpamakan diri-Nya sebagai roti hidup yang turun dari sorga. Setiap orang yang memakan (sungguh beriman) roti itu akan hidup selamanya (tidak alami kematian kedua yaitu penghukuman). Yohanes 6:51 yang saya kutip di atas, juga mengindikasikan hal penderitaan dan kematian Tuhan Yesus untuk memberi hidup kepada manusia bumi yang sedia percaya kepada Beliau. Inilah jalan satu-satunya yang Allah sediakan sebagai wujud kasih Allah kepada manusia yang sudah terbelenggu dosa akibat kejatuhan nenek moyangnya dulu. Periksa diri dengan jujur, jangan sampai Anda hanya sebagai Kristen ikut- ikutan. Ujilah diri apakah Kristus Yesus telah hadir dalam hidup Anda? (2 Kor 13:5). Terimalah anugerah hidup itu. (PurT)

No : 5. Edisi Minggu, 2 Februari 2020

Manusia Bumi – Manusia Sorga

“Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas ; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini ...” (Yohanes 8:23)

Kita hadir bukan karena diciptakan seperti halnya nenek moyang kita yaitu Adam dan Hawa. Allah hanya sekali itulah menciptakan manusia. Nenek moyang kita itu diberi potensi dan amanat untuk beranak cucu, bertambah banyak dan memenuhi bumi ini (Kej 1:28). Kita dilahirkan oleh ibu kita yang orang bumi ini. Lebih spesifik lagi ada tempat dan waktu kelahiran kita yang kemudian dilengkapi dengan akta lahir. Selanjutnya tempat dan waktu kelahiran itu dicatat dalam berbagai surat identitas kita lainnya. Sungguh sebagai manusia kita adalah manusia dari bumi ini. Sedangkan Tuhan Yesus, sekalipun Beliau dilahirkan di Betlehem dan ada yang menyaksikannya bahwa Beliau sempat dibaringkan dalam palungan, Beliau berbeda dengan kita. Adalah benar Tuhan Yesus dilahirkan oleh seorang perempuan dan tercatat pula tempat kelahiran-Nya. Beliau dilahirkan dalam kesederhanaan dan keterbatasan, padahal Beliau adalah seorang raja. Para majus pun rela melakukan perjalanan jauh untuk menyembah Sang Raja yang baru lahir itu (Mat 2:1,2). Namun, Alkitab, Kitab Suci mencatat bahwa sesungguhnya Beliau sudah hadir sejak kekekalan, bahkan Beliaulah yang menciptakan dunia ini (Yoh 1:3). Adam dan Hawa pun diciptakan menurut gambar dan rupa Beliau (Kej 1:26). Karena hanya Beliau dari Allah Tritunggal itu yang memiliki fisik. Saat Beliau diperkandung yang kemudian dilahirkan oleh bunda Maria Beliau mengambil kembali rupa manusia itu dan dilahirkan sebagai manusia sejati. Namun sesungguhnya Beliau berasal bukan dari dunia ini melainkan dari sorga. Saat Beliau bercakap dengan Nikodemus, seorang Farisi yang sengaja menjumpai Beliau, Beliau menyatakan bahwa Beliau turun dari sorga (Yoh 3:13).

Saat Tuhan Yesus mengajar sehari setelah mujijat pemberian makan kepada lebih dari 5000 orang (Yoh 6:10; Mat 14:21), Beliau menegaskan bahwa Beliau berasal dari sorga (Yoh 6:38). Penegasan Beliau itu didengar para pendengar-Nya saat itu. Tetapi saat itu mereka tidak bisa menerima-Nya sebab yang mereka ingat adalah kebumian Tuhan Yesus. Mereka kenal orang tua Tuhan Yesus (Yoh 6:42) adalah kemustahilan bagi mereka untuk meyakini bahwa Tuhan Yesus turun dari sorga (Yoh 6:43). Lain waktu kembali Tuhan Yesus menegaskan perbedaan diri-Nya dengan para pendengar-Nya. Beliau katakan bahwa para pendengar-Nya itu adalah manusia dari dunia ini, sedangkan Beliau bukan dari dunia ini (Yoh 8:23). Nyata mereka adalah manusia bumi sedangkan Tuhan Yesus adalah manusia sorga. Sayang hal kebumian Tuhan Yesus itu telah menghalangi banyak orang, termasuk pada masa kini untuk mempercayai Beliau sebagai Allah yang turun ke bumi. Akibatnya memang fatal. Sebab hanya yang menerima-Nya bahwa Beliau datang ke dunia yang dikaruniai kuasa jadi anak Allah (Yoh 1:12). Hanya yang percaya bahwa Beliau Anak Allah yang selamat (Yoh 3:16). (PurT)

No : 4. Edisi Minggu, 26 Januari 2020

Allah Menjadi Manusia (2)

... telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Filipi 2:7)

Lebih mudah membayangkan seekor monyet menjadi manusia dari pada Allah menjadi manusia. Barangkali itulah ungkapan yang memadai bagi penyanggah iman Kristen tentang inkarnasi Allah itu. Para pendukung teori evolusi yakin adanya proses evolusi dari sejenis monyet menjadi manusia; namun mereka terkendala sebab adanya the missing link, yaitu adanya mata rantai yang hilang dalam teori itu. Dengan mengabaikan the missing link itu mereka yakin bahwa manusia ini bernenekmoyangkan sejenis monyet. Ringkasnya monyet menjadi manusia. Namun Allah menjadi manusia? Suatu kemustahilan katanya. Adalah benar suatu kemustahilan dalam pertimbangan manusia namun bukankah bagi Allah tidak ada yang mustahil? Dalam rangka memberi nasihat kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus dengan bimbingan Roh Kudus menyatakan satu pemahaman teologis yang dalam yaitu teologi kenosis-mengosongkan). Tuhan Yesus yang dalam rupa Allah (morphe) yaitu keberadaan yang tetap tidak bisa berubah itu (Fil 2:6), mengosongkan diri- Nya menjadi manusia sejati (Fil 2:7). Keallahannya tetap, tidak berkurang saat Beliau mengosongkan Diri itu. Namun sebagian reputasi keallahannya yang ditinggalkan saat Beliau mengambil rupa manusia (schema). Misalnya Beliau tinggalkan kemuliaan saat praeexsistennya (Yoh 17:5) atau Beliau tidak mengetahui kapan Beliau akan datang kembali (Mat 24:36). Beliau juga saat dalam rupa manusia itu tidak mahahadir.

Tuhan Yesus adalah Allah sejati yang mengambil rupa manusia. Tentu saja suatu peristiwa kemustahilan, namun sekali lagi bagi Allah tidak ada yang mustahil. Inilah ruang untuk iman. Keallahannya tetap 100%, namun mengambil rupa manusia yang juga 100%. Hal inilah yang membuat Tuhan Yesus adalah pribadi 200%. Rasul Yohanes menulis secara apologetik untuk mengoreksi pemahaman gereja yang keliru tentang pribadi Yesus saat itu menjelaskan proses inkarnasi itu bahwa Firman (Logos) yang Allah itu menjadi manusia/berdaging (Yoh 1:14), Sedangkan para penulis Injil sinoptik terutama Matius, dan Lukas melukiskannya Tuhan Yesus diperkandung oleh perawan Maria, dilahirkan, diasuh orang tuanya dan tumbuh dewasa dan dikenal sebagai anak tukang kayu (Mat 13:55) juga sebagai tukang kayu (Mrk 6:3) sebelum melayani penuh sebagai seorang rabi. Dalam kondisi sebagai manusia, Beliau 100% merasa seperti manusia merasa. Misalnya Beliau merasa haus (Yoh 19:28), lapar (Mrk 11:12), tidur (Mat 8:24), sedih (Yoh 11:33), menangis (Yoh 11:35), bahkan menderita dan mati (Yoh 19). Tidak pelak lagi Tuhan Yesus adalah manusia sejati. Namun bukan manusia seperti kita, Beliau adalah Allah yang mengambil rupa manusia. Beliau adalah pribadi yang turun dari sorga (Yoh 6:41). Beliau tegaskan bahwa Beliau berasal dari atas (sorga) sedangkan para pendengarnya berasal dari bawah (bumi). (PurT)

No : 3. Edisi Minggu, 19 Januari 2020

Allah Menjadi Manusia (1)

Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita, (Yoh.1:14a)

Adalah kemustahilan Allah yang kekal, absolut dan transultural menjadi manusia yang tidak kekal, tidak absolut dan kultural. Begitulah ungkapan banyak pihak yang menolak berita Firman Tuhan tentang mujijat Natal itu. Bahkan banyak pula ungkapan yang bernada melecehkan. Namun Alkitab nyata memberi kesaksian tentang mujijat abadi ini. Bukankah malaikat Gabriel saat menemui perawan Maria menyatakan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1:37)? Allah yang absolut, transkultural itu bisa berkarya apa saja tanpa terhalangi oleh kemustahilan ataupun terhambat oleh budaya. Dengan bimbingan Roh Kudus, Rasul Yohanes menulis dengan jelas bahwa Tuhan Yesus yang disebutnya sebagai Firman, Anak Tunggal Allah (Yoh 1:1,14b, 18) itu menjadi manusia dan tinggal di antara manusia (Yoh 1:14a). Firman yang adalah Allah yang tidak terbatas bahkan yang melalui-Nya dunia ini diciptakan, juga pemilik hidup itu (Yoh 1:1-4), mengambil rupa manusia, menjadi berdaging. Inilah peristiwa inkarnasi itu. Firman yang dalam Bahasa aslinya disebut Logos, menjadi berdaging: Kai ho Logos sarx egeneto (Yoh 1:14a). Dengan mengambil rupa manusia, Logos itu menjadi terbatas, Kemahahadiran-Nya pun dilepaskan-Nya. Allah yang menciptakan segala yang ada yang kelihatan dan yang tidak kelihatan (Kol 1:16) datang ke bumi dan diam di antara manusia, menjadi serupa dengan ciptaan-Nya. Inilah tindakan pengosongan Diri (Fil 2:7). Wajar bila akal budi manusia tidak - sanggup untuk memahaminya, bahkan menolaknya. Karena kemampuan manusia itu terbatas, tidak absolut bahkan terikat oleh pengalaman kulturalnya.

Seorang perawan hamil pun tidak pernah terjadi dan tidak diulang, mujijat ini hanya sekali. Peristiwa kehamilan tanpa hubungan suami-istri adalah peristiwa kemustahilan juga. Pelakunya pun yaitu perawan Maria menyatakan “protes”-nya kepada malaikat Gabriel dengan menyatakan bahwa hal itu mustahil sebab ia belum bersuami (Luk 1:34). Kalau mujijat kehamilan perawan Maria ini bisa diimani, sebagai mujijat; harusnya kemustahilan Allah menjadi manusia pun harus diimani pula. Keduanya adalah ruang untuk iman. Bukankah Allah kerap melakukan kemustahilan-kemustahilan yang teramat sulit untuk dicerna akal manusia yang terbatas ini? Allah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Allah menciptakan perempuan pertama dari tulang rusuk pria (Kej 1 dan 2). Sarah yang berusia 89 tahun bisa hamil padahal beliau sudah mati haid (Kej 18:11) serta melahirkan saat berusia 90 tahun (Kej 21:2). Laut dibelah dan jadi kering untuk disebrangi bangsa Israel yang dipimpin Musa (Kel 14:15-31). Yerikho kota benteng yang kokoh bisa roboh tanpa disentuh dan bangsa Israel yang taati perintah Allah hanya mengelingingi kota berbenteng itu (Yos 6). Tidak cukup ruang untuk menderetkan lebih banyak lagi kemustahilan yang telah Allah lakukan. Inkarnasi adalah puncak dari kemustahilan itu. (PurT)

No : 2. Edisi Minggu, 12 Januari 2020

Kristus, Sang Terang

Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. (Yohanes 1:5).

Baru lima hari kita tinggalkan tahun 2019 yang penuh kenangan. Bagi sebagian orang tahun lalu adalah tahun yang mengesankan sehingga enggan untuk ditinggalkan. Namun bagi sebagian lainnya tahun lalu seakan tahun teror yang membuatnya sekarang lega karena sudah beranjak ke 2020. Bagaimanapun perasaan Anda di tahun 2019, sekarang Anda sudah berada di tahun 2020. Waktu berjalan terus, tidak peduli Anda siap atau tidak siap, Anda kini berjalan di bentang waktu 2020. Banyak prediksi yang menggentarkan untuk tahun 2020 ini. Bahkan ada yang sangat negatif misalnya ekonomi Indonesia akan kolaps di tahun 2020 ini, benarkah? Siapa yang tahu? Bagaimana sikap sebagai orang percaya? Berita Natal yang masih terngiang, kiranya menyemangati kita memasuki tahun 2020 ini. Bukankah Tuhan yang kita kenang kelahirannya sebagai manusia adalah Sang Imanuel, Allah yang menyertai kita? (Mat 1:23). Tentu masih ingat, Maria, dara Nazaret yang mengimani berita dari Malaikat Gabriel, bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1:37). Mujijat besar pun terjadi, seorang dara hamil yang Sembilan bulan kemudian melahirkan Sang Imanuel itu. Yusuf yang kebingungan, mendengar khabar bahwa tunangannya hamil; menjadi tenang setelah mengimani berita dari malaikat Tuhan tentang kehamilan yang mustahil itu. Mujijat demi mujijat disaksikan bahkan dialaminya dalam perjalanan iman selanjutnya. Berita yang dibawa para gembala tentang bayi yang dilahirkan istrinya dengan gelar yang menyiratkan status dan perannya yaitu: Juruselamat, Kristus dan Tuhan (Luk 2:11), tentu sangat menggentarkan hatinya. Tanda tanya besar penuhi pikirannya saat mendengar nubuat dari Simeon (Luk 2:29- 33). Tidak kurang kaget saat malaikat Tuhan menyuruhnya untuk mengungsikan bayi dan ibunya ke Mesir. Tentu Yusuf sangat bersyukur karena Allah sudah mengirimkan para majus yang memberi bekal untuk hidup di perantauan.

Penggalan-penggalan kisah Natal di atas memberi jaminan bahwa Allah menyertai orang percaya. Kemustahilan, kekagetan, kebingungan, perjalanan jauh yang beresiko, bahkan pengungsian dengan bayi kecil ke negara asing semuanya dapat dilewati karena Allah yang kasih yang menyertainya. Kalaupun tahun 2020 ini akan gelap segelap malam tanpa bulan dan bintang; segelap kota di malam tanpa penerang, Tuhan Yesus, Sang Terang akan menyertai perjalanan hidup kita di tahun ini. Kegelapan itu tidak bisa menguasai terang (Yoh 1:5). Langkah sudah diayun, perjalanan sudah dimulai, iman harus dimantapkan dan terus berjalan dengan semangat untuk setia sebagai saksi-Nya. Tuhan akan memberkati, tetapi Tuhan menghendaki kita jadi berkat pula bagi banyak orang. Tahun ini adalah tahun kesempatan bagi kita meneguhkan langkah untuk menjadi berkat. (PurT)

No : 1. Edisi Minggu, 5 Januari 2020

Para Gembala pencari Terang

“Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu ? Kami melihat terang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia”. (Matius 2:2)

Rombongan para majus harus menempuh perjalanan sangat jauh yang diperkirakan dari Babilonia ke Betlehem dengan menimbang perjalanan serupa dari rombongan bangsa Israel pada jaman Ezra membutuhkan waktu empat bulan (Ezra 7:9). Bisa jadi mereka sedikit lebih cepat dibanding rombongan Israel sekira 455 tahun sebelumnya. Perjalanan itu penuh resiko, berbahaya, bisa jadi mereka dicegat para perompak, atau tersesat. Biaya perjalanan pun sangatlah mahal. Namun kerinduan mereka untuk menjumpai Sang Terang (Yoh 1:4,5; 8:12) dan menyembah-Nya sedemikian kuatnya. Perjalanan jauh melelahkan, membosankan serta penuh resiko itu mereka arungi dengan semangat. Rupanya para majus ini adalah para cendikia dari Timur yang sangat mungkin mereka menyimak tentang nubuat Tuhan Yesus dari kitab Suci orang Yahudi yang tertinggal atau diberikan oleh kaum buangan Yahudi ke Babilonia, menyusul invasi Nebukadnezar mulai tahun 605 SK. Para majus ini meyakini bahwa Sang Raja itu sudah lahir karena mereka menyaksikan bintang-Nya dari Timur (Mat 2:2). Mengikuti keyakinan hatinya dengan petunjuk bintang-Nya rombongan besar ini tempuh perjalanan jauh dengan segala resiko. Nalar mereka membawanya ke istana Herodes, sebab calon raja, wajarnya lahir di istana raja. Namun para imam kepala dan ahli-ahli Taurat dengan mengingat nubuat nabi Mikha menunjuk ke Betlehem (Mat 2:6; band dg Mi 5:1). Di Betlehemlah segala kelelahan mereka terbayar, pencarian mereka berakhir. Mereka menjumpai Sang Terang itu. Saat itu keluarga Yusuf sudah menempati rumah yang sangat mungkin bersama keluarga besarnya keturunan Daud (Mat 2:11).

Kegigihan para majus untuk menjumpai dan menyembah Sang Terang seakan menggenapi perumpamaan Tuhan Yesus lebih 30 tahun kemudian. Saat itu Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang menemukan harta terpendam di sepetak ladang, menjual segala semua hartanya untuk membeli ladang itu. Juga seperti seorang pedagang yang jual semua miliknya untuk membeli mutiara yang teramat indah (Mat 13:44-46). Bagi para majus pengalaman perjumpaan dengan Sang Terang adalah pengalaman yang sangat bernilai, tidak terbandingkan dengan apapun. Maka perjalanan beresiko pun mereka tempuh. Rasa syukur saat mereka menjumpai Sang Terang, mereka sempurnakan dengan memberikan persembahan berupa emas, kemenyan dan mur (Mat 2:11). Tentu saja persembahan para majus ini sangat berarti bagi keluarga Yusuf sebagai bekal mereka saat harus mengungsi ke Mesir akibat ancaman Herodes (Mat 2:13-15). Kalau Tuhan Yesus adalah pribadi teragung dalam hidup seseorang; orang itu tidak akan menukarnya dengan apapun atau keyakinan manapun. Orang itu akan setia sekalipun harus menanggung perlakuan intoleran, putus pacar, bahkan aniaya. Anda pun demikian, bukan? (PurT)

No : 52. Edisi Minggu, 29 Desember 2019

Para Gembala, Penyaksi Awal

Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka (Lukas 2:20)

Jaman now dengan teknologi komunikasi yang canggih banyak orang bisa menyaksikan peristiwa luar biasa secara langsung sekalipun jaraknya ribuan kilo meter dari tempat kejadian perkara. Hal itu berbeda dengan jaman old. Pada jaman old itu satu peristiwa sekalipun besar, bisa jadi baru didengar beberapa minggu bahkan bulan setelahnya oleh orang-orang yang tinggal jauh dari tempat kejadian perkara. Kelahiran Tuhan Yesus jelas satu peristiwa teramat besar. Sebab seorang perawan yang alami mujijat kehamilan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak pernah diulang, melahirkan bayinya di tempat yang sangat sederhana: Kandang ternak. Bayi itu dibaringkannya di dalam palungan yang biasanya untuk pakan bagi ternak. Siapa yang menjadi penyaksi awal peristiwa besar ini? Tuhan memberi kehormatan kepada para gembala. Malam itu saat para gembala dengan ternak gembalaannya dikejutkan oleh kehadiran malaikat Tuhan. Mereka pun ketakutan, namun malaikat Tuhan menenangkannya: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku membaritakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud (Luk 2:8-11). Tandanya pun malaikat Tuhan beritahukan: “…Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” (Luk 2:12).

Pemberitahuan itu dilengkapi pula dengan kehadiran bala tentara sorga yang memuji Allah. Sungguh malam itu menjadi malam yang luar biasa bagi para gembala itu. Suatu konser pujian illahi yang hebat berlangsung di padang penggembalaan Efrata. Suatu kehormatan besar bagi para gembala itu. Mereka tidak berlama-lama, langsung menuju Betlehem disana mereka menyaksikan Bayi Agung terbungkus lampin terbaring dalam palungan (Luk 2:16). Mereka pun menceritakan pemberitaan malaikat Tuhan tentang sang Bayi Agung itu. Malaikat Tuhan menyampaikan tiga gelar bagi Bayi Agung itu: Juruselamat, Kristus, dan Tuhan (Luk 2:11). Ketiga gelar itu menyiratkan status dan peran-Nya yang istimewa dari Sang Bayi Agung itu Allah memberi kehormatan kepada para gembala; bukankah Abraham dan Daud, nenek moyang Kristus juga gembala? Rupanya para gembala Efrata itu adalah gembala domba khusus untuk korban di bait Allah. Mereka inilah yang dijadikan saksi awal dari peristiwa agung, lawatan Tuhan kepada umat manusia; suatu penggenapan janji yang sudah ribuan tahun dinanti. Mereka memuji dan memuliakan Tuhan atas peristiwa yang disaksikannya itu. Sekarang saat hati Anda sudah didiami Roh Kristus, Anda juga saksi kisah lawatan Tuhan ini. Mari beritakan Sang Juruselamat, Kristus, Tuhan dunia ini. Masih teramat banyak orang yang belum mengenal-Nya. (PurT)

No : 51. Edisi Minggu, 22 Desember 2019

Yusuf, Hamba Yang Kosongkan Diri

Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya (Matius 1:24)

Apa yang akan Anda lakukan bila mendapati calon istri Anda hamil? Orang yang hidup di jaman now pun bingung. Yusuf yang hidup di jaman old tidak kurang pula bingungnya. Sebagai orang saleh,Yusuf tidak mau mencemarkan Maria, beliau berencana untuk meninggalkan Maria dengan senyap (Mat 1:19). Namun malaikat Tuhan datang dalam mimpinya yang menjelaskan bahwa kehamilan Maria itu karena Roh Kudus. Malaikat Tuhan itu meneguhkannya pula dengan mengutip nubuat yang disampaikan oleh nabi Yesaya sekitar 740 SK (Mat 1:20-23). Sebagai seorang yang berhati mulia, Yusuf pun taati penyataan malaikat Tuhan itu. Tanpa ragu, beliau rela tanggung resiko. Bisa saja mereka dituduh sudah berjinah sebelum nikah resmi. Sebagai seorang perjaka tentu saja miliki cita dan harapan sendiri saat menikah dengan tunangannya itu. Tapi sekarang ia harus tunduk kepada rancangan Allah. Namun beliau rela, Inilah pengosongan diri yang pertama. Pengosongan diri yang kedua, beliau rela bertarak dengan tidak melakukan hubungan suami-istri sampai Maria melahirkan putranya yang diperkandung karena rancangan Allah demi keselamatan bagi umat manusia itu (Mat 1:25).

Kesetiaan Yusuf untuk ambil bagian dalam misi Tuhan pun nyata dalam riwayat selanjutnya. Beliau membawa istrinya yang sedang hamil itu ke Betlehem, kota asal leluhur mereka untuk urusan sensus kependudukan (Luk 2:1-4). Perjalanan itu harus ditempuh sekitar seminggu jalan kaki suatu perjalanan berat terutama untuk Maria yang memasuki usia kandungan tua. Setelah persalinan, bersama Maria menjalani ritual keagamaan sebagai wujud ketaatan kepada Taurat Tuhan. Penyunatan Putra sulung Maria ini pada usia delapan hari dan pemberian nama sesuai petunjuk malaikat Gabriel (Luk 2:21), pentahiran, 40 hari setelah Maria melahirkan (Luk 2:22-25). Nyata bahwa mereka terbilang orang yang kurang mampu, sebab korban pertahirannya pun hanya sepasang burung tekukur. Yusup pun harus mengungsikan Maria dan putranya itu ke Mesir untuk menghindarinya dari amuk Herodes, raja yang gila kuasa itu (Mat 2:13). Syukur mereka sudah dibekali oleh para majus untuk hidup di perantauan Mesir. Setelah Herodes meninggal baru mereka kembali, namun mereka langsung ke Nazaret (Mat 2:19-23). Yusuf, tukang kayu dari Nazareth ini (Mat 13:55), membesarkan Tuhan Yesus dalam hidup keagamaan yang baik (Luk 2:41,42) sehingga menjadi putra yang kasihi Allah dan sesama manusia (Luk 2:51,52). Beliau pun mengajari putranya untuk juga menjadi tukang kayu. Sehingga Tuhan Yesus pun dikenal sebagai tukang kayu (Mrk 6:3). Yusuf telah mengajari anak-anaknya tentang hidup. Nyata, Yusuf adalah seorang hamba yang mengosongkan diri dan memberi diri untuk menopang misi Allah. Lindungi, asuh dan bekali putranya dengan baik. Sepatutnya sikap hidup Yusuf sebagai ayah ini diteladani. (PurT)

No : 50. Edisi Minggu, 15 Desember 2019

Maria, Hamba Yang Berserah

“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan ; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. (Lukas 1:38)

Jaman sekarang yang lebih dihargai adalah kepandaian. Kepandaian seakan lebih penting dibanding iman, kesalehan dan kepedulian kepada sesama. Namun bila orang pandai melakukan tindak kejahatan, ia pun lebih pandai membuat alibi dan lebih sulit dibongkar. Tetapi Allah lebih memilih orang saleh. Maria, bunda Tuhan Yesus adalah seorang wanita yang saleh. Beliau adalah penggenapan dari janji taman Eden, putra perempuan ini yang akan meremukkan kepala Iblis (Kej 3:15). Beliaulah yang dinubuatkan nabi Yesaya, perempuan muda yang mengandung dan melahirkan putra laki-laki yang bergelar Imanuel (Yes 7:14). Dara dari Nazaret ini seorang saleh. Nazaret sebagai kota asalnya tidak disebut dalam Perjanjian Lama, kota ini terpencil di selatan wilayah Zebulon. Orang Nazaret pun dipandang rendah karena dianggap orang udik. Calon murid Tuhan pun berujar, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46). Namun Maria tampil sebagai orang saleh yang dipilih Allah untuk memperkandung, Kristus putra Allah. Malaikat Gabriel diutus-Nya untuk menjumpai dara Nazaret yang saleh ini (Luk 1:26-27). Maria mendapat kasih karunia Allah untuk mengandung putra laki-laki yang akan disebut Anak Allah (Luk 1:30-32). Tentu saja beliau terkejut dan mempertanyakan kemustahilan itu, sebab beliau belum bersuami dan seorang yang menjaga kesalehan keperawanannya (Luk 1:34). Malaikat Gabriel memberi penjelasan lebih jauh, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah….” (Luk 1:35). Malaikat Gabriel menutup dengan ungkapan agung: “… Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (Luk 1:37). Sang dara saleh ini pun berserah diri kepada rancangan Allah itu, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38).

Inilah sikap iman dara Nazaret itu. Beliau tidak paham dan menurut nalarnya hal itu mustahil, namun sebagai hamba Tuhan beliau berserah kepada Allahnya. Imannya mendorongnya untuk yakin bahwa kemustahilan itu bisa mewujud. Saat Tuhan Yesus berusia 40 hari dan dibawa ke Bait Allah untuk jalani ritual pentahiran, Simeon seorang saleh menyambut dan menatang Tuhan Yesus (Luk 2:22-28). Beliau pun bernubuat untuk bunda Maria, “… -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri— (Luk 2: 35). Bunda Maria belumlah paham saat itu, bahwa beliau akan kehilangan putranya itu yang mati tersalib yang seakan pedang itu menmbus jiwanya sendiri. Sekalipun banyak hal yang belum pahaminya beliau menyimpannya dalam hatinya, beliau mengimaninya (Luk 2:51). Perjalanan hidup yang berat itu beliau jalani dengan setia. Setia dan berserah hingga akhir. Beliau dengan tegar berada di bawah salib putranya itu (Yoh 19:25), dan bersama para rasul menanti turunnya Roh Kudus. Nyata beliau seorang saleh yang berserah. (PurT)

No : 49. Edisi Minggu, 8 Desember 2019

Kasih Hakikat Allah

Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:16B)

Desember datang, Natal dijelang. Gedung gereja bersolek, malam pun benderang. Natal, Tuhan Yesus telah datang melawat umat manusia. Mengapa Tuhan datang memasuki dunia yang gelap ini? Adalah kenyataan bahwa hakikat Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8,16b). Karenanya Allah harus mengasihi, Allah tidak bisa tidak harus mengasihi. Kalau Allah berhenti mengasihi, Allah pun berhenti sebagai Allah. Adalah kesaksian Alkitab pula bahwa nenek moyang manusia telah jatuh ke dalam dosa dan semua keturunannya menyandang dosa turunan. Keberdosaan menjadi hakikat manusia. Manusia mau tidak mau hidup dalam dosa. Sekalipun manusia terus menjauh dari Allah, Allah tidak bisa menyangkali Dirinya yaitu kasih. Sesuai dengan janji- Nya, Allah mengutus putra-Nya: Yesus Kristus untuk menyatakan kasih-Nya (Yoh 3:16). Inilah tindakan puncak penyataan kasih Allah kepada umat manusia yaitu sebagai penggenapan dari janji Allah yang disampaikan di taman Eden (Kej 3:15). Inilah penggenapan yang disampaikan kepada Abram bahwa melalui keturunannya semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat (Kej 12:3). Rasul Paulus menyatakan bahwa penggenapan janji kepada Abram itu adalah Kristus (Gal 3:16). Yesaya telah pula bernubuat yang penggenapan utamanya digenapi sekitar 740 tahun kemudian yaitu Tuhan Yesus lahir dari seorang perawan, Maria dan digelari: Imanuel (Yes 7:14; Mat 1:23). Allah telah menyatakan kasih-Nya dengan melawat manusia yang hidup dalam dosa sebagai Sang Terang (Yoh 1: 9). Inilah peristiwa intervensi Allah yang terutama, yaitu intervensi untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Suatu intervensi untuk menyatakan hakikat-Nya dengan nyata yaitu Kasih. Rasul Yohanes menyebutnya,”Karena dari kepenuhan- Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia; sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.” (Yoh 1:17).

Peristiwa lawatan Tuhan kepada umat manusia ini, yang kini kita kenang sebagai peristiwa Natal, jiwanya harus tetap terjaga. Jiwa Natal itu tidak lain adalah penyataan kasih Allah. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barang siapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; (Yoh 3:17, 18a). Setiap tahun saat Gereja merayakan Natal, Gereja diingatkan akan tanggung jawabnya yaitu menghadirkan diri sebagai umat tebusan-Nya dan memproklamasikan kasih Allah yaitu menawarkan keselamatan kepada semua kaum. Saat ini orang yang terhisab sebagai orang Kristen dari segala golongan di bumi ini hanyalah 33% dari total penduduk bumi ini. Adalah tantangan bagi Gereja untuk memberitakan kesukaan besar untuk segala bangsa (Luk 2:10). Masih 67% dari penduduk dunia yang perlu mendengar atau mendengar ulang berita kesukaan besar ini. Banyak penghuni bumi ini yang belum mengenal bahwa Allah itu kasih, dan Natal adalah penyataan kasih-Nya. (PurT)

No : 48. Edisi Minggu, 1 Desember 2019

Kasihi Warga Senegara

“… kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Lukas 10:27b)

Suatu hari seorang ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus, ia bertanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Luk 10:25). Tuhan Yesus balik bertanya: “Apa yang tertulis dalam dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” (Luk 10:26). Sebagai seorang ahli Taurat dengan tanpa ragu ia mengutip dua bagian dari hukum Taurat itu, yang kemudian dikenal sebagai hukum utama (Ul 6:5; Im 19:18). Tuhan Yesus memuji ahli Taurat itu dan menantangnya untuk berbuat sebagaimana yang tertulis. Sebagai orang percaya kepada Tuhan Yesus kita pun ditantang untuk menghayati hukum Taurat itu (Luk 10:28). Namun ahli Taurat itu belum puas, ia bertanya lagi: “…siapakah sesamaku manusia?” (Luk 10:29). Tuhan Yesus kemudian menceritakan tentang seorang Yahudi yang jadi korban begal dalam perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho. Baik seorang imam maupun seorang Lewi yang sebangsa dengan korban tidak menolong. Namun justru yang sigap menolongnya adalah seorang Samaria yang oleh orang Yahudi dianggap sebagai orang asing dan antara keduanya ada sentimen kebangsaan yang kental (Luk 17: 18; Yoh 4:9). Ahli Taurat itu seakan kena tampar karena Tuhan Yesus menantangnya untuk berhati besar, tidak picik. Sesama manusia itu bukan hanya karena sesuku, atau segolongan. Justru contoh yang sensitif yang Tuhan Yesus angkat yaitu seorang Samaria yang dinilai sebagai orang asing tapi sigap menolong korban begal itu (Luk 10:33-35).

Dalam konteks kita kini, siapakah sesama manusia itu? Indonesia adalah negara teramat besar dengan lebih dari 700 suku dan kelompok etnik. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus kita ditantang untuk mengasihi warga senegara ini. Inilah implikasi dari penegasan Tuhan Yesus atas hukum Taurat, yaitu mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri (Mat 22:39). Semua yang tergolong manusia adalah sesama kita. Bagaimana bila tidak seiman? Orang Yahudi dengan orang Samaria pun tidak seiman. Ajaran Tuhan Yesus memang radikal; jangankan dengan yang tidak seiman kepada mereka yang memusuhi pun Tuhan Yesus tetap mengajarkan untuk mengasihi mereka (Mat 5:44). Inilah kedahsyatan ajaran kasih Tuhan Yesus, kasihnya melanda semua orang. Suatu kasih yang lintas suku, lintas etnik, lintas iman, bahkan membarui hati yang keras oleh permusuhan. Kenapa judul renungan kita adalah Kasihi Warga Senegara? Apakah hal itu tidak menciutkan lingkup ajaran Tuhan Yesus? Kalau kita mampu memeragakan kasih kepada warga senegara yang begitu beragam, maka hati kita sudah dibiasakan untuk mengasihi siapa pun di dunia ini. Bila dikaitkan dengan Amanat Agung, mengasihi sesama manusia artinya berharap semua orang nikmati keselamatan dalam Kristus (KPR 4:12). Kasih yang sejati bukan sekedar rukun melainkan rindukan sesama nikmati keselamatan. Bukankah Injil itu untuk segala bangsa (Luk 24:47)? (PurT)

No : 47. Edisi Minggu, 24 November 2019

Kasih kepada Bangsa dan Negara

Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya (Roma 13:3)

Padamu negeri kami berjanji. Padamu negeri kami berbakti. Padamu negeri kami mengabdi. Bagimu negeri jiwa raga kami. Lagu karangan Kusbini ini menjadi lagu nasional yang kerap dinyanyikan sebagai ikrar dalam gelar acara perayaan nasional. Tentu saja pengarangnya berharap lagu ini memotivasi penyanyinya untuk mengasihi bangsa dan negaranya. Adalah baik di bulan November ini kita merenung tentang kasih kepada bangsa dan negara. Apa kata Alkitab tentang kasih kepada bangsa dan negara ini? Alkitab menulis bahwa pemerintah sebagai representasi dari negara ini adalah hamba Allah yang ditetapkan untuk menjalankan kewenangannya (Rom 13:1). Mereka adalah juga para pelayan Allah (Rom 13:6). Salah satu tanggung jawab pemerintah adalah menegakkan hukum dan keadilan dalam masyarakat (Rom 13:4). Sebagai hamba Allah tentu saja pemerintah harus mempertanggungjawabkan segala tindakan dan kebijakannya. Bila tidak lagi setia kepada Allah yang menetapkannya, Allah bisa menggantinya. Kita sebagai warga negara sebagai wujud mengasihi bangsa dan negara ini, diminta untuk menaati pemerintah, untuk bersikap sebagai warga negara yang baik dengan melakukan segala yang baik. Sekalipun pemerintah menyandang pedang, sebagai warga negara yang baik yang melakukan perbuatan yang baik tidaklah perlu takut kepada pemerintah. Hanya warga negara yang melakukan perbuatan jahat yang takut kepada pemerintah (Rom 13:3).

Warga negara yang baik harus juga membayar pajak (Rom 13:6). Para pelayan Allah itulah yang akan mengelola pajak itu untuk kelangsungan dan kesejahteraan masyarakatnya. Pada saat Rasul Paulus menulis surat Roma ini di wilayah kekaisaran Roma itu ada dua macam pungutan: (1) Feros (pajak) yaitu bagi yang bukan warga negara Roma. Sedangkan (2) Telos (cukai) yaitu bagi warga negara maupun bukan warga negara yang menetap di wilayah kekaisaran Romawi (Rom 13:7). Kita bersyukur bahwa pemilu sudah berlalu. Presiden dan wakilnya sudah dilantik, bahkan kabinet yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju sudah juga terbentuk. Beberapa dari angora kabinet itu adalah anak-anak Tuhan dari beragam denominasi gereja. Seirama dengan Firman Tuhan di atas kita dukung pemerintah yang telah terbentuk ini. Kita doakan saudara kita yang dipercaya untuk turut mengelola negara, agar mereka juga bukan sekedar menjadi abdi negara melainkan menjadi abdi Tuhan yang baik. Kiranya mereka mampu menerapkan prinsip kepemimpinan hamba (Mat 20:26- 28). Adalah kenyataan pemerintah, terutama para pemimpin Kristen adalah hamba Allah dan hamba masyarakat. Kiranya andil mereka mendatangkan kemuliaan bagi Nama Tuhan. (PurT)

No : 46. Edisi Minggu, 17 November 2019

Hargai Kasih Para Pahlawan

Orang yang sabar melebihi pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota (Amsal 6:32)

Hari ini adalah hari Pahlawan; hari ini kita mengingat peristiwa heroik, saat para pejuang yang mencintai bangsa dan negara yang baru berumur kurang dari tiga bulan itu harus mempertahankannya mati-matian. Pertempuran yang berat itu, walaupun secara militer kalah namun secara politik dan psikologis pihak Indonesia menang. Setelah peristiwa itu dukungan dunia international terhadap kemerdekaan Indonesia semakin kuat. Bahkan kemudian hari pemerintah Inggris pun mendukung kemerdekaan Indonesia. Para pahlawan yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI itu didasari kasihnya kepada bangsa dan negara. Sebagian dari mereka telah gugur di medan laga itu. Namun andil mereka kini dikenang dan 10 Nopember diingat sebagai Hari Pahlawan. Kita patut menghargai jasa para pahlawan itu. Kita menghargai kasih para pahlawan kepada negara ini dengan turut berjuang membangun negara ini; berarya bagi bangsa dan negara yang sedang membangun ini. Pemerintah yang baru terbentuk menyebut kabinetnya dengan nama Kabinet Indonesia Maju. Indonesia berjuang untuk meraih kemajuan dan kemakmuran bagi rakyatnya dan berupaya agar pada tahun 2045 Indonesia menjadi salah satu negara termaju. Paling tidak kita harus menjadi warga negara yang baik. Warga negara yang memberi andil dalam memajukan bangsa dan negara ini. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, yaitu orang-orang yang sudah dibarui oleh Kristus, mari kita hadirkan kesaksian hidup yang memuliakan Tuhan dan menjadi berkati bagi banyak orang.

Hari ini pun kita bisa menjadi pahlawan, bahkan melebihi pahlawan. Firman Tuhan mengingatkan bahwa orang yang sabar melebihi seorang pahlawan (Ams 16:32a). Orang sabar adalah orang yang tidak cepat marah, tidak cepat tersinggung. Orang sabar hidupnya lebih tenang dan bisa membawa kedamaian bagi lingkungannya. Orang sabar akan menilai ejekan kepadanya sebagai alat untuk meningkatkan mutu hidupnya. Sedangkan sindiran adalah pendorong baginya untuk terus maju. Sikap permusuhan akan dijadikan arena untuk mengasihi pihak yang memusuhinya itu. Pola hidup seperti itu adalah pola hidup yang dianjurkan Tuhan Yesus (Mat 5:44). Dulu para pahlawan yang berjuang di Surabaya berjuang dengan senjata api. Kini kita berjuang dengan hati kita. Kobaran api pertempuran berdampak pada kerusakan, sedangkan hati yang lembut dan sabar bisa menghadirkan kesejukan dan kedamaian. Para penakluk kota adalah para pejuang yang hebat, namun mereka yang menguasai diri melebihi para perebut kota itu (Ams 16:32b). Adalah benar bahwa musuh terbesar manusia yaitu dirinya sendiri. Kalau diri sendiri bisa didisiplin, hidup kita pun jadi berkat. Mari jadilah orang yang lebih dari pahlawan. Tuhan kiranya dimuliakan. (PurT)

No : 45. Edisi Minggu, 10 November 2019

Kasih Yang Diwariskan

Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya (Amsal 13:22a)

Satu hari seorang pengusaha yang bidang usahanya berkembang dengan baik menanyakan pendapat saya hal mewariskan harta bendanya kepada anak- anaknya. Ia bertanya apakah layak anak- anaknya mendapatkan semua hartanya sebagai warisan darinya? Mungkin ia menimbang bahwa ia yang kerja keras, sedangkan anak-anaknya belum mengerjakan apapun masa bisa memperoleh semua. Bagi orang kaya hal mewariskan harta kepada anak-anak mereka sebagai bekal untuk kehidupan anak-anak selanjutnya bukanlah masalah. Namun bagaimana dengan mereka yang tidak berharta? Hal yang bisa diwariskan bukan sekedar harta. Firman Tuhan menegaskan bahwa orang baik meninggalkan warisan bagi anak, cucunya (Ams 13:22a). Tanggung jawab akhir Musa di dunia ini adalah membekali generasi baru yang akan memasuki tanah perjanjian. Generasi lama yaitu semua orang dewasa yang keluar dari Mesir karena ketidakberimanan mereka kepada Allah, telah habis dan kuburnya bertebaran di padang gurun Sinai. Justru generasi barulah yaitu mereka yang saat keluar dari mesir belum dewasa dan anak-anak yang dilahirkan di pengembaraan Sinai yang diijinkan masuk ke tanah perjanjian itu. Bangsa ini alami penundaan 40 tahun untuk memasuki tanah perjanjian itu (Bil 14). Musa meriwayatkan ulang peristiwa- peristiwa yang dialami generasi lama sebagai warisan pengalaman bagi generasi baru, serta mengingatkan generasi baru ini untuk taat kepada Allah dan memberi petunjuk- petunjuk untuk kehidupan di tanah perjanjian. Hanya dua orang dari generasi lama karena menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan sepanjang hidupnya yang diijinkan memasuki tanah perjanjian yaitu Kaleb dan Yosua (Bil 14:30).

Satu hal penting yang diingatkan Musa kepada generasi baru ini adalah untuk mengasihi Tuhan, Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap kekuatan (Ul 6:4). Kasih kepada Tuhan secara kesegenapan hidup inilah yang harus dipelihara dan diajarkan kepada anak-anak mereka. Dengan kata lain kasih kepada Allah, yaitu mengutamakan Allah di atas segala-gala inilah yang harus diwariskan kepada generasi berikutnya, yaitu kepada anak, cucu generasi baru ini (Ul 6: 6-9). Pewarisan kasih ini harusnya berjalan terus dari generasi ke generasi. Namun sejarah Israel sempat alami keadaan yang tragis. Tuhan yang kasih itu terpaksa harus menghukum mereka dengan membuangnya ke Babil. Tujuh puluh tahun mereka terbuang sebagai orang buangan di Babil. Hal itu karena generasi yang kemudian itu tidak lagi menempatkan Tuhan di atas segala- galanya. Peristiwa yang dialami Israel itu dijadikan cermin untuk orang beriman sejamannya oleh Rasul Paulus bahkan untuk semua orang yang hidup di jaman akhir ini (1 Kor 10:11). Bisa saja Anda merasa tidak memiliki harta untuk diwariskan kepada anak-cucu Anda. Kasihilah Tuhan dengan kesegenapan hidup Anda, dan wariskanlah sikap itu kepada anak, cucu Anda. (PurT)

No : 44. Edisi Minggu, 3 November 2019

Kasih Penyatu Keluarga

Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini : Supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi (Efesus 6:2,3)

Ada ungkapan untuk keluarga yang putra-putrinya sudah berumah tangga sendiri-sendiri yaitu “The empty nest”, “sarang sudah kosong”. Sepasang suami istri membangun keluarganya, dan Tuhan memberkati mereka dengan putra-putri. Keluarga pun menjadi lebih ramai, lebih ceria dan hangat. Tetapi saat putra- putrinya mendapat pasangan dan membangun keluarga masing-masing, rumah kembali sepi, kembali berdua seperti saat awal. Kamar-putra-putrinya sudah kosong. Usia pun sudah menuju senja. Terasa sepi. Namun bila kasih dalam keluarga inti dipelihara, diajarkan serta diperagakan. Putra-putrinya sekalipun sudah membangun keluarga mereka masing- masing, kasih tetap menyatukan mereka. Sekalipun mereka tidak serumah lagi, kasih tetap membuat mereka seakan tidak terpisahkan oleh jarak. Saling kunjung, saling kontak terjaga dengan sukacita. Inilah keterpisahan yang positif. Orang tua harus positif mendukung putra-putrinya membangun keluarganya masing-masing agar mereka leluasa membangun keluarganya itu. Adalah tidak sehat bila keluarga putra-putrinya tetap tinggal di rumah “besar” orang tuanya. Alkitab pun menegaskan bahwa laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging (Mat 19:5). Orang tua jangan korbankan putra- putrinya demi dirinya yang tidak siap hidup dengan sarang yang kosong.

Demikian juga putra-putrinya harus berani membangun keluarga sendiri lepas dari orang tua mereka. Inilah pintu gerbang kedewasaan, memulai langkah baru membangun keluarga sendiri yang tidak bergantung kepada orang tuanya. Hal perintah Tuhan (Efs 6:2) untuk menghormati ayah dan ibu, tentu harus tetap dijalankan. Bahkan diajarkan kepada anak-anak mereka kelak. Hal menghormati orang tua dengan kasih tidaklah berarti harus terus tinggal bersama orang tua. Mengunjungi orang tua secara berkala adalah salah satu wujud mengasihi orang tua. Saling kunjung dengan keluarga adik-kakak adalah wujud saling mengasihi pula di antara saudara sekandung. Kumpul keluarga saat Natal/tahun baru atau ulang tahun orang tua adalah wujud lain dari saling mengasihi. Meminta nasihat, dukungan doa kepada orang tua adalah salah satu wujud penghormatan kepada orang tua. Tidak serumah lagi adalah satu kenyataan. Tapi kasih yang terpelihara, serta rasa hormat yang dijaga akan tetap menyatukan keluarga dalam ikatan yang indah. Bahkan keterpisahan dalam keluarga masing-masing sering menjadi kesempatan yang lebih sehat dalam menjaga kasih persaudaraan dibanding tetap serumah dalam rumah “besar” yang bisa jadi besar pula masalahnya. Rasa hormat kepada orang tua harus dijaga kalau tidak berkat kebahagiaan dan umur panjang (Efs 6:3) bisa-bisa tidak hadir dalam hidup ini. (PurT)

No : 43. Edisi Minggu, 27 Oktober 2019

Kasih Pengikat Keluarga

Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu (Ulangan 6:4)

Keluarga adalah unit terkecil dalam suatu komunitas, termasuk komunitas Gereja. Sedangkan Gereja adalah Tubuh Kristus (1 Kor 12:12) yang di dalamnya kasih sebagai energi yang membangun kesatuan tubuh itu (Efs 4:15,16). Tuhan Yesus menegaskan bahwa kasih kepada TUHAN, Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi itu sebagai hukum yang terutama (Mat 22:37). Dalam konteks Hellenistik, Tuhan Yesus menambahkan unsur akal budi. Namun baik dalam Kitab Ulangan maupun Injil yang dimaksud adalah mengasihi Tuhan Allah dengan segala keberadaan atau totalitas diri kita seutuhnya. Nah kalau kasih kepada Tuhan ini diajarkan oleh orang tua kepada anak- anaknya sebagaimana diperintahkan Allah melalui Musa kepada segenap Israel yang akan memasuki negeri perjanjian, dan diperagakan dalam hidup mereka, maka kesinabungan keberimanan kepada Allah akan terjaga. Bahkan berkat Tuhan akan mereka nikmati. (Ul 6:1-9). Satuan keluarga terkecil dimulai dengan pernikahan seorang pria dengan seorang perempuan. Dua pribadi itu menjadi satu daging. Inilah prinsip dua menjadi satu yang Allah tetapkan di Taman Eden (Kej 2:24). Prinsip ini yang kemudian diteguhkan ulang oleh Tuhan Yesus (Mat 19:5). Kedua orang yang seiman mengikat dalam satu janji nikah dan yang hidup mengutamakan Tuhan Allahnya akan menjadi berkat bagi putra-putri yang akan dilahirkan dalam keluarga ini. Karena dengan kesadaran dan kesetiaan kepada Tuhan, Allah mereka, mereka mengajarkannya kasih kepada Tuhan, Allahnya itu kepada putra-putri mereka, kasih itu akan mengikat keluarganya dalam kesatuan yang kokoh.

Orang tua yang setia kepada Tuhan dan yang mengajari anak-anak mereka untuk beriman kepada Tuhan, Allahnya dalam Kristus dengan kasih dan yang disertai peragaan kasih, keluarga itu akan mewujud menjadi kesatuan yang memuliakan Tuhan dan jadi berkat bagi komunitas besarnya. Bina iman adalah tanggung jawab utama dari orang tua. Kalau orang tua menjalankan perannya dengan baik, orang tualah yang membawa anak-anak mereka untuk mengenal Tuhannya secara pribadi. Guru Sekolah Minggu adalah peran penambah, bukan peran utama dalam bina iman keluarga. Kebanggaan akan keberimanan kepada Kristus dipupuk dalam keluarga dengan motivasi kasih, bukan torati. Bila kebanggaan akan Kristus terbina dengan baik, maka anak-anak saat bergaul dalam komunitas besarnya yang pluralis, akan tetap memelihara imannya kepada Kristus. Itu pula nada dasar Ulangan pasal 6, agar generasi baru yang akan memasuki negara perjanjian itu, nantinya tidak terpengaruh oleh keyakinan lain dari para tetangga mereka. Harap kita tidak mendengar anak kita yang tinggalkan iman karena nikah, atau sebab lain. Tuguhlah dalam Kristus. (PurT)

No : 42. Edisi Minggu, 20 Oktober 2019

Kasih dalam Keluarga

Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya (Efesus 5:25)

Dalam Bahasa Yunani ada empat kata yang dipakai untuk menyatakan relasi antar pribadi. Keempat kata dalam Bahasa Yunani tersebut adalah (1). Eros, kasih asmara seorang pria kepada seorang wanita dan sebaliknya. (2). Storge, kasih antara orang tua terhadap anaknya dan sebaliknya. (3). Fileo, kasih persaudaraan antar sesama manusia. (4). Agape, kasih penghargaan yang dicontohkan Allah mengasihi manusia sekalipun manusia berdosa. Nah, kasih dalam keluarga itu yang bagaimana? Satu keluarga baru terbentuk diawali oleh dua orang pribadi yang saling jatuh cinta. Mereka bisa berlatar belakang sangat berbeda, walau umum juga perasaan cinta ini dialami dua pribadi yang berasal dari kampung yang sama. Hal inilah yang diseut eros. Eros ini bersifat hangat menggerakkan emosi orang yang diterpanya. Bisa jadi dua pribadi yang terlanda eros ini sepakat untuk melanjutkan hubungan keduanya dengan pernikahan. Namun sayangnya eros ini kerap meredup bahkan hilang. Bisa jadi pernikahan itu pun menjadi bubar. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus di antaranya menulis tentang relasi suami-istri itu. Namun yang menarik ayat yang dikutip di atas yang berupa dorongan agar suami mengasihi istrinya itu, kata kasih itu bukan berasal dari kata eros, melainkan dari kata agapate, yang berakar pada kata agape, bentuk kasih penghargaan (Efs 5:25).

Eros bisa memudar bahkan hilang. Karenanya keluarga yang bisa jadi pada mulanya dibentuk hanya oleh eros itu harus disempurnakan dengan agape yang sifatnya dingin, tidak hangat seperti halnya eros. Agape itu bukan digerakkan oleh emosi melainkan oleh pertimbangan dan keputusan. Eros saat cakep bertemu dengan cantik, saat tubuh masih genteng dan langsing; saat sehat dan kuat, saat impian melambung tinggi (walau ada juga yang tidak seperti ini). Tetapi agape mengikat kedua pribadi itu sekalipun sudah keriput, bahkan cacat. Saat impian ambruk ke bumi bahkan kekayaan hilang, agape masih bisa hadir. Karena dengan pertimbangan yang tidak emosional memutuskan bahwa bagaimanapun keadaannya, saya harus agape kepadanya, karena ia istri/suami saya. Bahkan dorongan dalam Efesus 5:25 di atas menyejajarkannya dengan kasih Kristus kepada jemaat-Nya. Kristus sendiri menyatakan kasihnya kepada jemaatnya itu begitu tuntas sehingga rela berkorban, teraniaya, bahkan mati demi keselamatan jemaat-nya. Suatu kasih yang sempurna, sekalipun orang yang dikasihinya itu mulanya tidak peduli, bahkan menista atau memusuhi-Nya. Suami diminta oleh Rasul Paulus untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Kehadiran pasangan Kristen yang memeragakan kasih seperti ini kerap menjadi daya tarik bagi orang lain untuk datang kepada Kristus. Jadikanlah keluarga Anda berkat. (PurT)

No : 41. Edisi Minggu, 13 Oktober 2019

Kasih dan Kejujuran

Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan TUHAN orang menjauhi kejahatan (Amsal 16:6)

Satu hari, putri seorang rekan pendeta kabari saya bahwa papanya mengidap kanker usus stadium lanjut. Tapi dokter serahkan kepada keluarga tentang memberitahukan kondisi pasiennya itu. Pihak keluarga tidak berani mengabari papanya yang sudah jalani operasi tentang penyakit yang sebenarnya. Alasannya kalau berterus terang takut papanya kaget, malah tambah drop kondisinya. Saya beritahu putrinya itu, untuk berterus terang kepada papanya. Pasien adalah seorang pendeta, dan saya kenal beliau secara pribadi, beliau sudah yakin betul tentang keselamatannya di dalam Kristus. Kalaupun beliau kaget dan kondisi merosot, pahala sorga sudah tersedia (1 Yoh 5:13). Namun bila diberitahu secara salah, selain masuk dalam kasus bohong, juga tidak menyiapkan pasien secara khusus untuk menghadap Tuhannya. Pasien seakan diberi harapan palsu. Pasien juga tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pesan atau nasihat akhir kepada anak-anaknya. Bisa jadi ada wasiat yang ingin disampaikan menjelang akhir hayatnya, kalau beliau diberi harapan palsu, bisa jadi wasiat itu tidak sempat disampaikannya. Kalau ada ganjelan atau kejengkelan atau masalah apa saja, dengan pemberitahuan hal sebenarnya, pasien diberi peluang untuk membereskannya sebelum pergi tinggalkan dunia ini.

Firman Tuhan menyatakan bahwa bila kita mengasihi (harusnya anak-anak mengasihi ayahnya, bukan?) kasih yang ditambah kesetiaan kepada orang tua, kalaupun berbuat salah, kesalahan itu akan diampuni Tuhan (Ams 16:6). Sedangkan memberi harapan palsu apalagi bohong bisa digolongkan kepada kejahatan. Penulis amsal juga menyatakan bahwa saksi yang setia tidak berbohong (Ams 14:5). Tentunya saat menyampaikan berita terkait sakit terminal ini patut menyampaikannya dengan bijak yang didorong oleh kasih. Kalau berterus terang, terutama untuk penyakit yang bisa mengantar kepada kematian, bisa saja pasien kaget, namun itulah waktunya bagi segenap keluarga untuk membesarkan hatinya, meneguhkan keyakinan imannya, sebagai wujud mengasihi pasien. Bila pasien bukan orang percaya atau kekristenannya hanya Kristen keturunan, kalau bisa, layani dulu dengan kasih, tawarkan dengan bijak jalan pertobatan dan pengampunan dosa di dalam Kristus (Luk 24:47). Sehingga, kalau pun pasien lebih cepat “pindah alamat”, pasien telah disiapkan; harap pasien dengan lega untuk meninggalkan keluarganya, dan meninggalkan dunia ini. Penyiapan spiritual adalah hal terutama, dari pada sekedar memberi penghiburan yang bersifat sementara, apalagi palsu. Kalau Anda yakin bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus (KPR 4:12), maka kematian bagi orang yang sungguh beriman kepada Kristus, bukanlah peristiwa yang menakutkan melainkan suatu proses “pindah alamat”. Sejak itu yang bersangkutan beralamat di rumah Bapa, di sorga. Suatu keyakinan yang hebat. (PurT)

No : 40. Edisi Minggu, 6 Oktober 2019

Kasih dan Kebohongan

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu ? (Galatia 4:16)

Tokoh Pinokio menjadi popular kembali akhir-akhir ini. Kisah fiktif anak- anak yang ditulis oleh Carlo Colladi (1883) seakan menakuti anak-anak agar tidak suka berbohong, sebab kalau suka berbohong hidungnya bertambah panjang seperti hidung Pinokio. Namun aslinya Carlo Colladi menulis ceritra ini sebagai kritik sarkastik terhadap kebiasaan berbohong dalam berkomunikasi. Adalah menarik untuk merenungkan hal kebiasaan berbohong ini dalam kaitannya dengan ajaran kasih Kristus. Kalau kita jujur, kita bisa terkaget saat anak kecil mulai berbohong, dan ternyata berawal dari peniruan atas kebohongan orang tuanya. Seperti dalam cerita fiktif Pinokio itu yang mulai berbohong karena meniru pemiliknya yaitu Gepetto yang berbohong hal menjual mantelnya. Gepetto menjual mantelnya dengan alasan kepanasan, padahal ia menjual mantelnya itu agar ia bisa menyekolahkan Pinokio. Sekalipun tujuan bohongnya Gepetto itu baik, namun bohong tetaplah bohong, dampaknya tetap tidak baik. Pinokio pun mulai berbohong. Mungkin pula Anda masih ingat sepenggal lirik lagu anak- anak yaitu Nina Bobo yang dinyanyikan seorang ibu saat menidurkan anaknya? Nina bobo ooh nina bobo Kalau tidak bobo digigit nyamuk Penggal lagu di atas mirip dengan cerita Pinokio, yaitu menakuti anak; walau lebih ringan sebab akibatnya hanya digigit nyamuk. Sayangnya rupanya pola seperti ini sudah jadi kebiasaan orang tua dalam membina keluarganya.

Belum lagi kalau kebohongan orang tua itu melibatkan anak. Misalnya menyuruh anaknya untuk mengatakan kebohongan kepada tamu yang datang mencarinya, ia suruh anaknya untuk mengatakan papa tidak ada, padahal papanya ngumpet di kamar. Pola seperti ini adalah salah satu wujud tidak mengasihi anaknya. Mengaplikasikan kasih dalam relasi sosial termasuk menyatakan kebenaran. Saat berkomunikasi kebenaran dan kejujuran sebagai orang beriman kepada Kristus harus tampil. Bila mengasihi sesama, maka komunikasi pun akan berlangsung dalam nuansa kasih. Kebenaran dinyatakan; bukan kepura- puraan bertutur manis namun di belakang menjelekkan lawan bicara itu. Rasul Paulus harus menegur jemaat Galatia yang terseret dalam ajaran legalis, torati. Rasul Paulus berterus terang bahkan dengan kalimat yang agak kasar (Gal 3:1), namun tujuannya untuk menyadarkan mereka dan membawa mereka balik ke alur yang benar. Kutipan ayat di atas disampaikan dalam bentuk pertanyaan bahwa apakah dengan mengatakan kebenaran beliau telah menjadi musuh orang Galatia (Gal 4:16). Rasul tidak berbasa-basi membujuk jemaat Galatia, Rasul Paulus menegurnya seperti seorang bapak kepada anak- anaknya yang didasari oleh kasih. Kiranya kasih mewarnai hidup kita dan tampil pula saat berkomunikasi dengan sesama. Kiranya hidup kita pun menjadi berkat dan Nama Tuhan dimuliakan. (PurT)

No : 39. Edisi Minggu, 29 September 2019

Aplikasi Kasih Kristus dalam Konteks Sosial (4)

Jangan kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya (2 Korintus 6:14a)

Membangun keluarga baru adalah termasuk fenomena sosial. Adalah hal yang memprihatinkan karena terbilang banyak anggota keluarga Kristen meninggalkan imannya kepada Kristus karena menikah dengan orang yang tidak seiman. Lebih memprihatinkan karena banyak orang tua Kristen, tidak merasa hal keseimanan itu adalah hal yang serius. Tidak sedikit orang tua Kristen yang dengan bangga memberitakan bahwa putra/putrinya akan menikah dengan orang yang tidak seiman. Dua minggu lalu renungan kita ini membahas tentang mengasihi sesama manusia dengan tekanan bahwa sesama manusia itu lintas suku. Adalah panggilan Alkitab untuk tidak membatasi kasih hanya kepada warga sesuku, seethnik atau sebangsa semata melainkan kasih kepada sesama manusia lintas suku. Namun tidak demikian bila akan membangun keluarga batih baru. Keluarga adalah satuan komunitas terkecil dan akan menjalani hidup sampai kematian memisahkannya. Keluarga juga adalah tempat kasih sayang diperagakan dengan intensif. Bila Tuhan memberkati dengan keturunan; anak (anak) itu dibesarkan, dibekali, dididik dengan nilai- nilai luhur berdasarkan keyakinan iman kedua orang tuanya. Adalah sulit untuk menetapkan nilai-nilai serta disiplin yang sama bila kedua orang tuanya tdak seiman. Ayat di atas yang dikutip dari 2 Korintus 6:14a berbicara dalam konteks lebih luas bukan semata hal pasangan nikah.

Apalagi dalam hal nikah mutlak hal seiman itu. Rasul Paulus menulis dalam suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus ini bahwa seorang janda yang ditinggal mati suaminya boleh menikah lagi asal dengan orang yang seiman (1 Kor 7:39). Begitu mutlaknya keseimanan sebagai pasangan nikah itu sehingga untuk pernikahan seorang janda pun harus dengan orang yang seiman. Keyakinan di dalam Kristus bukan sekedar agama. Orang bisa berganti agama seakan seperti berganti pakaian. Keyakinan di dalam Kristus adalah masalah kepastian selamat. Karena tidak ada jalan keselamatan lain di luar Kristus (KPR 4:12). Bahkan Tuhan Yesus menegaskan saat Beliau menjanjikan akan datangnya Roh Kudus bahwa orang yang tidak beriman kepada Tuhan Yesus adalah orang berdosa (Yoh 16:9). Mengaplikasikan kasih kepada sesama manusia adalah perintah Tuhan Yesus. Namun membangun keluarga sebagai tempat untuk membina kasih yang lebih inten haruslah dengan yang seiman. Keluarga yang seimanlah yang paling memungkinkan untuk melahirkan generasi yang beriman kepada Kristus dan panggilan Gereja bisa terus diembannya sampai Tuhan Yesus datang kembali kelak. Orang yang karena nikah tanggalkan imannya kepada Kristus, ia bukan semata ganti agama, melainkan membuang jaminan keselamatan yang dianugeraahkan Kristus. Ia tidak hargai karya salib Kristus. Adalah panggilan dalam keluarga untuk memupuk kebanggaan beriman kepada Kristus. (PurT)

No : 38. Edisi Minggu, 22 September 2019

Aplikasi Kasih Kristus dalam Konteks Sosial (3)

Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan ; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (Roma 12:17)

Bisa jadi Anda tinggal di lingkungan yang kurang bersahabat. Adalah gampang bersikap baik kepada orang-orang yang juga bersikap baik. Namun bersikap baik kepada mereka yang tidak bersikap baik, adalah tantangan besar. Tetapi justru inilah ruang untuk aplikasi ajaran kasih Tuhan Yesus yang radikal. Radikal karena tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan tetap membalasnya dengan kebaikan (Rom 12:17). Tuhan Yesus mengajarkan untuk tetap mengasihi orang yang memusuhi kita, bahkan mendoakan orang yang menganiaya kita (Mat 5:44). Rasul Paulus meneguhkan ajaran Tuhan tersebut dalam konteks kehidupan sosial di kota Roma. Lebih jauh Rasul Paulus menyatakan bahwa sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung kepada kita, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang (Rom 12: 18). Saat itu orang percaya di Roma adalah komunitas minoritas, walau penganiayaan terhadap orang percaya belum terjadi. Orang Kristen diminta untuk menjadi orang damai. Pada saat ancaman terhadap orang percaya mulai meningkat, Rasul Petrus tetap menasihati orang percaya untuk tabah. Dalam suratnya yang pertama yang ditujukan kepada orang percaya di perantauan untuk tetap menampilkan hidup yang baik, sekalipun difitnah (1 Pet 2:11,12). Seperti Gurunya dengan ajarannya yang radikal, Rasul Petrus pun meneguhkan ajakan radikalnya kepada orang percaya di perantauan itu. Beliau menulis: …jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah (1 Pet 2:20b). Radikal bukan? Beliau menyebut menderita karena berbuat baik adalah kasih karunia. Selanjutnya beliau menulis adalah lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, daripada menderita karena berbuat jahat (1 Pet 3:17).

Apakah tidak boleh membalas kepada orang yang berbuat jahat terhadap kita? Kalau posisi kita lemah, tidak berdaya dari segi apa pun, walau terpaksa bisa saja kita tidak melawan saat mendapat perlakuan tidak baik dari komunitas sekitar. Namun kalau kita memiliki kemampuan untuk melawan apalagi membalas, dan tidak melakukannya hal itu adalah keagungan karakter. Tuhan Yesus sudah meninggalkan keteladanan dalam bersikap terhadap orang yang berbuat jahat kepada Beliau. Beliau bukan hanya memiliki kemampuan, bahkan memegang segala kuasa, namun saat ditangkap di Getsemani, Beliau tidak melawan. Beliau tidak mendatangkan dua belas batalion tentara malaikat untuk melindungi-Nya, Beliau justru serahkan diri untuk genapi janji Allah (Mat 26:53,54). Rasul Paulus mengajak orang percaya yang mengalami perlakuan kurang baik untuk tidak menuntut balas melainkan menyerahkannya kepada Allah. Sebab pembelasan adalah hak Allah (Rom 12:19). Saat kekerasan kembali mengemuka dalam kehidupan sosial saat ini, panggilan untuk menjadi orang damai sangat relevan. (PurT)

No : 37. Edisi Minggu, 15 September 2019

Aplikasi Kasih Kristus dalam Konteks Sosial (2)

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39)

Puji Tuhan Papua sudah tenang kembali, setelah dilanda demo yang disertai tindakan perusakan dan pembakaran toko-toko dan fasilitas publik termasuk beberapa kantor pemerintah. Kekisruhan ini dipicu oleh kasus di Surabaya dan Malang yang berbau SARA, yaitu sentimen kesukuan. Sentimen kesukuan bisa terjadi di mana saja dan sudah sejak sangat lama. Adalah kenyataan bahwa manusia ini begitu beragam, hal ini tercipta setelah peristiwa Menara Babil (Kej 11:1-9). Pada jaman Tuhan Yesus pun Tanah Kanaan dan sekitarnya adalah rumah untuk beragam ethnik dan suku (Mrk 3:7,8). Tuhan Yesus tahu persis adanya sentimen kesukuan itu, namun Tuhan Yesus menegaskan bahwa manusia harus mengasihi sesamanya seperti mengasihi dirinya sendiri (Mat 22:39). Adalah kenyataan pula bahwa Tuhan Yesus hanya hidup dan melayani di Tanah Kanaan dan sekitarnya. Beliau tidak pernah pergi jauh meninggalkan Tanah Kanaan itu. Namun demikian Tuhan Yesus bukan semata mengajarkan untuk mengasihi sesama manusia yang sebangsanya. Beliau pun memberi contoh nyata mengaplikasikan ajaran kasih-Nya kepada sesama manusia, lintas bangsa dalam hidup keseharian-Nya. Satu hari seorang perwira Romawi memohon pertolongan untuk hambanya yang terbaring sakit. Tuhan Yesus bukan semata bersedia memberi pertolongan bahkan Beliau memuji kualitas iman dari orang Romawi itu (Mat 8:5-10). Lain waktu Beliau membawa murid-murid-Nya ke daerah Gerasa, di seberang danau Galilea. Di, situ Beliau mengusir legion yang merasuki orang hingga menjadi gangguan umum. Wilayah ini bukanlah wilayah pemukiman orang Yahudi, sebab di sana babi dipelihara (Mat 8:28-34; Mrk 5:1-13).

Matius dan Markus pun melaporkan pertemuan Tuhan Yesus dengan seorang perempuan Yunani bangsa Siro-Fenisia yang meminta tolong karena putrinya dirasuki roh jahat (Mrk 7:24-30). Demikian juga dengan seorang Samaria yang dianggap orang asing oleh orang Yahudi, Tuhan Yesus tahirkan dari kustanya (Luk 17:11-18). Tentu kita bisa menambah dengan contoh-contoh lainnya yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus tidak memiliki sentimen kesukuan seperti halnya orang- orang yang hidup pada jaman itu. Saat Tuhan mengajarkan untuk mengasihi sesama manusia, tentu yang dimaksud dengan sesama manusia itu bukan semata orang yang sesuku, melainkan kepada segenap manusia umumnya. Laporan dalam Luk 10: 25-37 menunjukkan kritik Tuhan Yesus kepada orang Yahudi yang memelihara sentimen kesukuan itu. Aplikasi ajaran kasih dalam konteks sosial masa kini adalah termasuk tidak membedakan perlakuan kepada orang lain karena berbeda warna kulitnya, rambutnya, matanya, sukunya, ethniknya bangsanya, bahkan tingkat sosialnya. Apalagi setelah orang beriman kepada Tuhan Yesus, kita dipersatukan menjadi saudara seiman di dalam Kristus. Tembok- tembok kesukuan pun sudah dirubuhkan (Eps 2:13,19). Mari kita hadirkan kasih dalam hidup kita. (PurT)

No : 36. Edisi Minggu, 8 September 2019

Aplikasi Kasih Kristus dalam Konteks Sosial (1)

Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah (1 Petrus 2:16)

Seandainya di depan mata Anda seorang ibu tua dijambret; sebagai orang percaya, apa yang akan Anda lakukan? Bisa jadi Anda membiarkan penjambret pergi. Bisa juga Anda membiarkan penjembret pergi tapi berupaya menolong ibu tua yang malang itu. Namun bisa jadi juga Anda menangkap penjambret itu, menyerahkan penjambret itu kepada polisi. Sikap mana yang lebih kristiani? Untuk menjawabnya secara baik, memang butuh ruang lebih banyak. Membiarkan penjambret pergi begitu saja dengan hasil jambretannya, walau mungkin disertai upaya menghibur ibu tua yang jadi korbannya, dampaknya lumayan untuk ibu tua itu. Sikap seperti itu, bisa jadi karena Anda takut jadi korban juga. Bisa jadi karena Anda merasa Anda tidak mampu menghadapi penjambret itu. Namun bila Anda dikaruniai tubuh yang cukup kekar atau terlatih, apa masih akan membiarkan penjambretan itu terjadi? Bisa jadi Anda akan menangkap penjambret itu, mengembalikan barang rampasannya kepada korban penjambretan itu serta menyerahkan penjambret itu kepada yang berwajib.

Bila sikap terakhir ini yang Anda lakukan, tentu ibu tua itu akan sangat berterima kasih. Tetapi bagaimana dengan penjambret itu? Penangkapan penjambret itu berdampak jamak. Pertama, Anda telah memberi kelegaan kepada ibu tua itu, karena barangnya tidak jadi hilang, walau sempat kaget. Kedua, bisa jadi Anda telah secara tidak langsung telah memberikan rasa aman kepada masyarakat karena tidak akan ada korban lain lagi dari penjambret itu. Ketiga, memberi peluang bagi penjambret itu untuk bertobat. Kalau hal itu yang terjadi Anda telah menyelamatkan penjembret itu. Seandainya penjambret itu ditahan di lembaga pemasyarakatan, dan Anda punya waktu untuk menengoknya serta melayaninya sebagai seorang hamba Tuhan, apalagi kalau Anda bisa jenguk keluarganya yang mungkin membutuhkan bantuan, karena kepala keluarganya ditahan, dan Anda mampu untuk menolongnya, aplikasi kasih Kristus menjadi sangat nyata. Masih ada dampak keempat, bisa jadi sikap dan kepedulian Anda baik kepada korban penjembretan dan juga kepada pelaku penjambretan, apalagi kepada keluarga penjambret itu, akan memberi pengaruh spiritual, moral kepada aparat yang menangani kasus ini. Puji Tuhan. Sebagai orang merdeka yang dimerdekakan oleh Kristus, kita diminta untuk memakai kemerdekaan itu sebagai hamba Tuhan yang hidup dalam kesalehan yang bertanggung jawab (1 Pet 2:16). Hidup wajar di tengah masyarakat, menghadirkan diri sebagai warga masyarakat yang baik dan menjadi berkat. Kasih bukan sekedar dikotbahkan melainkan juga diaplikasikan dalam hidup keseharian. Puji Tuhan. (PurT)

No : 35. Edisi Minggu, 1 September 2019

Tuhan Yesus dan Ajaran Kasih-Nya (4)

Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1 Yohanes 4:21)

Tuhan Yesus adalah Allah yang mengambil rupa manusia (Yoh 1:14); Beliau menjadi manusia sejati. Namun Beliau juga manusia yang sempurna, tanpa dosa. Beliau adalah penyataan kasih Allah (Yoh 3:16). Secara sempurna pula memperagakan kasih itu. Tuhan Yesus adalah seorang pribadi yang tidak mengajarkan kekerasan, melainkan mengajarkan kasih. Ajaran kasihnya ditopang oleh sikap hidup-Nya yang penuh kasih. Rasul Yohanes, seorang murid yang paling dekat dengan Tuhan Yesus, sangat menghayati ajaran Gurunya tentang kasih itu. Sebagai murid-Nya beliau mengajarkan hal kasih juga sebagai respon atas kasih Allah. Beliau mengajarkan bahwa Allah itu kasih. Karena kasih-Nya Allah telah mengutus Tuhan Yesus, putra-Nya untuk menghidupkan kita (1 Yoh 4:9), untuk mendamaikan kita dengan Allah (1 Yoh 4:10), dan untuk menyelamatkan kita (1 Yoh 4:14). Selanjutnya beliau mengingatkan bahwa kita yang telah menerima kasih Allah, meresponnya dengan mengasihi sesama (1 Yoh 4:19). Adalah kemustahilan seseorang menyatakan dirinya mengasihi Allah, namun membenci saudaranya. Mana mungkin orang seperti itu mengasihi Allah yang tidak kelihatan, sedangkan saudaranya yang kelihatan dibencinya (1 Yoh 4:20). Kemudian beliau pun mengingatkan tentang perintah untuk orang yang mengaku mengasihi Allah, yaitu haruslah mengasihi saudaranya (1 Yoh 4:21). Inilah ajaran kasih Tuhan Yesus yang diteruskan oleh rasul Yohanes.

Saat Tuhan Yesus memenuhi janji Allah yaitu menyediakan jalan keselamatan, Beliau meregang nyawa di atas kayu salib. Di sana Beliau terhina, diejek bahkan dinista namun Beliau justru menyampaikan syafaat untuk para algojo dan penistanya itu (Luk 23:34). Padahal Beliau bisa mendatangkan 12 batalion tentara malaikat (Mat 26: 53); sungguh suatu sikap yang agung. Karena Pribadi Tuhan Yesus yang tersalib itu, salib yang mengerikan dan simbol penghinaan itu berubah maknanya bagi orang percaya, salib menjadi simbol keselamatan dan simbol yang membanggakan. Video seorang ustad menghina salib yang terjadi 3 tahun lalu diviralkan kembali. Saat Tuhan Yesus disalib Beliau tidak membela diri. Di atas salib itu, Beliau sedang menggenapi janji keselamatan Allah (Mat 26:54). Sekarang pun saat simbol karya penyelamatan itu dinista, kita tidak perlu terpropokasi dan naik pitam untuk membelanya. Tuhan kita adalan Tuhan yang hebat, Beliau lebih dari mampu untuk membela dirinya. Beliau tidak memerlukan pembelaan kita. Kalaupun kita merasa teraniaya, bukankah Tuhan Yesus justru mengajarkan untuk mendoakan penganiaya itu? (Mat 5:44). Kita yang sudah menikmati pengampunan lewat karya penyelamatan salib Tuhan itu, dipanggil untuk membagikan kasih dan pengampunan kepada siapa pun, termasuk kepada mereka yang menista Tuhan Yesus. Dunia saat ini pun membutuhkan kasih, bukan hukum balas membalas. (PurT)

No : 34. Edisi Minggu, 25 Agustus 2019

Tuhan Yesus dan Ajaran Kasih-Nya (3)

“…Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri….” (Matius 22:39)

Adalah fakta alkitabiah bahwa Tuhan Yesus adalah pribadi yang istimewa tidak terbandingkan. Beliau turun dari sorga untuk menyatakan kasih Allah kepada dunia ini (Yoh 3:16). Nyata pula kesempurnaan Beliau menghadirkan kasih sepanjang keberadaan-Nya di Kanaan. Ajaran tentang kasih-Nya pun begitu menonjol. Ajaran Beliau tentang kasih itu bukan semata untuk jaman saat Beliau berada di Kanaan dulu melainkan untuk sepanjang masa. Kita sudah merenungkannya bahwa saat Beliau di Kanaan, praktik hukum sosial: Balas-membalaslah yang umum berlaku. Kemudian Tuhan Yesus datang dan mengajarkan pengajaran radikal yaitu, tidak meledeni orang jahat (Mat 5:39) dan mengasihi orang yang memusuhi bahkan berdoa untuk orang yang menganiaya (Mat 5:44). Memang jaman telah berubah, teknologi modern telah membuat hidup lebih mudah dan lebih terbuka. Sayangnya kejahatan tidak sirna, hukum balas-membalas pun masih mewarnai hidup manusia hingga kini. Bahkan kemarahan, kebencian dan sentimen sosial sering diwariskan turun temurun dan menjadi milik keluarga, kelompok suku, bahkan tidak jarang atas nama agama pula. Kita yang hidup di masa kini, sebagai orang percaya yang telah menikmati anugerah keselamatan dalam Kristus, dipanggil untuk mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri (Mat 22:39). Tuhan Yesus menyebut hukum kasih ini Sebagai intisari dari kitab-kitab Perjanjian Lama (Mat 22:40).

Di saat dunia menyaksikan peragaan kebencian bahkan tindak kekerasan dan kejahatan atas nama agama, panggilan peragaan kasih ini menjadi sangat relevan. Sebab peragaan hukum balas- membalas tidak membuat keadaan menjadi damai, sebaliknya memperpanjang kebencian antar generasi. Tawaran radikal Tuhan Yesus, sekalipun bertentangan dengan naluri asali kita, adalah jalan keluar yang bisa menghadirkan damai. Hingga saat ini sekalipun kekristenan di dunia ini fakta tahun 2019 adalah 32,8% paling tinggi dibanding agama manapun. Namun adalah kenyataan kaum Kristen lebih sering mengalami penderitaan dan teraniaya. Ada daftar 50 negara di dunia yang membuat kaum Kristen di negara itu alami kesulitan, penghambatan sampai teraniaya secara fisik, bahkan terbunuh. Kasih yang sejati adalah kemampuan dari Kristus yang mampu memerdekakan seseorang dari rasa permusuhannya. Rasul Petrus mencontohkan peragaan kasih yang sempurna dalam pribadi Kristus untuk diteladani dan diperagakan dalam hidup orang percaya (1 Pet 2:23). Masa kini pun hukum kasih ini sangatlah dibutuhkan untuk memutus segala rantai kebencian dan permusuhan, termasuk permusuhan atas nama agama. Bukankah pengajaran Tuhan Yesus pun bernilai keagamaan? Kasih adalah sikap hidup keagamaan yang dewasa. Segala puji untuk Tuhan. (PurT)

No : 33. Edisi Minggu, 18 Agustus 2019

Tuhan Yesus dan Ajaran Kasih-Nya (2)

Maka kata Yesus kepadanya: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang….” (Matius 26:52)

Menakjubkan!!! Di saat kondisi darurat menghadapi penangkapan paksa oleh para satpam Bait Allah yang dibantu serdadu Roma, Tuhan Yesus tetap bersikap tenang. Petrus, nekat membela Gurunya dengan pedangnya, tetapi Tuhan Yesus justru memerintahkan untuk menyarungkan kembali pedangnya itu (Mat 26:52). Dalam dunia yang berdosa ini, orang jahat dan tindak kejahatan adalah hal yang umum. Di mana saja di dunia ini kejahatan bisa berlangsung, mulai dari penipuan sampai peristiwa berdarah- darah. Bahkan tidak jarang korbannya pun banyak, tidak terkecuali tindak kejahatan atas nama agama, seperti yang Tuhan Yesus alami di taman Getsemani malam itu. Nah, di tengah dunia yang tidak sepi dari tindak kejahatan seperti itu, apa bisa ajaran Tuhan Yesus tentang kasih itu diperagakan? Saat Tuhan Yesus hidup di Tanah Kanaan, tindak kejahatan pun adalah hal yang umum. Itu sebabnya Beliau mengajarkan agar para murid-Nya jangan melawan orang yang berbuat jahat (Mat 5:39). Tuhan Yesus bahkan menekankan bahwa Allah itu sangat mengasihi dunia ini (Yoh 3:16). Beliau sendiri memeragakan kasih itu dalam hidupnya. Alih-alih Beliau berterima kasih atas pembelaan Petrus di Getsemani itu, Beliau justru, memulihkan telinga Malkhus yang terpotong oleh sabitan pedang Petrus itu (Yoh 18:10; Luk 22:51). Sungguh suatu peragaan kasih yang nyata.

Para murid-Nya pun diberi perintah baru yaitu untuk menghadirkan suatu komunitas yang saling mengasihi. Saling mengasihi adalah penanda murid-murid Kristus (Yoh 13:34,35). Kasih seakan menjadi oase di tengah kegersangan gurun kehidupan yang saling mementingkan diri dan golongan, serta membiasakan tindak kekerasan sebagai penanda kekuatan diri. Petrus yang mengalami langsung peristiwa peragaan kasih oleh Gurunya di Getsemani itu, kemudian hari dengan ilham Roh Kudus membekali orang percaya untuk berbahagian kalau dinista karena nama Kristus, sebaliknya hindari penderitaan (terjerat hukum) karena membunuh, mencuri, karena menjadi orang jahat atau pengacau (1 Pet 4:14, 15). Kalau Tuhan ijinkan kita dinista, biarlah kita dinista karena hidup kita yang saleh. Namun janganlah dinista karena hidup kita yang salah. Kesalehan adalah buah iman kepada Allah dan karena melakukan perintah Tuhan Yesus yaitu kasih. Sedangkan kesalahan, mewujud karena kita tidak setia kepada Allah yang kasih itu (1 Yoh 4:8,16). Peragaan kasih bukanlah pola hidup yang mustahil. Tuhan Yesus sudah memeragakannya dalam hidup keseharian-Nya. Kasih adalah perintah baru untuk dihadirkan sebagai penanda murid Beliau. Roh Kudus akan memampukan kita di masa kini pun untuk menghadirkan kasih itu. Kiranya hidup kita menjadi kesaksian yang memuliakan Tuhan Yesus. (PurT).

No : 32. Edisi Minggu, 11 Agustus 2019

Tuhan Yesus dan Ajaran Kasih-Nya

Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Matius 5:43,44)

Kutipan ayat di atas adalah bagian dari khotbah Tuhan Yesus yang dikenal sebagai Khotbah di Bukit. Bila kita perhatikan kutipan ayat di atas sungguh suatu ajaran tentang kasih yang radikal. Betapa tidak? Kehidupan sosial- keagamaan saat itu bahkan masih banyak diyakini hingga saat ini sangat kuat dengan hukum balas membalas. Silakan perhatikan bagian sebelum kutipan di atas dari Khotbah di Bukit itu. “…Kamu telah mendengar: Mata ganti mata, dan gigi ganti gigi…”(Mat 5:38). Inilah hukum balas-membalas (Lex talionis) atau Law of retaliation. Untuk akhiri satu pertengkaran Tuhan Yesus memberi jalan keluar lain yang radikal: “…Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu…” (Mat 5:39). Untuk bisa bersikap seperti itu tentu harus memiliki dasar kasih, termasuk kasih kepada orang yang memusuhi (Mat 5:44). Tuhan Yesus menjelaskan lebih jauh: “…Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara- saudaramu saja, apakah lebihnya dari perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?...” (Mat 5:46,47).

Tentu saja para pendengar-Nya saat itu merasakan satu pengajaran yang berbeda dibandingkan dengan praktik sosial-keagamaan saat itu. Hukum balas- membalas adalah hukum yang umum saat itu, bahkan saya tulis di atas masih banyak dipraktikkan hingga saat ini. Kekerasan, kebencian bahkan pembantaian atas nama agama tidak sulit untuk kita simak lewat media sosial saat ini. Tidaklah berlebihan kalau saya sebut pengajaran Tuhan Yesus tentang kasih ini adalah pengajaran yang radikal. Betapa tidak? orang yang memusuhi pun harus dikasihi, bahkan orang yang menganiaya harus didoakan. Tentu didoakan untuk kebaikan penganiaya itu. Misalnya agar ia diampuni Tuhan, disadarkan Tuhan, bukan supaya dibalas dan dikutuk Tuhan. Radikal, bukan? Hukum balas-membalas justru sering meluaskan pertengkaran atau menularkan kebencian termasuk sentiment-sentimen. Pertengkaran pribadi meluas menjadi pertengkaran kelompok, bahkan suku atau agama (ingat kasus Maluku). Tentu godaan kedagingan berdasarkan naluri dan keyakinan umum bisa menghambat peragaan pengajaran kasih Tuhan Yesus itu. Namun Tuhan Yesus bukan semata mengajarkan hal kasih itu melainkan memperagakannya. Bahkan saat Beliau meregang nyawa di atas kayu salib, Beliau tidak mengutuk atau meminta kepada Bapa untuk membalaskan deritanya. Beliau justru bersyafaat untuk pasa penyalibnya (Luk 23:34). Tidak pelak lagi Tuhan Yesus adalah pribadi yang datang untuk menyatakan kasih Allah kepada dunia ini (Yoh 3:16). Beliau pun dengan konsisten mengajarkan bahkan memeragakan hal kasih itu. Sungguh pribadi yang Maha Kasih. (PurT).

No : 31. Edisi Minggu, 4 Agustus 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (7)

Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman;… akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum (Yohanes 16:8, 10,11)

Minggu lalu sudah dibahas hal Roh Kudus yang menginsafkan dunia tentang dosa (Yoh 16:9). Hari ini kita lanjutkan tentang Roh Kudus yang akan menginsafkan dunia tentang kebenaran dan tentang penghakiman. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa Roh Kudus akan menginsafkan dunia akan kebenaran. Dan yang Beliau maksudkan adalah bahwa Beliau pergi kepada Bapa dan para murid-Nya tidak melihat-Nya lagi (Yoh 16:10). Sebelumnya Tuhan Yesus menyatakan kepada para murid-Nya bahwa Beliau akan kembali ke rumah Bapa untuk menyediakan tempat bagi setiap orang percaya (Yoh 14:2). Namun Beliau tidak akan meninggalkan para murid-Nya sebagai yatim piatu sebab Roh Kudus akan menggantikan-Nya untuk menyertai mereka (Yoh 14:18). Kemudian Beliau menegaskan bahwa adalah lebih berguna bagi para murid-Nya Beliau pergi, dengan kepergian-Nya itu Roh Kudus akan tinggal dalam diri setiap orang percaya (Yoh 16: 7, 14:17). Inilah tanggung jawab Roh Kudus menginsafkan dunia bahwa Tuhan Yesus menggenapi janji-Nya untuk kembali ke sorga, dan itulah kebenaran itu. Sedangkan tentang penginsafan Roh Kudus akan penghakiman, Beliau maksudkan bahwa penguasa dunia ini yaitu Iblis telah dihukum. Kapan, di mana? Iblis dikalahkan Tuhan Yesus di atas kayu salib. Beliau dengan penderitaan hebat menanggung segala dosa manusia yang pernah hidup, sedang hidup dan akan hidup kemudian hari di atas kayu salib itu, supaya kita yang telah mati terhadap dosa hidup untuk kebenaran (1 Pet 2:24). Perbuatan Iblis sudah Tuhan Yesus binasakan (1 Yoh 3:8) Orang percaya tidak lagi menanggung beban dosa, kuasa Iblis atas orang percaya sudah hilang. Namun demikian Iblis masih bisa membujuk, itu sebabnya rasul Paulus menasihati agar kita tidak memberi kesempatan kepada Iblis (Efs 4:27).

Iblis pun bisa meneror orang-orang percaya, seperti tulis rasul Petrus bahwa Iblis berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Rasul Petrus menasihati untuk melawan Iblis itu dengan iman yang teguh (1 Pet 5:8,9). Telanjangi Iblis bahwa ia sudah dikalahkan oleh Tuhan Yesus, ia akan kaget bahwa orang percaya sudah tahu bahwa iblis sudah jadi pecundang. Seperti singa, namun singa yang sudah ompong dan kuku-kunya pun sudah tercabut, ia hanya bisa mengaum, untuk menakuti. Saat orang percaya menghadapinya dengan berserah kepada Allah, melawan Iblis, Iblis akan lari, malu karena orang percaya sudah tahu, dirinya adalah pecundang (Yak 4:7). Hal itu semua adalah peran Roh Kudus yang menginsafkan dunia tentang kebenaran dan tentang penghakiman. Walau penyempurnaan penghancuran kuasa Iblis itu masih kita nantikan (Rum 16:20). Secara spiritual setiap orang percaya adalah pemenang, karena bersama Kristus, kita adalah para pemenang (1 Yoh 5:4,5). (PurT)

No : 30. Edisi Minggu, 28 Juli 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (6)

Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; (Yohanes 16:8)

Kesehakikatan Tuhan Yesus dengan Roh Kudus, tampil juga dalam kesinabungan pelayanan-Nya. Sehari setelah Tuhan Yesus memberi makan kepada sekitar 5000 orang, Beliau menantang orang-orang yang datang kepada-Nya yang bertanya tentang pekerjaan yang dikehendaki Allah. Tuhan Yesus menegaskan bahwa pekerjaan yang dikehendaki Allah adalah percaya kepada Dia yang telah diutus Allah (Yoh 6:28,29). Maksud Tuhan Yesus mereka harus percaya kepada Dirinya. Lantas Beliau memapar tentang Dirinya sebagai Roti Hidup (Yoh 6:35). Sesaat sebelum Tuhan Yesus kembali ke Sorga, Tuhan Yesus menegaskan kepada murid-murid-Nya bahwa adalah berguna kalau Beliau kembali ke sorga, sebab sebagai ganti-Nya Beliau akan mengutus Roh Kudus. Dan Roh Kudus itu di antaranya akan menginsafkan dunia akan dosa (Yoh 16:7,8). Sedangkan yang Beliau maksudkan dengan menginsafkan dunia akan dosa itu adalah karena dunia itu tetap tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 16:9). Padahal percaya kepada Tuhan Yesus adalah pekerjaan yang dikehendaki Allah (Yoh 6:29). Tuhan Yesus datang ke dunia ini semata-mata untuk menyatakan kasih Allah yang besar kepada dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Itu sebabnya Beliau nyatakan kepada Nikodemus seorang Farisi yang datang menemuinya bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Sedangkan yang tidak percaya telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah (Yoh 3:18).

Secara spiritual, orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus telah berada di bawah hukuman, hal ini karena keberdosaan turunan akibat kejatuhan manusia pertama yaitu leluhur umat manusia: Adam dan Hawa. Tuhan Yesus datang melawat manusia untuk menyatakan kasih Allah. Beliau berkorban, menanggung penderitaan salib, mati dan dikuburkan, namun bangkit kembali. Semuanya sebagai jalan penebusan manusia dari keberdosaan-nya itu. Roh Kudus kemudian diutus untuk menyadarkan manusia akan keberdosaan mereka. Jalan keselamatan sudah disediakan, tetapi mereka tetap menolak- Nya, maka tanggung jawab Roh Kudus menginsafkan akan keberdosaannya itu. Saat umat manusia ini mendengar berita Injil, Roh Kudus menyadarkannya bahwa mereka berdosa dan Injil adalah jalan bagi keselamatannya. Mereka yang percaya akan bebas dari hukuman atas keberdosaannya itu. Saat seseorang memberitakan Injil kepada sesamanya, Roh Kuduslah yang menyakinkan tentang berita Injil itu. Bila orang yang mendengar itu mengambil keputusan untuk percaya itu juga adalah karya Roh Kudus yang memakai pemberita itu. Kalau keputusannya untuk menolak berita keselamatan itu, yang ditolaknya itu adalah Roh Kudus. Pemberita hanyalah orang yang memberi peluang; Roh Kuduslah yang menginsafkannya. (PurT)

No : 29. Edisi Minggu, 21 Juli 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (5)

… Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu. (Yohanes 14:26)

Sekitar tiga setengah Tahun Tuhan Yesus menyatakan Dirinya sebagai Guru dan bahkan sebagai Tuhan. Murid-murid- Nya terbagi dalam paling tidak tiga golongan: Golongan murid utama yang berjumlah 12 orang (Luk 6:12-16). Golongan murid yang kedua berjumlah 70 orang (Luk 10:1). Dan golongan murid yang ketiga adalah masyarakat umum yang tidak terbilang. Para murid yang 12 orang itulah yang bisa disebut murid yang penuh waktu mengikut Tuhan. Merekalah yang umumnya menyaksikan Tuhan berkotbah, Tuhan membimbing, Tuhan berdialog dengan orang tertentu (misalnya dengan Nikodemus-Yoh 3), Tuhan menyembuhkan orang-orang sakit, Tuhan mengadakan mujizat-mujizat, bahkan saat Tuhan Yesus ditangkap, diadili dan disalibkan, kemudian dikuburkan namun bangkit kembali. Begitu banyak hal yang mereka dengar dan lihat bahkan alami. Bagaimana mereka bisa mengingat semuanya? Menjelang Tuhan Yesus memuncaki pelayanan-Nya di bumi ini dan meninggalkan para murid-Nya, Beliau memberi janji tentang akan datangnya Roh Kudus yang akan menyertai bahkan tinggal di dalam diri setiap orang percaya (Yoh 14:17). Ada satu janji lain yang terkait peran Roh Kudus, yaitu bahwa Roh Kudus akan mengingatkan para murid (terutama saat itu) akan semua yang telah Tuhan katakan kepada para murid itu (Yoh 14:26).

Roh Kudus inilah yang kemudian menuntun, mengingatkan dan menjagai para penulis keempat Injil bahkan kitab Perjanjian Baru secara keseluruhan. Matius dan Yohanes dua rasul yang menulis kitab Injil, tentu bukan hanya mengingat hal yang Tuhan Yesus ucapkan namuan juga keduanya adalah saksi mata yang mengalami semua yang ditulisnya. Adapun perbedaan isi kedua kitab Injilnya itu, hal itu karena Tuhan memberi keleluasaan kepada mereka untuk memilih peristiwa atau pengajaran Tuhan Yesus sesuai dengan tujuan penulisan mereka. Markus bukanlah murid utama Tuhan Yesus, namun beliau pernah ikut dalam pelayanan Rasul Paulus dan beliau kemudian dikenal sebagai murid Rasul Petrus. Sedangkan Lukas adalah anggota tim pelayanan Rasul Paulus sejak memulai pelayanan di Eropa (KPR 16:10). Penulis yang dipakai Tuhan untuk menulis bagian terbanyak dari kitab-kitab Perjanjian Baru adalah Rasul Paulus. Beliau ditetapkan khusus oleh Tuhan Yesus untuk menjadi saksi-Nya terutama untuk pelayanan lintas budaya (KPR 9:15). Roh Kudus pula yang memimpin, mengilhamkan dan menjagai sang rasul saat menulis surat-suratnya (2 Tim 3:16). Yakobus dan Yudas adalah adik seibu dari Tuhan Yesus yang juga dipakai Roh Kudus untuk menuliskan surat pendek dalam Perjanjian Baru ini. Kini saat orang percaya membaca Alkitab, Roh Kudus juga yang memampukan kita untuk memahaminya (1 Kor 2:10). (PurT)

No : 28. Edisi Minggu, 14 Juli 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (4)

“barang siapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barang siapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” (Yohanes 7:37,38)

Untuk kali kedua Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dirinya adalah sumber air hidup. Kali pertama hal itu disampaikan Beliau kepada seorang perempuan di tepi sumur Yakub di Samaria. Saat itu Tuhan Yesus menegaskan bahwa kalau perempuan Samaria itu mengenal Beliau dan minta kepada-Nya, Beliau akan memberikan air hidup. Dan orang yang memperoleh air hidup itu tidak akan haus lagi, sebaliknya air itu akan menjadi mata air yang terus menerus memencar sampai kepada hidup yang kekal (Yoh 4: 10-14). Pada kali kedua Beliau menegaskan dan dipahami oleh Rasul Yohanes yang dipakai Tuhan untuk menulis Injil ini, bahwa air yang dimaksudkan adalah Roh Kudus (Yoh 7:39). Dengan penyataan tersebut Tuhan Yesus menubuatkan perubahan hidup yang akan dialami oleh setiap orang yang percaya kepada Beliau. Setiap orang percaya itu akan alami bahwa dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup (Yoh 7:38). Rasul Yohanes menegaskan bahwa yang Tuhan Yesus maksudkan adalah Roh Kudus yang akan mendiami setiap orang percaya. Setiap orang percaya itu akan mengalirkan air kehidupan yang akan menyegarkan dan membawa kehidupan itu kepada sekitarnya. Kelihatannya Tuhan Yesus telah mengaitkan gambaran kehidupan sebagai aliran air hidup itu sebagaimana tertulis dalam Kitab Nabi Yehezkiel, sumber air yang mengalir dan membawa kehidupan dari Bait Allah (Yeh 47:1 dst). Bukankah kemudian hari Rasul Paulus menegaskan bahwa orang percaya itu adalah Bait Allah (2 Kor 6:16; Efs 2:21)?

Air adalah kebutuhan utama manusia, apa lagi dalam konteks Timur Tengah saat Tuhan menegaskannya, air adalah kehidupan. Tanpa air tumbuhan layu dan kemudian mati, bahkan manusia pun tidak akan bisa hidup tanpa air. Roh Kudus yang adalah Allah yang menyertai bahkan diam di dalam diri setiap orang percaya sebagai mana dijanjikan Tuhan Yesus (Yoh 14:17), akan membuat hidup orang percaya itu menjadi berkat. Roh Kudus inilah yang membuat hidup orang percaya di mana pun ia menghadirkan diri akan membawa aliran kehidupan itu. Hidup orang percaya itu bukan lagi hidup yang biasa, melainkan hidup yang luar biasa sebab membawa kehidupan kepada yang lain. Orang percaya itu akan menjadi berkat dalam keluarganya, di tempat kerja atau aktivitas lainnya, bahkan di lingkungan tempat tinggalnya. Gereja adalah arena saling memberkati, sedangkan masyarakat umum adalah ruang kesaksian dan menjadi berkat. Barnabas adalah gembala jemaat di Antiokhia. Barnabas dikenal sebagai orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman, dampaknya sejumlah orang dibawanya kepada Tuhan (KPR 11:24). Orang percaya biasa sekalipun dalam pelarian karena aniaya, tetap menjadi berkat. Jemaat Antiokhia lahir karena kesaksian mereka (KPR 11:19-21). (PurT)

No : 27. Edisi Minggu, 7 Juli 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (3)

“… Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea, dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (KPR 1:8)

Di akhir setiap Injil dalam Alkitab yang kita miliki sekarang yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes serta di awal Kisah Para Rasul, tertulis amanat Tuhan Yesus menjelang Beliau naik ke sorga yang kemudian hari disebut Amanat Agung (Mat 28:19, Mar 16:15, Luk 24:47; Yoh 20:21, KPR 1:8). Inti dari Amanat Agung itu adalah perintah Tuhan Yesus kepada para murid Beliau untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa. Namun Tuhan Yesus paham bahwa pelaksanaan dari Amanat Agung-Nya itu tidaklah gampang. Apalagi para murid Tuhan, terutama para murid yang mula- mula itu pada umumnya adalah orang- orang biasa dari golongan masyarakat bawah. Bahkan di kemudian hari pun kebanyakan orang percaya itu adalah orang-orang kebanyakan ( 1 Kor 1:26). Adalah kenyataan pula sampai hari ini kebanyakan orang yang beriman kepada Tuhan Yesus adalah orang-orang dari golongan kebanyakan. Karena hal itulah maka Tuhan Yesus saat menyampaikan amanat-Nya itu disertai janji. Janji itu bahwa Roh Kudus yang Beliau minta kepada Bapa untuk menyertai orang-orang percaya itu akan memberi kuasa kepada para pelaksana Amanat Agung-Nya itu (KPR 1:8). Kuasa ini adalah suatu kewibawaan saat para murid itu bersaksi tentang karya keselamatan yang telah Tuhan Yesus sediakan. Dalam kasus tertentu kuasa itu hadir pula dalam wujud kemampuan untuk menghadirkan mujijat-mujizat. Para murid Tuhan yang berdoa saat menerima penghambatan dari para ulama Yahudi dalam doanya meminta agar mereka diberi keberanian untuk memberitakan firman dan mengadakan mujizat-mujizat (KPR 4:29,30).

Alkitab menuliskan banyak kesaksian tentang ketaatan para murid mula-mula itu dalam melaksanakan amanat Tuhan- Nya. Seorang nelayan, tiba-tiba di hari Pentakosta itu memiliki keberanian untu berkotbah di hadapan ribuan orang di Yerusalem. Dengan wibawa dari Roh Kudus nelayan yang bernama Petrus ini menantang para pendengarnya untuk bertobat dan memberi diri dibaptis. Tiga ribu orang memberi diri untuk percaya dan dibaptis (KPR 2:41). Bersama Yohanes, mantan sesama nelayan, di Gerbang Indah, Bait Allah Yerusalem seorang lumpuh sejak lahir, dalam nama Tuhan Yesus dibuatnya bangun, berdiri dan berjalan (KPR 3: 6,7). Filipus, seorang diakon yang dipilih untuk urusan meja pun dipakai Tuhan dengan kuasa Roh Kudus sehingga banyak orang percaya karena kesaksiannya. Beliau pergi ke Samaria, orang-orang Samaria yang mendengar Injil dari diakon Filipus ini memberi diri untuk dibaptis (KPR 8:12). Bahkan orang Kristen biasa dengan kuasa Roh Kudus menjadi saksi yang luar biasa. Jemaat Antiokhia adalah hasil kesaksian orang-orang Kristen biasa ini (KPR 11: 20,21,26). Kita pun kini bisa dipakai Tuhan untuk menjadi saksi-Nya dan kuasa Roh Kudus akan menyertai kita. Kiranya lebih banyak orang yang diselamatkan. (PurT)

No : 26. Edisi Minggu, 30 Juni 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (2)

Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku (Yohanes 16:14)

Minggu lalu kita sudah menyimak penyataan-penyataan Tuhan Yesus tentang Ro Kudus yang di antaranya Roh Kudus itu menyertai orang percaya untuk selamanya (Yoh 14:16). Penyertaannya itu dengan cara tinggal di dalam diri setiap orang percaya (Yoh 14:17). Hari ini kita akan menyimak lebih jauh tentang pribadi Roh Kudus ini. Tuhan Yesus juga menyatakan bahwa Roh Kudus itu akan memuliakan Tuhan Yesus (Yoh 16:14). Karena Roh Kudus itu tinggal dalam diri setiap orang percaya, maka setiap orang percaya kepada Tuhan Yesus, hidupnya akan memuliakan Tuhan Yesus. Karakter orang percaya itu akan disucikan, dihaluskan, pendeknya diubahkan. Inilah yang kemudian hari Rasul Paulus menulis dalam suratnya kepada orang Korintus bahwa setiap orang yang berada di dalam Kristus, ia akan menjadi ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2 Kor 5:17). Sehingga orang percaya itu dimampukan untuk hadir sebagai pribadi yang memuliakan Tuhan Yesus. Rasul Paulus sebelumnya adalah seorang penghujat, penganiaya dan orang yang ganas demikian pengakuannya namun karena kasih karunia pengampunan dan keselamatan dalam Kristus, beliau berubah menjadi saksi Tuhan, pelayan yang memuliakan Tuhannya (1 Tim 2:12,13,17). Rasul Petrus yang sempat terpuruk dan menyangkali Tuhannya karena ketakutan dan tidak siap untuk menderita bersama Tuhannya, namun setelah pengalaman Pentakosta, berubah total. Petrus lama sudah tidak ada lagi, yang ada adalah Petrus baru yang hidupnya memuliakan Tuhannya. Bahkan kemudian beliau membuat para pendakwanya di Mahkamah Agama terheran-heran bahwa orang biasa ini telah berubah menjadi orang yang begitu berani bersaksi tentang Kristus (KPR 4:13).

Hidup yang memuliakan Tuhan Yesus itu adalah hidup yang dipimpin Roh Kudus. Hidup yang dipimpin Roh Kudus akan menghasilkan buah Roh Kudus dalam hidup kesehariannya. Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal 5:22,23) akan hadir dan menjadi berkat pula bagi orang- orang di sekitarnya. Pendeknya orang yang hidup dalam Roh Kudus itu akan menjadi orang yang saleh yaitu orang yang telah menyalibkan hidup kedagingan dengan segala nafsu dan keinginannya (Gal 5:16, 24). Memuliakan Tuhan itu bukan semata lewat pujian saat beribadah, namun seluruh keberadaan hidup orang yang didiami Roh Kudus itu menjadi pujian bagi kemuliaan Tuhan Yesus. Hal ini hanya dimungkinkan kalau orang itu berserah penuh untuk dipimpin oleh Roh Kudus. Adalah tantangan bagi orang percaya masa kini untuk menghadirkan hidup yang dipimpin Roh Kudus. Hidup jemaat mula- mula di Yerusalem, begitu menarik sehingga disukai semua orang dan berdampak pada pertumbuhan jemaat itu. Setiap hari jumlah orang yang diselamatkan itu bertambah (KPR 2:47). Bagaimana dengan kita? (PurT)

No : 25. Edisi Minggu, 23 Juni 2019

Tuhan Yesus dengan Roh Kudus (1)

“…Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya,…” (Yohanes 14:16)

Para polemist Muslim yang mencari nubuat untuk nabinya dalam Alkitab kita, di antaranya “memaksa” Yohanes 14:16 ini sebagai nubuat yang dimaksudnya. Tuhan Yesus menjelang puncak pelayanan-Nya di bumi ini menjanjikan kepada para murid-Nya bahwa Beliau akan meminta kepada Bapa untuk mengutus seorang Penolong yang lain (Yoh 14:16). Penolong yang dimaksud adalah Roh Kebenaran (Yoh 14:17) yang disebut juga Roh Kudus (KPR 1:3,8). Namun para polemist Muslim itu meyakini bahwa Penolong itu adalah Muhamad. Mereka sedikit memelesetkan kata Parakleton dalam ayat ini mejadi perikluton yang searti dengan Ahmad, nama lain untuk Muhamad. Namun secara konteks “pemaksaan” itu tidak bisa selaras dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pertama, Ucapan Tuhan Yesus itu secara jelas tertulis: kai allon parakletov. Kata allon dalam Bahasa Yunani secara khusus mengandung makna yang lain, namun sehakikat. Tuhan Yesus adalah illahi, Penolong itupun harus illahi, itu yang dimaksud dengan sehakikat. Sebagai perbandingan kata yang lain yang tidak sehakikat dalam Bahasa Yunani adalah kata eteron. Dengan demikian nyata yang dimaksud Tuhan Yesus adalah penolong yang sehakikat dengan Dirinya, yaitu Roh Kudus. Kedua, Penolong itu ditegaskan dalam ayat yang sama akan menyertai murid- murid Tuhan Yesus selama-lamanya. Hanya pribadi yang illahi dan kekal yang bisa menyertai para murid untuk selama- lamanya. Sebab penyertaan-Nya itu bukan semata untuk murid-murid Tuhan masa itu melainkan juga untuk para murid Tuhan Yesus sepanjang masa, termasuk para murid pada masa kini.

Ketiga, dalam ayat ke 17-nya Tuhan Yesus menjelaskan lebih jelas lagi. Beliau menyatakan bahwa dunia, maksudnya orang-orang yang belum percaya tidak akan menerima, dan tidak mengenal Roh Kebenaran itu. Sebaliknya setiap orang percaya akan mengenal-Nya, sebab Roh Kebenaran itu menyertai orang percaya itu dengan tinggal di dalam diri setiap murid Tuhan. Adalah suatu kemustahilan kalau yang dimaknai Parakletos itu seorang nabi yang hidup secara fisiknya hanya sementara di dunia ini. Seorang nabi kalau menyertai muridnya pun terbatas, tidak mungkin bisa menyertai semua muridnya sekaligus, kecuali para muridnya itu dalam jumlah terbatas dan secara bersamaan hadir di satu tempat yang sama. Lebih mustahil lagi, menyertainya itu dengan tinggal di dalam diri para muridnya. Lain halnya dengan Roh Kudus yang tidak memiliki fisik, Beliau adalah Roh. Sebagai pribadi Allah yang roh, Beliau Mahahadir. Sebagai pribadi Allah yang Mahahadir, Beliau bisa menyertai orang- orang percaya untuk selamanya, bahkan tingal di dalam diri setiap orang percaya. Yakinkan diri Anda, sudahkah Roh Allah ini diam dalam diri Anda (Roma 8:9)? (PurT)

No : 24. Edisi Minggu, 16 Juni 2019

Tuhan Yesus dan Pentakosta

Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus (KPR 2:4a).

Pentakosta, adalah salah satu hari raya utama dalam kalender Israel. Seperti halnya Paskah Israel yang mengingat peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir yang telah disempurnakan dengan Paskah Kristus yang jadi korban bagi keluarnya orang percaya dari belenggu dosa, Pentakosta pun dipakai Tuhan untuk memenuhi janji Allah, dengan turunnya Roh Kudus, memenuhi orang percaya (KPR 2:1-13). Tuhan Yesus menjelang naik ke sorga sudah mengingatkan para murid-Nya untuk tidak meninggalkan Yerusalem dan menyuruh para murid ini untuk menantikan janji Bapa, yang – demikian kata-Nya – “telah kamu dengar dari pada- Ku. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” (KPR 1:4,5). Para murid saat itu harus menanti selama sepuluh hari setelah Tuhan Yesus naik ke sorga sebelum mereka mengalami pembaptisan Roh Kudus itu. Roh Kudus itu memenuhi diri para murid itu (KPR 2:4). Pengalaman para murid saat itu adalah pengalaman unik yang tidak terulang. Hanya sekali itu saja untuk didiami Roh Kudus orang percaya harus menunggu. Sebab Roh Kudus saat itu belum diutus Tuhan Yesus untuk menyertai setiap orang percaya (Yoh 16:7). Setelah peristiwa Pentakosta itu, Roh Kudus sudah berada di dunia ini. Maka setiap orang percaya kepada Kristus, pada saat ia memutuskan untuk beriman kepada Kristus, saat itu juga ia dimeteraikan oleh Roh Kudus (Efs 1:13). Sesuai dengan janji Tuhan Yesus, bahwa Roh Kudus itu adalah Pribadi Allah yang lain yang akan menyertai setiap orang percaya untuk selamanya. Roh Kudus itu akan tinggal dalam diri setiap orang percaya (Yoh 14:17). Setiap orang percaya tidak lagi harus menunggu sebelum didiami Roh Kudus.

Pemeteraian oleh Roh Kudus, atau diamnya Roh Kudus dalam diri seseorang yang memutuskan untuk beriman kepada Kristus itulah yang disebut juga sebagai pembaptisan Roh Kudus (KPR 1:5). Kondisi ini sekali untuk selamanya. Sedangkan Kepenuhan Roh Kudus adalah peristiwa saat seseorang dengan segenap hatinya berserah penuh kepada Tuhan, atau mengijinkan Tuhan lewat kehadiran Roh Kudusnya untuk menjadi Raja dalam hidupnya. Saat peristiwa Pentakosta, para murid yang menanti janji Bapa itu, sudah dengan sepenuh hati berserah kepada Tuhan, maka mereka langsung mengalami kepenuhan Roh Kudus itu (KPR 1:4a). Mereka pun segera dengan kuasa menjadi saksi, kemudian Rasul Petrus langsung jadi pengkhotbah yang dipenuhi Roh Kudus, yang membawa kepada penuaian awal, lahirnya gereja dengan sekitar 3000 orang memberi diri dibaptis (KPR 2:41). Kepenuhan Roh Kudus kembali dialami oleh orang-orang percaya, saat mereka diperhadapkan dengan keadaan sulit, terancam oleh para imam, mereka berdoa dengan sepenuh hati, meminta keberanian, Roh Kudus pun penuhi diri mereka (KPR 4:24-31). Mereka pun dengan berani memberitakan Firman Allah. Roh Kudus bisa pula penuhi hidup kita, sekarang. (PurT)

No : 23. Edisi Minggu, 9 Juni 2019

Tuhan Yesus Kembali ke Sorga (2)

Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu : Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu (Yohanes 16:7).

Murid-murid Tuhan yang tergoncang dan ketakutan bahkan putus asa segera pulih setelah Tuhan Yesus bangkit dan menjumpai mereka. Selama 40 hari Tuhan menjumpai mereka berulang kali dalam berbagai kesempatan dan beragam tempat, yang kemudian memberi mereka amanat. Tuhan Yesus kemudian kembali ke sorga. Mengapa Tuhan harus kembali ke sorga, bukankah baik kalau Tuhan terus menyertai para murid-Nya? Beberapa waktu sebelum Tuhan Yesus memuncaki pelayanan-Nya yaitu karya salib, Beliau sudah memberitahu para murid-Nya bahwa Beliau akan ke rumah Bapak untuk menyediakan tempat (Yoh 14:3). Hal kembalinya Tuhan ke Sorga itu disampaikan pula dalam kaitan dengan kedatangan Penghibur yaitu Roh Kudus. Tuhan Yesus menegaskan peristiwa itu sebagai lebih berguna, sebab tanpa Tuhan Yesus kembali ke sorga, Penghibur itu tidak akan datang (Yoh 16:7). Tuhan Yesus sudah menyelesaikan tanggung jawabnya yaitu karya salib. Karya salib itu adalah penyataan kasih Allah yang tertinggi: Tuhan Yesus berkorban, demi keselamatan manusia, penebusan manusia dari belenggu dosa. Dengan penderitaan dan kematian-Nya itu Tuhan Yesus menggenapi janji Allah yang sudah dinyatakan dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama (Luk 24:44-46). Setelah itu, kehadiran Tuhan Yesus yang terbatas oleh fisiknya tidak memungkinkan untuk menyertai segenap orang percaya yang tersebar di segala tempat. Berbeda hal- nya dengan Roh Kudus yang tidak terikat oleh fisik, Roh Kudus bisa menyertai semua orang percaya itu.

Tuhan Yesus menyatakan bahwa Roh Penolong yang sehakikat dengan-Nya itu yang akan menyertai orang percaya selamanya, bahkan Roh Penolong itu diam di dalam diri setiap orang percaya (Yoh 14:16,17). Roh Kudus ini adalah pribadi Allah yang lain adalah pribadi yang Mahahadir. Tuhan Yesus menjelaskan bahwa Roh Kudus itu di antaranya akan menginsafkan dunia tentang dosa, karena tidak percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 16:8). Roh Kudus itu akan memampukan orang percaya memahami seluruh kebenaran, juga akan menyatakan hal-hal yang akan datang serta akan memuliakan Tuhan Yesus (Yoh 16:13,14). Sesaat menjelang Tuhan Yesus naik ke sorga, Beliau pun menegaskan pula bahwa Roh Kudus itu akan memberi kuasa kepada murid-murid Tuhan untuk menjadi saksi-Nya (KPR 1:8). Kitab Kisah Para Rasul membuktikan semua janji Tuhan Yesus sebelum Beliau naik ke sorga itu. Misalnya, seorang nelayan yang ragu-ragu dan sempat menyangkali Gurunya karena takut, setelah didiami Roh Kudus, tiba-tiba berubah menjadi seorang pengnafsir Alkitab, juga pengkotbah yang berwibawa dan dipakai Tuhan untuk mempertobatkan sekitar 3000 orang (KPR 2). Pendeknya setiap orang percaya, dipakai Tuhan menjadi alat kemuliaan- Nya. Anda pun adalah alat kemuliaan- Nya. (PurT)

No : 22. Edisi Minggu, 2 Juni 2019

Tuhan Yesus Kembali ke Sorga

"Sesudah mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutupi-Nya dari pandangan mereka." (KPR.1:9).

Tuhan Yesus kembali ke sorga karena dari sorgalah asal Tuhan Yesus. Sehari setelah Tuhan Yesus memberi makan kepada sekitar 5.000 orang pria di seberang Galilea (Yoh 6:10), Tuhan Yesus memberi pengajaran bahwa Dirinya adalah Roti Hidup (Yoh 6:35). Beliau adalah Roti Hidup yang turun dari sorga untuk melaksanakan kehendak Bapa (Yoh 6:38,41,51,58). Beberapa kali Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dirinya turun dari sorga. Para pendengarnya saat itu sulit memahaminya sebab mereka tahu Tuhan Yesus berasal dari Nazaret dan mengenal pula kedua orang tua-Nya (Yoh 6:42). Mereka belum paham bahwa Tuhan Yesus itu illahi dan sekaligus insani. Mereka hanya paham bahwa Tuhan Yesus itu insani persis seperti mereka yang memiliki orang tua, dan tempat asalnya. Mereka sulit memahami bahwa Tuhan Yesus berasal dari sorga. Kesulitan untuk memahami pribadi Tuhan Yesus yang teramat unik ini, masih terjadi sampai hari ini. Namun justru dengan pengajaran-Nya tentang roti hidup ini Tuhan Yesus sedang menyatakan bahwa Dirinya adalah illahi (band dg Yoh 1:1). Karena Beliau illahi dan berasal dari sorga, setelah Beliau menyelesaikan karya-Nya yaitu menderita sengsara, disalibkan, mati dan dikuburkan, namun bangkit kembali pada hari yang ketiga, Beliau kembali ke sorga yang disaksikan oleh para murid-Nya (KPR 1:9). Satu hari kelak Beliau akan kembali lagi ke dunia ini (KPR 1:11).

Sedangkan maksud kedatangannya yang pertama sekitar 2000 tahun yang lalu adalah untuk melaksanakan kehendak Bapa (Yoh 6:38). Kehendak Bapa yang disampaikan-Nya saat itu ialah peneguhan janji bahwa setiap orang yang percaya kepada beliau beroleh hidup yang kekal dan saatnya nanti akan dibangkitkan oleh Tuhan Yesus (Yoh 6:40). Janji itu bisa diwujudkan dengan karya agung penderitaan-kematian-kebangkitan-Nya. Secara tidak langsung saat itu Tuhan Yesus sudah menjelaskan hal karya penyelamatan itu dengan menyampaikan bahwa orang harus makan daging-Nya dan minun darah-Nya untuk memiliki hidup yang kekal itu dan pada akhir zaman akan dibangkitkan-Nya (Yoh 6: 54). Implikasinya ialah, hanya Tuhan Yesus yang kembali ke sorga, karena Beliau memang berasal dari sorga. Sedangkan orang yang percaya kepada Beliau, saat Tuhan mempermuliakannya, bukan kembali ke sorga, melainkan dimuliakan dan dipanggil ke sorga karena beriman kepada Tuhan Yesus yang sudah menebusnya. Orang percaya ini bukan berasal dari sorga dan belum pernah ke sorga. Namun karena beriman kepada Tuhan Yesus diberi pahala sorga. Inilah anugerah yang tidak terbandingkan. Anugerah ini lebih hebat dari sekedar sembuh dari sakit, atau terhindar dari kecelakaan. Anugerah sorga, hanya terwujud karena penebusan Tuhan Yesus. Muliakanlah Beliau dengan hidup kita. (PurT).

No : 21. Edisi Minggu, 26 Mei 2019

Tuhan Yesus Yang Bangkit dan Dua Murid-Nya

“Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” (Lukas 24:7)

Adalah dua orang murid Tuhan Yesus, sangat mungkin tergolong murid-murid rombongan 70 orang (Luk 10:1), seorang di antaranya bernama Kleopas (Luk 24:13,18) berjalan dengan kecewa ke Emaus. Seperti banyak yang lainnya saat itu, keduanya begitu terpesona oleh Tuhan Yesus yang tampil sebagai nabi yang penuh kuasa dalam pekerjaan dan perkataan (Luk 24: 19). Tentu mereka menyaksikan bagaimana Tuhan Yesus mengerjakan banyak mujijat, mengusir setan yang merasuki orang, menyembuhkan orang yang sakit, termasuk membangkitkan orang mati. Keduanya pun mendengar hal pengajaran Tuhan Yesus yang disampaikan dengan penuh wibawa. Kesemuanya itu membuatnya sangat berharap bahwa Tuhan Yesuslah yang akan membebaskan bangsa Israel yang saat itu sedang terjajah oleh kekaisar Romawi (Luk 24:21). Suatu pengharapan yang masuk akal, dan bisa dipahami, karena ada kerinduan (untuk bebas dari keterjajahan) dan berjumpa dengan seorang pribadi yang luar biasa (Tuhan Yesus). Pengharapan ini berakar pada konsep sosial politik. Tidak mengheranpan keduanya kecewa dan dalam kemurungan pulang kampung ke Emaus. Sebab Tuhan Yesus pengharapannya itu sudah ditangkap, dijatuhi hukuman mati dan disalibkan (Luk 24:20). Runtuhlah pengharapan mesianis, sosial politisnya. Sekalipun pagi itu mereka sudah mendengar bahwa para perempuan telah mendapat berita dari para malaikat yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus hidup, bangkit. mereka juga mendengar para murid lainnya pun tidak melihat tubuh Tuhan di kuburnya (Luk 24: 22-24), namun keduanya rupanya tetap tidak yakin, mereka pergi ke Emaus dengan kecewa.

Saat itulah Tuhan Yesus jumpai mereka, Tuhan yang pada mulanya tidak keduanya kenali bertanya, “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” (Luk 24:17). Wajar bila mereka menyangka Tuhan Yesus sebagai orang asing, sebab berita tentang penyaliban Tuhan itu tentunya diketahui semua orang di Yerusalem (Luk 24: 18). Tuhan Yesus pun menegur mereka sebagai orang bodoh, yang tidak percaya kepada nubuat para nabi bahwa Mesias harus menderita. Tuhan pun mengurai hal nubuat-nubuat itu (Luk 24: 26,27). Baru saat mereka makan malam, mata mereka tercelik dan kenali bahwa orang yang menemaninya berjalan itu Tuhan Yesus (Luk 24:30,31). Hati keduanya sudah dibangkitkan saat berjalan, mata mereka tercelik saat makan, pemahaman mereka pun berubah. Lupa akan kelelahannya dan tidak peduli hari sudah gelap, keduanya segera balik ke Yerusalem untuk membagikan pengalaman perjumpaannya dengan Tuhan Yesus. Pengalamannya itu diteguhkan oleh kesaksian para murid lainnya. Mereka jadi yakin bahwa Tuhan Yesus betul sudah bangkit, mengalahkan kematian (Luk 24:33-35). Konsep mesianis sosial politiknya pun gugur dan berganti dengan konsep mesianis alkitabiah. Tuhan Yesus menderita untuk tebus orang berdosa. (PurT)

No : 20. Edisi Minggu, 19 Mei 2019

Tuhan Yesus Kebangkitan Yang Sulung

...Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu (Kolose 1:18)

Sulung, mengapa Tuhan Yesus yang disebut yang sulung yang bangkit dari antara orang mati? Bukankah Perjangjian Baru telah melaporkan tentang orang- orang yang dibangkitkan oleh Tuhan Yesus? Renungan kita minggu lalu telah menulis tentang seorang praremaja yang telah alami kematian beberapa saat dan dibangkitkan oleh Tuhan Yesus (Mrk 5:41,42). Kemudian seorang pemuda yang telah diusung ke pemakaman untuk dimakamkan, Tuhan Yesus bangkitkan pula (Luk 7:14,15) dan Lazarus, penduduk Betania yang sudah empat hari dikuburkan, juga Tuhan Yesus bangkitkan (Yoh 11:43,44). Bahkan Injil Matius melaporkan tentang kebangkitan orang- orang kudus yang bangkit terkait dengan kematian Tuhan Yesus (Mat 27:52,53). Mereka semua yang telah alami kematian dan yang kemudian dibangkitkan Tuhan Yesus itu jalani hidup normal seperti umumnya manusia namun kemudian alami kematian lagi. Berbeda halnya dengan Tuhan Yesus. Beliau alami kesengsaraan hebat, mati disalibkan secara terhina, dikuburkan, namun pada hari yang ketiga bangkit kembali mengalahkan kematian. Tuhan yang bangkit secara jasmaniah dan hidup serta menemui terutama para murid-Nya dalam kurun waktu 40 hari. Kemudian Beliau naik ke sorga. Beliau tidak alami kematian lagi seperti halnya mereka yang Tuhan Yesus bangkitkan itu. Tuhan Yesus terus hidup yang disaksikan oleh Stefanus menjelang Stefanus alami kematian karena perajaman. Tuhan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah (KPR 7:56). Dan kata malaikat Beliau akan datang kembali secara jasmaniah satu hari kelak (KPR 1:11).

Itu sebabnya Tuhan Yesus disebut yang sulung dari antara orang yang bangkit dari kematiannya. Kristus yang bangkit sebagai yang sulung itu adalah bukti nyata bahwa setiap orang yang percaya yang alami kematian akan alami kebangkitan juga secara jasmaniah. Tuhan Yesus adalah kepala dari jemaat (Kol 1:18). Dalam rangka mengoreksi paham yang keliru dari sebagian orang di jemaat Korintus, Rasul Paulus menegaskan bahwa Tuhan Yesuslah yang sulung yang bangkit dari kematian-Nya. Dan orang percaya dalam persekutuan dengan-Nya juga akan alami kebangkitan. Tuhan Yesus yang sulung, sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya (1 Kor 15: 20, 22, 23). Rasul Yohanes dalam penglihatannya di pulau Patmos menyebut dalam ucapan berkatnya termasuk dari Tuhan Yesus yang disebut sebagai Saksi setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati (Wah 1:5). Satu hari kelak Tuhan Yesus akan datang kembali. Setiap orang yang berman kepada-Nya menjadi milik-Nya dan orang-orang yang dimiliki-Nya yang telah alami kematian saat Tuhan Yesus datang itu akan dibangkitkan. Sedangkan milik Kristus yang masih hidup saat itu akan diangkat menyusul kebangkitan besar itu (1 Tes 4:16,17). Inilah waktunya untuk memastikan apakah Anda telah terbilang sebagai milik Kristus? (PurT)

No : 19. Edisi Minggu, 12 Mei 2019

Tuhan Yesus Kebangkitan dan Hidup

“Akulah kebangkitan dan hidup;...” (Yohanes 11:25)

Tiga kali dalam Kitab-Kitab Injil dilaporkan Tuhan Yesus membangkitkan orang yang sudah alami kematian. Suatu mujijat yang luar biasa. Nabi Elisa pernah pula dikabulkan doanya untuk membangkitkan kembali anak sepasang orang kaya penduduk Sunem yang telah alami kematian (2 Raja 4:33-37). Namun Nabi Elisa berdoa kepada TUHAN, sedangkan Tuhan Yesus membangkitkan ketiga orang tersebut dengan kuasa-Nya sendiri. Adalah seorang nona praremaja usia 12 tahun putri seorang imam di Kapernaum. Saat itu ia baru saja alami kematian akibat sakitnya, Tuhan Yesus datang dan berkata kepada nona kecil itu: “Talita kum” anak itupun seketika itu pula bangkit kembali (Mrk 5:410). Adapun seorang pemuda putra tunggal seorang janda penduduk kota Nain sudah dalam perjalanan menuju pemakaman. Tuhan Yesus tergerak oleh belas kasihan, mengingat peristiwa ini adalah pengalaman kedua kalinya bagi ibu itu. Dan ia tidak punya siapa-siapa lagi. Seraya menyentuh usungan jenazah Tuhan Yesus berkata:”Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” adalah keajaiban, anak muda itupun bangkit (Luk 7:14,15). Lain lagi dengan Lazarus penduduk kota Betania; ia dan kedua saudarinya adalah para sahabat Tuhan Yesus. Lazarus sudah dikuburkan empat hari. Ketika Tuhan Yesus menyuruh untuk membuka penutup makam Lazarus, Maria saudara Lazarus pun ajukan keberatan sebab tubuh Lazarus sudah mulai membusuk. Namun Tuhan Yesus meneguhkannya dan Tuhan Yesus berseru dengan suara keras: ”Lazarus, marilah ke luar!” Lazarus pun keluar dari kuburnya (Yoh 11; 39-44). Dalam kasus Lazarus ini Tuhan Yesus memang berkata kepada Bapa, namun bukan memohon kuasa, melainkan menyampaikan syukur (Yoh 11: 41-42).

Ketiga orang di atas dibangkitkan kembali oleh Tuhan Yesus sang pemilik hidup (Yoh 1:4). Sedangkan Tuhan Yesus yang alami kematian dan sudah dikuburkan, bahkan kuburnya dijaga para serdadu Romawi pula; Beliau bangkit pada hari ketiga dengan sendirinya. Hal itu terjadi karena seperti penegasan Beliau kepada Marta, saudara Lazarus itu, bahwa Dirinya adalah kebangkitan dan hidup (Yoh 11:25). Kematian-Nya yang menyusul segala penderitaan-Nya yang hebat itu adalah penggenapan dari hal yang sudah ditulis dalam kitab Taurat, kitab para nabi dan kitab Mazmur (Luk 24:44-46). Semuanya sudah dirancang sebagai program penyelamatan bagi umat manusia. Beliau bangkit kembali mengalahkan kematian, sebab Beliaulah kebangkitan itu. Beliau pun menjanjikan untuk setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan alami maut (Yoh 11:26). Karena Beliaulah jalan pertobatan dan pengampunan dosa itu (Luk 24:47). Setiap orang percaya yang alami kematian akan dibangkitkan ke dalam hidup (1 Tes 4:16). Pastikan bahwa Anda terbilang orang percaya. (PurT)

No : 18. Edisi Minggu, 5 Mei 2019

Tuhan Yesus Memang Telah Bangkit

“... Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring ...” (Matius 28:6)

Hoax adalah kata yang begitu populer belakangan ini. Seakan hampir semua kalangan pernah mengucapkannya. Padahal sebelumnya kebanyakan orang tidak pernah mendengar kata ini, apalagi memahami makna yang disandangnya. Hoax mengandung makna berita atau cerita bohong yang dirancang dengan tujuan untuk memperdaya. Sekira tahun 30 K (Kristus) para imam kepala panik. Mereka mendengar laporan dari para serdadu Romawi yang menjaga makam Tuhan Yesus tentang pengalaman yang menggentarkan mereka bahwa Tuhan Yesus bangkit (Mat 28: 4). Para imam kepala itu bersama para tua-tua Yahudi berunding dan merancang berita bohong. Mereka menyuap para serdadu Romawi itu dengan banyak uang agar para serdadu itu mengabarkan bahwa saat mereka tertidur murid-murid Tuhan datang mencuri jenazah Tuhannya (Mat 28: 11-13). Demi uang para serdadu itu rela mengorbankan reputasinya. Mereka seakan abai atas tanggung jawabnya dan tidur, tentunya pengakuan itu sangat beresiko. Sedangkan para imam dan para tua-tua Yahudi itu menempuh jalan berbahaya demi menutupi ketidakpercayaan mereka bahkan kebencian mereka kepada Kristus. Hasilnya rupanya hoax itu dipercaya oleh orang-orang Yahudi (Mat 28:15). Paling tidak untuk sementara. Di pihak lain para murid yang bersembunyi karena takut terhadap para pemimpin Yahudi yang telah berhasil membunuh Tuhan mereka mendengar dan mengalami pengalaman perjumpaan dengan Tuhan Yesus yang sudah bangkit itu. Malaikat Tuhan menegaskan kepada para murid wanita yang mendatangi makam Tuhannya itu bahwa Tuhan Yesus tidak ada disitu lagi, Beliau sudah genapi janji-Nya, Beliau sudah bangkit (Mat 28:6).

Rangkaian perjumpaan dengan Tuhan Yesus yang hidup, yang telah mengalahkan kematian itu, meneguhkan hati dan mengobarkan iman serta menjadikan para murid itu penyaksi iman yang luar biasa. Berita dari malaikat, diteguhkan dengan perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus yang bangkit itu, membuka pikiran para murid untuk taati perintah Tuhannya itu. Di tengah tersebarnya hoax para murid menyakinkan para pendengarnya bahwa Tuhan Yesus memang telah bangkit, jenazahnya tidak didapati di makamnya bukan karena dicuri oleh mereka, melainkan Tuhan bangkit dan telah menjumpai mereka. Mereka menjadi pemberita yang rela tanggung derita, akibat permusuhan dan kebencian para pemimpin Yahudi bahkan mereka rela mati syahid untuk kenyataan kebangkitan itu. Hoax pun dipatahkan, jumlah orang percaya dan menjadi murid Tuhan terus bertambah. Bahkan Alkitab mencatat sejumlah besar imam pun menjadi percaya (KPR 6:7). Itulah kuasa kebangkitan. (PurT).

No : 17. Edisi Minggu, 28 April 2019

Tuhan Yesus Sudah Bangkit

"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati ? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit ...” (Lukas 24:5,6)

Bak matahari yang menyibak dan mengusir kegelapan malam, Tuhan Yesus bangkit kalahkan kematian di pagi pertama minggu itu. Kegelapan masif di malam hari, sirna tanpa bekas saat matahari pagi memancarkan sinar terangnya, memberi kehangatan serta memberi kehidupan kepada semesta. Tuhan Yesus pun telah bangkit, kematian tidak mampu menahan fisik-Nya untuk tetap terbujur kaku dalam kubur-Nya. Tuhan telah tinggalkan kubur dan kembali hidup (Luk 24:5,6). Tuhan Yesus bangkit secara fisik, Alkitab mencatat tidak kurang dari sebelas kali Tuhan menjumpai para murid-Nya dalam beragam kesempatan dan tempat. Bahkan Alkitab mencatat pula bahwa Tuhan Yesus satu kali menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus orang sekaligus, saat Surat Korintus ditulis, sebagian besar dari para penyaksi itu masih hidup dan siap menjadi saksi kebangkitan-Nya itu (1 Kor 15:6). Adalah benar sepenuhnya bahwa iman para murid-Nya bangkit kembali Namun bukan hanya iman para murid yang bangkit pada Paskah itu, melainkan justru iman para murid itu bangkit kembali sebab mereka jumpa dengan Tuhannya yang sudah bangkit kalahkan kematian. Adalah kenyataan bahwa Tuhan Yesus bangkit secara fisik. Tubuh Tuhan Yesus bisa dijamah (Yoh 20:27). Setelah Tuhan bangkit, Beliau bisa menyantap makanan (Luk 24:30). Untuk meyakinkan para murid-Nya yang masih ragu yang baru kembali dari dari danau menjala ikan malam itu, Tuhan Yesus menyajikan dan mengajak mereka sarapan pagi di tepi danau Tiberias itu (Yoh 21:9, 12). Tuhan Yesus pun berjalan bersama murid-Nya persis seperti sebelum Beliau alami kematian tersalib (Luk 24:13-27; Yoh 21:20).

Tentu saja Tuhan Yesus meneguhkan iman para murid-Nya. Rasul Petrus secara khusus diuji kesetiaan dan kasihnya kepada Sang Guru. Murid yang sempat menyangkali Gurunya karena merasa terancam dan belum siap turut menderita bersama Gurunya itu, pagi itu diteguhkan dan menyatakan bahwa Gurunya adalah sahabatnya. Sang murid menjawab bahwa kasihnya kepada Sang Guru adalah kasih seorang sahabat (philo, dari phileo). Maka perintah untuk menggembalakan pun Tuhan berikan kepadanya (Yoh 21:15- 17). Yang paling utama setelah kebangkitan-Nya, Beliau memberi perintah dan memberi kuasa kepada para murid-Nya untuk memberitakan Injil. Segala penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya adalah jalan bagi pertobatan dan pengampunan dosa untuk segala bangsa (Luk 24:46,47). Gereja Tuhan kemudian menyebut perintah akhir-Nya itu sebagai Amanat Agung (Mat 28:19,20: Mrk 16:15; Luk 24:46,47; Yoh 20:21; KPR 1:8). Amanat-Nya itu diberikan bukan oleh seorang Pribadi yang telah mati, melainkan dari Pribadi yang telah bangkit. Amanat itu adalah keharusan. Siapkah Anda menaati dan jadi pelaksana Amanat-Nya itu? (PurT)

No : 16. Edisi Minggu, 21 April 2019

Tuhan Yesus dan Salib (3)

....berserulah Yesus dengan suara nyaring : “Eli, Eli lama sabakhtani?” (Matius 26:46)

Hukuman salib adalah salah satu hukuman yang mengerikan dan penderitaan yang teramat hebat dan panjang. Ajal datang pelan-pelan setelah menderita dalam waktu lama. Inilah jalan kematian yang Tuhan Yesus alami demi keselamatan kita yang mengingatnya setiap Ju’mat Agung. Setelah Tuhan Yesus dijatuhi hukuman mati oleh Majelas agama Yahudi karena dianggap telah menista Nama Allah (Mrk 14:64), mereka melecehkan Tuhan Yesus (Mrk 14:65). Namun mereka tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan hukuman mati itu, mereka pun membawa-Nya ke hadapan gubernur Romawi yang miliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman mati itu. Sekalipun Gubernur Pilatus tidak mendapati kesalahan Tuhan Yesus yang layak untuk dihukum mati, namun atas desakan para petinggi keagamaan Yahudi yang mendakwanya, ia pun menyerahkan Tuhan Yesus untuk disalibkan. Tuhan Yesus mejalani penyesahan (Yoh 19:1). yaitu dicambuk dengan cambuk berujung tiga dari logam tajam. Tiga puluh Sembilan kali cambukan oleh algojo yang bertenaga penuh telah merobek-robek punggung Tuhan Yesus. Sungguh penyiksaan yang teramat menyakitkan. Mahkota duri pun dikenakan pada kepala-nya, kembali pelecehan dialami-Nya kali ini dari para perajurit Romawi (Yoh 19:2,3). Dengan tenaga yang masih tersisa Tuhan Yesus harus memikul salib-Nya menyusuri lorong-lorong Yerusalem menuju Bukit Golgota. Terseok-seok Beliau menjalani jalan mendaki itu, ejekan dan cambukan menyelingi pejalanan yang berat itu. Tanpa bantuan dari Simom orang Kirene (Luk 23:26), mungkin Tuhan Yesus tidak sanggup untuk sampai ke Bukit Golgota itu.

Saat kedua tangan dan kaki-Nya dipakukan ke kayu salib kasar itu, kesakitan yang hebat mendera tubuh Tuhan yang sudah teramat terkuras kekuatan jasmaniah-nya. Kedua kakinya ditopang agar badannya tidak tergantung penuh, dan dengan posisi seperti itu Tuhan Yesus tidak tercekik dan bisa bernafas. Namun demikian ajal melambat dan penderitaan pun bertambah panjang. Inilah suatu kematian dengan penyiksaan yang teramat hebat. Saat disalibkan itu, tentunya punggung yang sudah robek- rebek direrpa cambuk, sudah memerah, bengkak dan darah pun terus menetes. Suatu pemandangan yang mengerikan. Kehausan yang hebat pun mendera- Nya. Tidak cukup dengan penderitaan jasmaniah, Tuhan Yesus Pun dicemooh, inilah penderitaan batiniah-Nya. Terebih lagi penderitaan spiritual datang menyusul saat Allah meninggalkan-Nya (Mat 27:46). Lengkap sudah penderitaan yang bisa ditanggung oleh sang Manusia sejati ini. Kesemuanya Tuhan Yesus harus jalani untuk menggenapi yang sudah tertulis dalam Kitab suci sebagai jalan pertobatan dan pengampunan dosa bagi segala bangsa (Luk 24:46,47). Janganlah sia- siakan pengorbanan Tuhan, setialah! (PurT)

No : 15. Edisi Minggu, 14 April 2019

Tuhan Yesus dan Salib (2)

“....Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?” (Matius 26:54)

Tuhan Yesus adalah Allah sejati yang mengambil rupa manusia (Yoh 1:1,14). Sebagai Allah, Tuhan Yesuslah yang menciptakan segala sesuatu (Yoh 1:3). Beliau juga pemilik hidup (Yoh 1:4). Tentunya Beliau juga yang menggenggam segala kuasa (Mat 28:18). Namun di Getsemani Tuhan Yesus seakan tanpa daya menyerahkan diri untuk ditangkap. Salah seorang murid-Nya yang bernama Petrus berupaya membela Gurunya saat penangkapan terhadap-Nya di Getsemani malam itu. Petrus mengayunkan pedangnya dan mengakibatkan daun telinga kanan Malkhus, seorang hamba Imam Besar itu terputus (Yoh 18:10). Tetapi Tuhan Yesus justru menegur Petrus dan memerintahkan untuk menyarungkan kembali pedangnya itu. Matius mencatat pernyataan Tuhan Yesus selanjutnya yaitu bahwa Beliau dapat berseru kepada Bapa- nya supaya segera mengirimkan lebih dari dua belas pasukan malaikat untuk menyelamatkan-nya. Bayangkan bila dua belas pasukan malaikat turun dari sorga, pastinya taman Getsemani itu akan dipenuhi oleh pasukan malaikat itu. Apalah artinya 600-an para satpam Bait Allah sekalipun ditopang oleh pasukan Romawi? Pastilah mereka akan kabur terbirit-birit; atau mungkin mereka malah hanya mampu bersimpuh tanda takluk. Namun Tuhan Yesus tidak memakai kewenangan-Nya itu untuk menyelamatkan diri dari penangkapan atas dirinya saat itu. Tuhan Yesus tahu waktu-Nya sudah tiba untuk memuncaki pelayanan-Nya di dunia ini yaitu disalibkan. Tuhan Yesus menegaskan kepada Petrus saat itu bahwa Beliau harus menggenapi janji Allah yang sudah tertulis dalam Kitab Suci (Mat 26:54). Beliau menyongsong salib. Rasul Yohanes mencatat perkataan Beliau kepada Petrus saat itu yaitu bahwa Beliau harus meminum cawan yang diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh 18:11).

Para penangkap Tuhan Yesus tadinya berfikir akan mendapat perlawanan itu sebabnya mereka datang lengkap dengan lentera, suluh dan senjata (Yoh 18:3). Rupanya mereka mengira akan mencari Tuhan Yesus dengan menerangi Getsemani. Mereka siap menangkap Tuhan Yesus yang bersembunyi ketakutan di salah satu relung di bukit Kidron itu dan mereka akan memergokinya dan menyangka Tuhan Yesus akan mengiba- iba minta ampun. Namun betapa kagetnya mereka saat berhadapan dengan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sama sekali tidak bersembunyi, melainkan menghadapi meraka dengan gagah, Tuhan malah bertanya: “Siapakah yang kamu cari?” Jawab mereka: Yesus dari Nazaret.” Tuhan pun menyatakan: “Akulah Dia.” Justru para penangkap itu terjengkang (Yoh 18:4-6). Bila mau dengan gampang bagi Tuhan Yesus untuk meloloskan diri malam itu. Tetapi justru Tuhan menyerahkan dirinya untuk ditangkap. Tuhan Yesus bukan ditangkap karena tidak berdaya, melainkan menyerahkan diri untuk menggenapi yang telah tertulis dalam Kitab Suci. Tanpa pengorbanan Beliau, tidak ada jalan keselamatan bagi kita. (PurT)

No : 14. Edisi Minggu, 7 April 2019

Tuhan Yesus dan Salib (1)

Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat , lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (Matius 16:21)

Tuhan Yesus tahu persis misi-Nya di dunia ini. Nama yang disandang-Nya pun telah menyatakan tujuan kedatangan-nya ke dunia ini (Mat 1:21). Matius sebagai salah seorang murid Beliau menulis dengan jelas bahwa sejak pengakuan Petrus yang mewakili para murid lainnya bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup (16:16), Beliau mulai menyatakan tentang puncak dari perjalanan hidup-Nya: Salib!!! Tuhan Yesus tidak menghindar dari ancaman salib yang mengerikan itu. Sebaliknya, Beliau menyongsong salib. Beliau menegaskan bahwa Beliau harus pergi ke Yerusalem untuk menanggung penderitaan dari pihak tua-tua, imam- imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh namun akan dibangkitkan lagi pada hari yang ketiga (Mat 16:21). Keharusan itulah yang membuat Tuhan Yesus tidak sedikitpun berupaya untuk menjauh dari Yerusalem, malah Beliau mengarahkan perjalanan puncaknya ke Yerusalem. Rasul Matius menulis empat kali Tuhannya mengatakan bahwa keharusan itu tidak bisa dihindari (16:21; 17:22,23; 20:18,19; 26:2). Saat Beliau mengatakan untuk dua kali yang terakhir Beliau menyatakan hal salib itu (Mat 20:19 dan 26:2). Bagaimana Tuhan Yesus bisa tahu bahwa penderitaan yang berpuncak pada kematian-nya itu dengan cara penyaliban? Bukankah sepanjang sejarah Perjanjian Lama bangsa Israel tidak mengenal hukuman dengan penyaliban?

Bangsa Israel sudah mengenal hukum gantung namun orang yang divonis mati itu tidak digantung hidup-hidup melainkan setelah dibunuh baru digantung (Ul 21:22,23). Saat penaklukan Kanaan Selatan yang dipimpin oleh Yosua, lima raja yang ditaklukkannya itu dibunuh lalu digantungnya (Yos 10:26). Namun hukuman penyaliban, terhukum itu digantungnya hidup-hidup yang terkadang dibiarkan tergantung hingga beberapa hari. Suatu penderitaan hebat, sebelum ajal datang. Kekaisaran Romawi mengadopsi cara penyaliban ini dari bangsa Fenesia, namun hanya diuntukkan bagi penjahat besar dari bangsa jajahannya. Warga negara Romawi tidak akan dihukum salib betapapun jahatnya. Hukum penyaliban secara sipil Romawi menyatakan bahwa terhukum adalah orang yang jahat sekali, sedangkan dimata orang Yahudi hukum gantung itu merupakan kutuk (Ul 21:23). Tuhan Yesus yang tidak berdosa itu telah menjadi pendosa besar sebab dosa segenap manusia di sepanjang masa ditumpukkan pada diri-Nya. Tidak heran Tuhan Yesus mengalami kengerian yang teramat dalam dengan meneriakkan : ”Eli,Eli lama sabakhtani (Mat 27:46). Allah, Bapa-Nya meninggalkan-Nya sebab Allah tidak bisa menyatu dengan dosa. Kemudian hari Rasul Petrus menulis: Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang- orang yang tidak benar (1 Pet 3:18). Hargailah pengorbanan-Nya ini. (PurT)

No : 13. Edisi Minggu, 31 Maret 2019

Tuhan Yesus dan Rasul Paulus

"Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel" (Kisah Para Rasul 9:15)

Banyak yang beranggapan bahwa kekristenan terutama keyakinan utamanya yaitu tentang keillahian Tuhan Yesus adalah ciptaan Rasul Paulus. Jadi Rasul Pauluslah yang menobatkan Tuhan Yesus menjadi Allah. Hal ini adalah masalah krusial terutama dalam interaksi dengan golongan yang beranggapan seperti itu. Sebenarnya hal kejamakan Allah yang menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab telah ternyata sejak dalam kitab Kejadian, namun adalah kenyataan bahwa kejelasan tentang keillahian Tuhan Yesus yang terkait dengan ketritunggalan menjadi sangat jelas dalam Perjangjian Baru. Dalam Kejadian 1:26 saat Allah, Sang Pencipta akan menciptakan manusia sebagai puncak dari segala ciptaan-Nya terjadi dialog internal. Ungkapan:”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita….” Itulah yang dimaksud dengan dialog internal. Suatu dialog antar pribadi Sang Pencipta, Hal tersebut menunjukkan adanya kejamakan dalam pribadi Allah. Hal kejamakan inilah yang kemudian dalam Perjanjian Baru kita kenal sebagai Tritunggal yang Esa. Injil sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) melaporkan peristiwa di kapernaum saat seorang lumpuh disembuhkan Tuhan Yesus. Saat itu Tuhan Yesus menyatakan hal keillahian-Nya secara tidak langsung. Beliau berkata: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (Mrk 2:5). Bagi para ahli Taurat penyataan Tuhan Yesus itu sebagai penghujatan terhadap Allah sebab hanya Allah yang bisa mengampuni dosa manusia (Mrk 2:7). Tentu saja dengan sengaja Tuhan Yesus menyatakan hal itu untuk menegaskan bahwa diri-Nya adalah Allah.

Injil Yohanes lebih lagi, Tuhan Yesus dinyatakan sebagai Firman; Firman itu adalah Allah. Firman pulalah yang menciptakan segala ciptaan dan Pemilik hidup yang datang melawat manusia dengan mengambil rupa manusia (Yoh 1:1-3,11,14). Dalam Injil Yohanes ini banyak kali Tuhan Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah; karena hal itu pula Beliau hampir dilempari batu karena dianggap menghujat Allah (Yoh 10: 30- 33). Lain waktu, Tuhan Yesus menyatakan bahwa Beliau adalah roti hidup yang turun dari sorga untuk memberikan hidup yang kekal (Yoh 6:51). Jadi keillahian Tuhan Yesus sudah nyata bukan karena Rasul Paulus yang dipilih Tuhan kemudian hari untuk menjadi alat untuk memberitakan Tuhan Yesus secara lintas budaya (KPR 9:15). Rasul Paulus sebagai alat Tuhan, memenuhi panggilannya menjadi pemberita Injil di antara bangsa-bangsa bukan Israel, namun tidak mengabaikan bangsa Israel sendiri. Beliau pula yang berkesempatan memberitakan Injil itu kepada banyak pejabat negara termasuk yang berada di istana Kaisar Roma. Hal keillahian Tuhan Yesus, tentu sebagai alat Tuhan, beliau tegaskan pula dalam surat-suratnya. Namun beliau bukanlah yang menobatkan Tuhan Yesus sebagai Allah, beliau hanya memberitakan Tuhan Yesus yang memang adalah Allah. Rasul Paulus adalah pemberita-Nya. (PurT)

No : 12. Edisi Minggu, 24 Maret 2019

Tuhan Yesus dengan Kekristenan

Di Anthiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen (Kisah Para Rasul 11:16b)

Sejumlah orang tertentu, di negara kita ini beranggapan bahwa yang mendirikan kekristenan itu bukan Tuhan Yesus. Hal di atas adalah isu yang terus dipelihara oleh segolongan orang untuk menggoyahkan keyakinan iman kaum Kristen di negara kita ini. Tuhan Yesus yang adalah Kristus, datang melawat dunia ini untuk menyatakan kasih Allah kepada umat manusia (Yoh 3:16). Ia menanggung kesengsaraan dalam penderitaan yang teramat hebat, mati tersalib, dikubur namun bangkit kembali. Beliau telah mengalahkan kematian. Dan menjelang naik ke sorga, Beliau memberi amanat kepada para murid-Nya. Misalnya sebagaimana yang ditulis oleh Lukas,”… dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, …” (Luk 24:47). Dengan ketaatan penuh para murid itu setelah diurapi Roh Kudus (KPR 2:1-13) mengabarkan Injil kerajaan Allah dan orang-orang yang percaya segera dipersekutukan dalam jemaat mula-mula. Di antara jemaat mula-mula itu adalah jemaat Antiokhia yang dirintis oleh orang-orang percaya biasa yang melarikan diri dari Yerusalem karena penganiayaan (KPR 11:11-26). Warga jemaat Antiokhialah yang pertama kali disebut orang sebagai Kristen, yang maknanya para pngikut Kristus. Mulanya pereka yang mengikut Kristus hanya disebut sebagai murid-muid Tuhan atau orang yang mengikut jalan Tuhan (KPR 9:1,2). Namun setelah itu para murid itu umum disebut Kristen.

Tentu saja bukan Tuhan Yesus yang melahirkan sebutan Kristen itu, apalagi sudah pasti Tuhan Yesus bukanlah penganut Kristen, namun sebaliknya mereka yang jadi murid Tuhan Yesuslah yang disebut Kristen, karena mereka mengikut Kristus. Tuhan Yesus sendiri tidak pernah memikirkan untuk menyebut para muridnya sebagai Kristen. Tuhan Yesus datang ke dunia ini untuk menggenapi janji-janji Allah tentang jalan keselamatan itu. Penderitaan yang dialami-Nya yang membawanya kepada kematian, namun bangkit kembali setelah dikubur pada hari ketiga adalah penggenapan firman yang tertulis dalam kitab Taurat, kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur (Luk 24:45,46). Tuhan Yesus memang memberi amanat untuk menjadikan segala bangsa sebagai murid-Nya dan membaptis mereka dalam nama Bapa, dan Anak dan Roh Kudus, dan mengajar mereka untuk melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan Beliau kepada para murid-Nya yang paling awal (Mat 28:19,20). Namun adalah kenyataan bahwa kemudian hari para murid Tuhan itu disapa sebagai orang Kristen. Kekristenan tentu saja tidak bisa dipisahkan dari pribadi dan karya Kristus. Maka sebagai orang Kristen, pengikut Kristus haruslah kita menghadirkan diri sebagai orang yang memperagakan kehidupan yang berpedomankan firman-Nya. (PurT)

No : 11. Edisi Minggu, 17 Maret 2019

Tuhan Yesus dengan Bapak Musa

Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu, dialah yang harus kamu dengarkan (Ulangan 18:15)

Generasi tua Israel yang saat keluar dari Mesir sudah berusia dewasa semuanya kecuali Kaleb dan Yoshua serta Bapak Musa sudah punah. Mereka dimakamkan berserak seluas wilayah yang mereka idari selama 40 tahun penundaan untuk memasuki tanah perjanjian. Untuk menyiapkan generasi baru sebelum mereka memasuki tanah perjanjian, Bapak Musa mengumpulkan mereka di seberang Yordan untuk membekalinya (Ul 1:1). Mereka diingatkan akan pengalaman leluhur mereka, hukum-hukum Tuhan, berkat dan kutuk, tempat ibadah tetap dan tatanan kehidupan bangsa perjanjian ini. Bapak Musa menyampaikan pula hal nubuat tentang kedatangan seorang nabi yang sama dengannya dari tengah-tengah bangsa ini (Ul 18:15). Siapakah nabi yang dimaksud ini? Secara tradisional diyakini bahwa yang Bapak Musa maksudkan adalah Tuhan Yesus. Banyak kesamaan di antara bapak Musa dengan Tuhan Yesus di antaranya : 1. Keduanya lahir dari tengah-tengah bangsa Israel. Musa dari Suku Lewi, Tuhan Yesus dari suku Yehuda. 2. Saat keduanya dalam usia bayi terancam pembunuhan oleh penguasa saat itu. 3. Keduanya diselamatkan di Mesir. Musa diangkat anak oleh putri Firaun, Tuhan Yesus diungsikan ke Mesir. 4. Keduanya menyiapkan diri sebelum melaksanakan pelayanan spiritual-Nya di Gurun. 5. Keduanya paling banyak melakukan mujijat-mujijat yang mempesona orang sejamannya dalam jumlah yang sangat banyak dibanding para nabi manapun. 6. Keduanya pemeran utama dalam peristiwa Paskah. Bapak Musa dengan Paskah sosial-politiknya. Tuhan Yesus menggenapinya dengan Paskah spiritual-Nya.

Selain persamaan-persamaan dari keduanya, masih menyisakan masalah. Misalnya yang mempertentangkan bahwa bapak Musa adalah 100% manusia; sedangkan Tuhan Yesus 100% illahi. Namun jangan lupa; Tuhan Yesus yang 100% illahi itu (Yoh 1:1-3) telah mengambil rupa manusia dan menjadi 100% insani juga (Yoh 1:14). Tuhan Yesus dikenal pula sebagai Mesias atau Kristus yang arti hurufiahya orang yang diurapi. Dalam sejarah keagamaan Israel tiga jabatan yang diurapi adalah: nabi, imam dan raja. Dalam hal Kristus, Beliau adalah ketiga- tiganya. Beliau adalah nabi, imam, raja. Dalam hal sebagai nabi, Tuhan Yesus sama seperti bapak Musa. Keduanya menegur umat, mengingatkan umat untuk hidup dalam kebenaran. Keduanya mengajarkan pula kebenaran. Keduanya juga menyampaikan nubuat tentang keakanan, sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Tuhan Yesus adalah penggenap dari nubuatan- nubuatan bapak Musa. Seperti pesan Bapak Musa, haruslah kamu dengarkan (Ul 18:15). (PurT)

No : 10. Edisi Minggu, 10 Maret 2019

M E N G H A K I M I

“Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” (Matius 7:1)

Jaman sekarang hal menghakimi kelihatannya menjadi sangat biasa bahkan di antaranya bisa menjadi konsumsi publik pula. Kejelekan dan kelemahan seseorang disebarluaskan untuk kepentingan tertentu melalui media sosial. Lebih parah lagi penghakiman palsu pun tidak jarang terjadi dan terbuka pula. Misalnya menuduh seseorang secara negatif, padahal orang yang dituduhnya itu tidaklah seperti yang dituduhkannya. Hal ini tergolong kepada fitnah. Atau kasus menyebarkan berita bohong untuk merugikan pihak yang disasarnya, hal ini yang disebut hoax. Sebenarnya hal menghakimi itu bukanlah hal baru, melainkan sudah berlangsung sepanjang sejarah manusia di muka bumi ini. Bapak Adam menghakimi istrinya, ibu Hawa saat Tuhan datang menemui mereka di taman Eden sesaat setelah mereka jatuh ke dalam pelanggaran. Bapak Adam mau lepas dari tanggung jawab dan menyalahkan istrinya, yang dihakiminya sebagai penyebab dari pelanggaran perintah Tuhan itu (Kej 3: 12). Memang ibu Hawa adalah yang pertama terjebak oleh tipu daya Iblis, namun bapak Adam bisa menyadarkan istrinya serta menolak tawaran untuk ikut memakan buah pohon yang Tuhan larang untuk memakannya. Tidak terlalu sulit untuk mencari peristiwa penghakiman dalam sejarah suci, Alkitab. Namun kebiasaan menghakimi atas sesamanya sudah menjadi kebiasaan pula pada komunitas orang Yahudi sampai kepada masa Tuhan Yesus hadir secara fisik di Kanaan. Tidak heran dalam kotbah-Nya yang dikenal sebagai khotbah di bukit, Tuhan Yesus menyinggung hal menghakimi ini (Mat 7:1-5). Tuhan Yesus meminta para murid- Nya untuk tidak menghakimi, supaya mereka juga tidak dihakimi (Mat 7:1).

Prinsip yang diingatkan Tuhan adalah ukuran yang dipakai seseorang untuk menghakimi sesamanya akan dipakai untuk menghakimi dirinya pula (Mat 7:2). Kemudian Tuhan memberi ilustrasi tentang seseorang yang sigap melihat selumbar pada mata saudaranya sedangkan balok pada matanya sendiri dibiarkannya (Mat 7:3,4). Inilah kebiasaan manusia yaitu lebih sigap menghakimi sesamanya dan membiarkan dirinya tanpa penilaian diri secara kritis. Sedangkan balok yang berada pada matanya tidaklah mengganggu pandangannya untuk melihat kelemahan orang lain. Lebih parah lagi dari kebiasaan manusia itu ialah upaya menutup-nutupi kelemahannya, namun mengumumkan kelemahan orang yang tidak disukainya. Inilah sifat penghakiman itu, yaitu untuk menjatuhkan atau mempermalukan orang lain. Dasarnya bisa karena iri hati, benci atau merasa tersaingi. Saat Tuhan Yesus melarang para murid-Nya untuk tidak menghakimi, bukanlah berarti membiarkan saudaranya yang berbuat kekeliruan. Namun agar tidak munafik, balok di matanya harus dikeluarkan dahulu baru bisa menolong saudaranya untuk mengeluarkan selumbar di matanya (Mat 7:5). Selain kemunafikan, penghakiman sering bertujuan untuk menjatuhkan sesama. Berbeda halnya dengan memberi koreksi (dengan kasih) bertujuan untuk menolong sesama. (PurT)

No : 09. Edisi Minggu, 3 Maret 2019

HARTA dan KEKUATIRAN

“...Walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaan itu” (Lukas 12:15b)

Banyak anggapan bahwa orang yang memiliki banyak harta akan terjauh dari kekuatiran. Artinya orang yang sedikit memiliki harta, apalagi yang kekurangan hidupnya akan digerogoti oleh kekuatiran. Sebaliknya orang kaya hidupnya akan jauh dari kekuatiran itu. Namun penegasan Tuhan Yesus kepada seseorang yang datang kepada-Nya dan mendesak Beliau untuk berbicara dengan saudara orang itu, agar saudaranya itu rela berbagi harta dengannya sangatlah berbeda. Tuhan mengingatkan orang itu bahwa hidup seseorang sekalipun berlimpah hartanya tidaklah bergantung pada kekayaannya itu (Luk 12:15b). Penegasan di atas disampaikan karena Tuhan sanggup membaca hati orang yang datang itu, rupanya ia miliki rasa iri, bahkan tamak (Luk 12:15a). Kemudian Tuhan memberi satu perumpamaan tentang seseorang yang merancang hidupnya dengan kerja keras mengolah ladangnya sedemikian rajinnya dan hasilnya pun melimpah. Namun sayang orang tersebut tidak memberi tempat kepada Tuhan dalam hidupnya itu. Ia habiskan hidupnya untuk bekerja keras, bisa jadi abaikan istirahat secara cukup, kurang waktu untuk keluarga apalagi untuk relaksasi. Ia berfikir nanti setelah hartanya melimpah barulah ia akan menikmati hidupnya. Ia menanti hartanya berlimpah sebelum ia beristirahat dan bersenang-senang (Luk 12:16-19). Bisa jadi orang yang hidup dengan kerja keras itu disertai kekuatiran, maka ia kerja lebih keras agar hidupnya nanti lebih terjamin. Namun kata Tuhan Yesus, malam itu juga nyawanya melayang. Bisa jadi terkena serangan jantung. Ia tinggalkan hartanya tanpa sempat menikmatinya. Tidak heran Tuhan menyebut orang seperti itu sebagai orang bodoh (Luk 12:20). Tuhan Yesus menutup pengajarannya itu dengan satu penyataan yang kuat yaitu, ”…. Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” (Luk 12:21).

Kekuatiran tidaklah mampu untuk memperpanjang hidup kita (Luk 12:25), bahkan adalah kenyataan hidup ini bisa digerogoti oleh kekuatiran, semisal rayap yang menggerogoti tiang kayu. Tnggal tunggu waktunya untuk ambruk. Setelah Tuhan memberi bandingan hidup manusia ini dengan burung-burung yang Allah percukupkan pangannya serta bunga- bunga yang didandani dengan indahnya, maka hal makanan, minuman, dan pakaian itu tidaklah perlu terlalu dikuatirkan. Tuhan menantang para murid-Nya untuk mencari Kerajaan-Nya maka hal sandang, pangan itu akan Allah tambahkan (Luk 12:24,27,29,31). Inti pengajaran Tuhan Yesus itu adalah kita sebagai orang beriman haruslah mengutamakan Tuhan di atas segalanya. Termasuk dalam hal kebutuhan hidup ini kita harus andalkan Tuhan. Kerja keras tetap harus dilakukan, namun dengan tetap pula mengutamakan Tuhan. Jangan kuatirkan kebutuhan kita; ijinkan Tuhan menurunkan berkat-Nya. Tuhan tahu persis kebutuhan kita. Waspada pula terhadap ketamakan. Tuhan memberkati. (PurT)

No : 08. Edisi Minggu, 24 Februari 2019

Kebahagiaan Sejati

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah. Karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga ...” (Matius 5:3)

Setiap orang pastinya merindukan kebahagiaan. Menjalani hidup dengan belajar, bekerja, menikah, berrekreasi, atau apa saja yang dilakukan demi mengejar kebahagiaan itu. Namun banyak kali seakan kebahagiaan itu begitu jauh untuk diraih. Adalah patut dikenali adanya ragam kebahagiaan. Paling tidak di dunia ini ada tiga macam kebahagiaan: (1). Kebahagiaan semu, (2). Kebahagiaan sementara, dan (3). Kebahagiaan sejati. Kebahagiaan semu adalah suatu kebahagiaan yang semata kelihatan kulitnya, namun isinya jauh dari bahagia. Misalnya seseorang yang memerankan lakon orang yang berbahagia, dengan penghayatan yang baik ia bisa memeragakan orang yang berbahagia itu, padahal pada kenyataannya ia jauh dari bahagia itu. Bukankah pernah terjadi seorang aktor bunuh diri padahal ia adalah pemeran tokoh ideal yang bahagia dalam serial sinetron TV? Sedangkan kebahagiaan sementara adalah kebahagiaan yang nyata, misalnya seorang mahasiswa yang berhasil menuntaskan studinya dengan lancar dan hasilnya memuaskan, saat wisuda ia benar-benar bahagia. Ucapan selamat dari keluarga, teman bahkan dari para dosennya membuatnya sangat bahagia. Namun setelah dua tahun tidak mendapat pekerjaan dan tidak bermodal untuk membuka usaha sendiri, kebahagiaanya itu menghilang dan diganti dengan kekecewaan bahkan mulai dirasuki kekuatiran.

Berbeda halnya dengan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan ini hadir sekalipun kondisi luarnya kelihatan jauh dari sempurna. Kebahagiaan sejati ini hadirnya tidak bergantung pada unsur eksternal, melainkan karena unsur internal. Keyakinan dan sikap batiniahlah yang membuat kabahagiaan ini hadir. Tuhan Yesus mengajarkan jalan kebahagiaan yang sejati ini yang tercatat dalam Injil Matius pasal 5:3-11. Tuhan mengawali dengan bahagia bagi orang yang mengaku miskin di hadapan Allah karena Allah akan mengganjarnya dengan tempat di Sorga (Mat 5:3). Yang berdukacita pun disebut sebagai yang berbahagia, karena akan dihibur (Mat 5:4). Orang yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci hatinya, yang membawa damai, bahkan yang dianiaya karena kebenaran adalah golongan orang- orang yang disebut berbahagia itu (Mat 5:5-10). Sungguh radikal pengajaran delapan jalan bahagia ini. Karena jalan bahagia yang ditawarkan dunia umumnya berlawanan dengan jalan bahagia yang diajarkan Tuhan Yesus ini. Unsur batiniahlah yang utama dalam pengajaran ini. Yang diajarkan Tuhan Yesus ini walau kelihatannya mustahil, pola hidup seperti itulah yang diperagakan Tuhan Yesus selama di dunia ini. Dan yang membuatnya bahagia karena relasi-Nya yang indah dengan Bapa-Nya. Inilah bahagia yang sejati; kebahagiaan karena kedamaian batiniyah. (PurT)

No : 07. Edisi Minggu, 17 Februari 2019

Tuhan Yesus Utamakan Keagamaan Batiniah (3)

“..Kamu telah mendengar Firman : Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu : Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, ...” (Matius 5:38-39)

Hukum balas-membalas atau law of retaliation (Lex talionis) adalah kenyataan umum dalam kehidupan masyarakat bahkan termasuk dalam praktik hukum keagamaan secara umum pula. Adalah kenyataan bisa berawal dari bentrok antar pribadi, pribadi yang “kalah” ingin membalasnya. Kalau tidak bisa membalasnya secara pribadi, ia akan mengadu kepada anggota keluarganya atau tetangganya yang mungkin tubuhna lebih besar. Bila berhasil melakukan pembalasan, masalah belumlah tentu selesai, bisa jadi pihak lawan yang merasa telah alami perlakukan tidak seimbang, akan kembali mengadu atau minta bantuan untuk kembali membalas sakit badannya, bahkan mungkin sakit hatinya. Bisa jadi berawal dari bentrok pribadi itu berkembang menjadi bentrok antar keluarga, antar kampung, bahkan antar subsuku. Lebih parah lagi ketidakdamaian antar dua pihak itu diwariskan kepada generasi berikutnya, maka lahirlah kebencian atau permusuhan klasikal yang turun temurun. Padahal bisa jadi generasi turunannya itu sudah tidak paham pemicu awal dari ketidakdamaian dari kedua kelompok itu. Dan atas nama solidaritas kelompok, seseorang rela berjibaku membela kelompoknya. Namun Tuhan Yesus menyampaikan hukum baru yang kontras dengan hukum balas membalas itu. Tuhan mengajar: “…Kamu telah mendengar: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,…” (Mat 5:38,39). Hukum ini adalah hukum baru sebagai hukum yang akan menghentikan hukum balas-membalas itu. Tentu saja hukum ini bisa dinilai melawan arus dan terbilang radikal. Contoh tatalaksananya lebih radikal lagi yaitu bila ditampar pipi kanan, berikan juga kepada yang menampar itu pipi kiri (Mat 5:39b).

Apakah hukum ini bisa dipraktikkan? Hukum sebelumnya jelas bersifat keagamaan jasmaniah. Sedangkan yang diajarkan Tuhan Yesus menuntut kegamaan batiniah. Hanya dengan pembaruan batin yaitu dengan datang beriman kepada Kristus dalam penyerahan diri yang sungguh, seseorang akan dimampukan untuk aplikasikan hukum baru ini. Ini adalah salah satu contoh lain dari praktik keagamaan batiniah itu. Namun, apakah praktik keagamaan batiniah seperti itu, tidak akan dimanfaatkan oleh-orang-orang yang jahat? Dan orang percaya akan selalu jadi korban kejahatan? Bisa jadi, namun bisa juga sebaliknya, orang tersebut akan menjadi malu dan bisa pula membawanya kepada pertobatan (1 Pet 3:16) Hukum tidak membalas kepada orang yang berbuat jahat ini, sejalan dengan yang kita bahas minggu lalu, yaitu mengasihi orang yang memusuhi kita. Dunia ini telah penuh dengan kekerasan dan balas- membalas. Dunia akan lebih damai bila hukum Tuhan Yesus diaplikasikan. (PurT)

No : 06. Edisi Minggu, 10 Februari 2019

Tuhan Yesus Utamakan Keagamaan Batiniah (2)

“..Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”. (Matius 5:48)

Suatu hari saya bertanya kepada seorang pemuda tentang motivasi pemuda itu menjadi Kristen. Ia menjawab bahwa menjadi Kristen itu gampang, sebab tidak ada kewajiban berpuasa, juga tidak harus menjalankan ritual sembahyang harian yang rumit. Saya mengajaknya untuk menimbang, saya katakan sebenarnya menjalankan ritual puasa ataupun ritual sembahyang harian itu lebih gampang dibanding misalnya dengan penegasan Tuhan Yesus untuk mengasihi musuh (Mat 5:44). Seseorang bisa menjalankan ritual keagamaan sebagai pemenuhan tuntutan Allah yang dipercayainya. Dengan niat ritual-ritual keagamaan itu dapat dilaksanakan dengan baik, bahkan mungkin tanpa dipikir lagi karena sudah terhapal dengan baik tahapan- tahapannya. Selain itu termotivasi kuat oleh orang-orang lain yang seagama dalam menjalankan kewajiban ritual tersebut. Berbeda halnya dengan mengasihi musuh. Hanya orang yang telah menghayati keagamaannya secara dalam serta sedia mengosongkan dirinya untuk berserah kepada Tuhan yang akan dimampukan untuk mengasihi orang yang memusuhinya itu. Biasanya penghayatan ajakan Tuhan Yesus untuk mengasihi musuh itu melalui pergumulan batin yang tidak mudah. Naluri manusia umumnya ialah membenci musuh, paling tidak, tidak mempedulikannya. Ada juga yang berdoa kepada Allah agar musuhnya dihukum, minimal meminta agar musuhnya dijauhkan darinya. Namun pengajaran Tuhan Yesus justru sebaliknya. Beliau mengajak murid-murid-Nya untuk Mengasihi orang yang memusuhinya dan mendoakan orang yang menganiayanya (Mat 5:44). Inilah sisi dari keagamaan batiniah.

Bila segenap sisi kehidupan dari seseorang yang diawali dengan pergumulan batinnya diselaraskan dengan kehendak Kristus maka barulah orang itu mampu untuk mengasihi musuhnya. Keagamaan batiniah ini lebih utama dibanding hanya dengan menjalankan ritual. Tuhan Yesus yang mengajarkan keagamaan batiniah ini tentunya sangat paham bahwa para murid-Nya itu mampu untuk mengasihi musuh itu. Apalagi setelah mereka didiami Roh Kudus. Tuhan Yesus menegaskan bahwa orang yang mengasihi musuh itu menjadi anak- anak Allah yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik. Beliau menurunkan hujan baik untuk orang benar maupun orang orang yang tidak benar (Mat 5:45). Hanya dengan sikap keagamaan seperti itulah tertampilkan mutu keagamaan yang unggul dibanding orang kebanyakan. Sebab standarnya bukanlah keagamaan manusia, melainkan pribadi Allah sendiri yang sempurna (Mat 5:48). Adalah tidak jarang seseorang mampu menjalani ritual keagamaannya dengan baik namun hatinya tetap penuh dengan kebencian dan memusuhi orang atau kelompok lain. Alangkah sempurnanya kesaksian murid Tuhan yang mengasihi musuhnya bahkan berdoa untuk kebaikan orang yang menganiayanya. Nama Tuhan kiranya dimuliakan. (PurT)

No : 05. Edisi Minggu, 3 Februari 2019

Tuhan Yesus Utamakan Keagamaan Batiniah (1)

Maka Aku berkata kepadamu : Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Matius 5:20)

Tentunya terbilang unggul dan rapih para ahli Taurat dan kaum Farisi dalam menjalankan ritual-ritual keagamaan mereka. Namun Tuhan Yesus menantang para murid-Nya untuk menghadirkan hidup keagamaan yang lebih benar dari pada hidup keagamaan para ahli Taurat dan kaum Farisi itu (Mat 5:50). Para ahli Taurat adalah segolongan orang yang secara formal diterima sebagai pengajar Taurat dan mereka yakin merekalah ahlinya dalam penguasaan hukum-hukum Musa itu. Sedangkan kaum Farisi adalah sekelompok elit dalam masyarakat Yahudi yang merasa sebagai pelaku-pelaku hukum Taurat yang akurat. Namun rupanya kedua golongan atas dalam kehidupan keagamaan Yahudi saat itu lebih menekankan hal ritual dan pengajaran secara verbal semata. Mereka unggul dalam ritual dan pengajaran namun lemah dalam penghayatan. Lain waktu Tuhan mengingatkan para murid-Nya, kata-Nya: ”Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya…”(Mat 23:3). Keagamaan para ahli Taurat dan kaum Farisi itu penuh dengan kemunafikan, mereka sangat lemah dalam penghayatan dari pengajaran yang mereka ajarkan.

Tuhan Yesus tidak meniadakan hal pengajaran, namun Tuhan Yesus lebih menghargai penghayatan dari pengajaran keagamaan itu. Penghayatan itu adalah sisi keagamaan batiniah, bukan semata keagamaan lahiriah. Tuhan Yesus telah mengajarkan pembaharuan dalam hidup keagamaan saat itu, suatu pengajaran dengan motivasi kasih yang tertampilkan dalam hidup keseharian-Nya. Tuhan Yesus mencontohkan dalam hidup-Nya bahwa pengajaran-Nya itu diperagakan dalam hidup-Nya. Khotbah di Bukit sebagaimana dilaporkan dalam Injil Matius pasal lima sampai dengan pasal tujuh adalah mengajaran indah yang menekankan keagamaan batiniah itu. Tentunya khotbah itu merupakan suatu revolusi keagamaan yang teramat unggul. Tuhan Yesus mengutip pengajaran tentang jangan membunuh, karena pembunuh itu akan dihukum (Mat 5:21). Tetapi Tuhan Yesus mengajarkan bahwa setiap orang yang marah pun harus dihukum (Mat 5:22a). Kemarahan yang dipelihara seperti halnya pengalaman Kain, akan melahirkan kebencian dan kebencian akan bermuara kepada pembunuhan (Kej 4:5-8). Walau tidak semua orang melakukan pembunuhan karena takut dihukum, namun hatinya panas dibakar oleh kemarahan. Tuhan Yesus secara implikatif mengajak untuk tidak menyimpan kemarahan itu, hanya kasihlah yang dapat meniadakan kemarahan itu. Hal ini adalah urusan hati (batin), bukan semata jasmaniah. (PurT)

No : 04. Edisi Minggu, 27 Januari 2019

Tuhan Yesus Menghargai Ibadah

Ia datang ke Nasaret tempat ia dibesarkan dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat,...(Lukas 4:16)

Lukas sekali lagi menegaskan bahwa Tuhan Yesus dibesarkan di Nazaret. Tuhan Yesus menundukkan Diri berada di bawah kewenangan orang tua jasmaniah- Nya yaitu keluarga Yusuf-Maria yang berprofesi sebagai tukang kayu (Mat 13:55), bahkan kemudian Beliau sendiri dikenal sebagai tukang kayu (Mrk 6:3). Beliau hidup wajar sebagaimana manusia pada umumnya. Walaupun Beliau adalah Allah (Yoh 1:1) Beliau total mengambil rupa manusia, menjadi manusia sejati (Yoh 1:14). Dalam status Beliau sebagai warga Nazaret yang berprofesi sebagai tukang kayu Beliau menghadirkan diri sebagai tukang kayu yang saleh, rajin beribadah. Lukas pun menegaskan bahwa pada hari Sabat adalah kebiasaan Beliau (tentu keluarga jasmaniah-Nya) pergi ke rumah ibadat bersama warga Nazaret lainnya (Luk 4:16). Rupanya kebiasaan ini, terus dipelihara sampai Beliau dewasa. Beliau tetap pergi ke rumah ibadat sekalipun Beliau telah dikenal sebagai Rabi bahkan secara langsung ataupun tidak langsung Beliau sudah menyatakan Diri sebagai Anak Allah. Pergi beribadat di rumah ibadat tetap sebagai kebiasaan Beliau.

Beliau paham bahwa begitu banyak kemunafikan dalam kehidupan para pemimpin agama saat itu. Bahkan Beliau dengan kewibawaan-Nya menyatakan bahwa banyak kemunafikan di antara para ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Mat 23). Namun sekalipun demikian Beliau tetap memelihara kebiasaan-Nya untuk beribadat di rumah ibadat. Beliau tidak merasa bahwa sebagai Anak Allah yang paham segala hal tidaklah perlu beribadat lagi. Beliau pun tidak merasa tidak perlu beribadat di rumah ibadat karena para pemimpinnya munafik. Sungguh Beliau bersikap positif dan sangat menghargai ibadat berjemaat itu. Dengan bersikap seperti itu Beliau memiliki banyak peluang untuk menjadi berkat bagi jemaat lain di rumah ibadat. Tidak sedikit orang yang Beliau sembuhkan saat mereka berada di rumah ibadat, bahkan Beliau bisa mengajarkan kebenaran di rumah ibadat. Adalah phenomena kekinian yang kita bisa jumpai hampir di mana pun di dunia ini yaitu banyak para pendeta, majelis jemaat, termasuk para dosen sekolah Alkitab atau teologi yang kerap tidak pergi ke rumah ibadat pada hari Minggu, kalau tidak memimpin ibadat. Banyak di antaranya yang hanya pergi ke rumah ibadat kalau berkotbah, beri ceramah atau ambil bagian sebagai penatalaksana ibadat. Tentu saja alasan ketidakhadirannya beragam. Sayang warga jemaat biasa pun sedikit banyak terpengaruh. Harap ketidakhadiran para pemimpn jemaat atau pengajar Alkitab itu, bukan karena merasa sudah paham dan tidak perlu dengar kotbah orang lain. Padahal beribadat itu bukan semata mendengar kotbah. Bukankah saat ibadat itu, kita bisa menyatakan sembah, syukur, pujian, hormat bahkan menikmati perjumpaan dengan sesama umat yang beribadat? Bahkan doa pun bisa dipanjatkan termasuk untuk mendukung para pelayan saat itu. Mari kita teladani Tuhan Yesus, yang memelihara kebiasaan beribadat. (PurT)

No : 03. Edisi Minggu, 20 Januari 2019

Tuhan Yesus Menghargai Tata Krama Sosial

Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret ; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka (Lukas 2:51)

Saat Tuhan Yesus mengambil rupa manusia (Yoh 1:14; Fil 2:7) Beliau dilahirkan, jalani masa kanak-kanak, masa remaja dan dewasa. Persis seperti umumnya seorang manusia. Pada usia 12 tahun Beliau diajak ke Yerusalem oleh orang tua jasmaniahnya untuk menghadiri perayaan Paskah (luk 2:41,42). Adalah ketentuan bahwa seorang pria Israel setahun tiga kali wajib beribadah di Bait Allah yang di Yerusalem (Ul 16:1-17). Salah satunya adalah ibadah Paskah. Tuhan Yesus tentu sudah tahu ketentuan itu, dan ketika orang tuanya membawanya ke Yerusalem dalam rangka Paskah tentulah pegalaman itu merupakan pengalaman bernilai dalam hidup-Nya. Usai ibadah Paskah Tuhan Yesus yang menjelang remaja saat itu ternyata tidak segera pulang bersama kedua orang tua- Nya, Beliau menikmati percakapan dengan para ulama di Bait Allah (Luk 2:46). Saat kedua orang tua-Nya menemukan-Nya, kemudian mengajak- Nya pulang, Beliau pun pulang ke Nazaret bersama kedua orang tua-Nya itu. Injil Lukas dengan jelas menulis bahwa selanjutnya Beliau tetap hidup dalam asuhan kedua orang tua-Nya di Nazaret (Luk 2:51). Beliau bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan dikasihi baik oleh Allah maupun oleh manusia (Luk 2:52). Rupanya Beliau hidup dalam kesalehan sehingga dikasihi banyak orang. Beliau hidup normal seperti pada umumnya anak-anak yang hidup dalam asuhan orang tuanya. Kemudian hari Beliau dikenal sebagai anak tukang kayu (Mat 13:55). Bahkan Beliau dikenal pula sebagai tukang kayu (Mark 6:3). Sangat mungkin tukang kayu itu adalah usaha keluarga turun temurun. Bisa jadi bapak Yusuf pun putra seorang tukang kayu juga. Begitulah kebiasaan dalam komunitas tradisional usaha keluarga diteruskan dari generasi ke generasi.

Sekalipun Tuhan Yesus paham betul dengan tujuan kehadiran-Nya di dunia ini yaitu untuk menjadi Juruselamat dunia (Mat 1:21). Tuhan Yesus menjalani kehidupan awal-Nya total sebagai manusia pada umum-Nya termasuk Beliau menghargai tataktrma sosial. Beliau menaati kewenangan orang tua jasmaniah-Nya. Beliau rela diasuh, dibina, diarahkan bahkan mengikuti profesi ayah jasmaniah-Nya yaitu menjadi tukang kayu. Saat diajak pulang usai ibadah Paskah di Yerusalem, Beliau pun menghargai kewenangan Ibu-Nya dan ikut pulang ke Nazaret. Nyata bahwa Tuhan Yesus menghargai tatakrama sosial komunitas-Nya. Penghargaan dan ketaatan kepada orang tua jasmaniah-Nya itu menghadirkan pola hidup yang terpuji. Para tetangga-Nya pun mengasihi Beliau. Sangat kuat keyakinan bahwa Beliau hidup dalam kesalehan. Atau Beliau dikenal sebagai orang yang saleh, sehingga dikasihi oleh komunitas-Nya. Mari kita teladani Tuhan Yesus, untuk menghadirkan pola hidup yang saleh, agar kita pun disukai para tetangga dan orang- orang di sekitar kita bahkan kita menjadi berkat bagi banyak orang. Nama Tuhan pun dimuliakan. (PurT)

No : 02. Edisi Minggu, 13 Januari 2019

Tuhan Yesus Penuhi Tuntutan Agama

Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea (Lukas 2:39)

Ibadah dan perayaan natal, intervensi Allah demi keselamatan umat manusia dari kutuk dosa, telah berakhir. Sekalipun aroma natal belum betul-betul berlalu, bahkan masih ada yang merayakan natal di bulan Januari ini. Sekalipun demikian mereka tidak tergolong kepada gereja Koptik atau gereja Ortodoks Timur yang merayakan natalnya pada tanggal 7 Januari. Mereka merayakannya pada Januari tahun ini karena kehabisan waktu di bulan Desember lalu. Mengawali tahun baru yang baru kita jalani beberapa hari ini, saya mengajak Anda untuk menghayati sikap Tuhan Yesus yang penuhi tuntutan agama (torati) yang diajarkan Musa dan terus dilaksanakan oleh umat Yahudi yang saleh. Saat Tuhan Yesus menginjak usia 8 hari, Beliau jalani penyunatan yang merupakan tuntutan Taurat sebagaimana diperintahkan Tuhan kepada Musa (Im 12:3). Pada usia 40 hari Beliau dibawa ke Bait Allah bersama ibu-Nya untuk jalani acara pentahiran sesuai tuntutan Taurat (Im 12:6-8). Selanjutnya Dr. Lukas menulis bahwa setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea (Luk 2:39) Injil Matius mencatat peristiwa pembaptisan Tuhan Yesus oleh Yohanes Pembaptis disebut oleh Tuhan Yesus sendiri sebagai menggenapi kehendak Allah (Mat 3:15). Mengawali khotbah-Nya yang dikenal sebagai Khotbah di Bukit Beliau menyatakan bahwa kedatangan-Nya bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan untuk menggenapinya (Mat 5:17). Mengakhiri pelayan-Nya dan sebelum kembali ke sorga Tuhan Yesus menyatakan ulang bahwa penderitaan dan kematian serta kebangkitan-Nya pun adalah penggenapan dari yang sudah tertulis dalam Taurat, kitab nabi-nabi dan Mazmur (Luk 24: 44, 46).

Bagaimana dengan kita kini? Tidak ada kewajiban lagi bagi orang Kristen kini untuk disunat pada hari kedelapan. Tidak pula diharuskan untuk jalani acara pentahiran, serta tuntutan untuk menyampaikan kurban-kurban lainnya. Mengapa demikian? Sebagai pengikut Kristus, sejak peristiwa di jemaat Antiokhia setiap orang yang mengikut Kristus disebut Kristen (KPR 11:26), walau mulanya istilah itu sebagai ejekan. Kepengikutan kepada Kristus inilah yang membebaskan kaum Kristen untuk tidak lagi penuhi tuntutan Taurat sebab semuanya telah digenapi oleh Tuhan Yesus. Bahkan pengorbanan di Bait Allah itu sebagai bayang-bayang dari pengorbanan yang dilakukan Tuhan Yesus, yaitu Dirinya sendiri demi keselamatan kita (Ibr 10:1). Kita sekarang telah berada dalam status baru yaitu status orang-orang yang telah dimerdekakan oleh karya agung Kristus (Gal 5:1 dst). Karenanya kita wajib bangga sebagai umat merdeka. Sebagai umat merdeka kita tanggalkan dosa dan melangkah pasti di tahun yang baru dengan tekad baru pula (Ibr 12:1,2), yaitu mata tertuju kepada Kristus. (PurT)

No : 01. Edisi Minggu, 6 Januari 2019

Kumpulan Artikel Renungan Sebelumnya >>